Posted on Leave a comment

Kreatif Covid

Keterpaksaan dapat memunculkan usaha. Usaha karena terpaksa. Banyak contohnya. Di perkuliahan tentang kewirausahaan sering di contohkan. Namun, jika sudah terpaksa tapi tanpa usaha, itu namanya putus asa.

Seperti kondisi sebagian kita saat ini. Pertemuan, biasanya tatap muka, sekarang cukup pakai kamera. Dari komputer pribadi, komputer jinjing, atau cukup dari gawai.

Hemat, cepat. Tidak mengurangi fungsi koordinasi dan pertemuan.

Biasanya panggilan video hanya lewat whatsapp, Google duo, atau skype, ternyata banyak aplikasi serupa. Pilihannya beragam. Dari yang gratis tapi terbatas, sampai yang berbayar hingga bisa berjam-jam.

Juga jadi kreatif. Misal jika hanya pakai gawai, cukup susah jika mau berbagi tampilan layar. Tampilan dokumen terutama. Pakai komputer, tapi tidak ada kamera atau tidak ada mikrofonnya. Mau beli kamera web (webcam), stok banyak yang kosong. Pakai komputer jinjing, jawaban yang tepat sebenarnya.

Tapi karena adanya hanya komputer pribadi (PC, personal computer), jadilah masuk dengan dua cara, komputer dan gawai sekaligus. Agar bisa berbagi layar dan bisa keluar suara kita.

Pedagang sayur di komplek juga kreatif. Sejak sore hari sebelumnya sudah mengumpulkan order pembelian. Melalui aplikasi WA. Agar saat pagi tinggal antar atau pembeli ambil dengan cepat, tidak perlu memilih lama-lama.

Anak-anak, guru, orang tua juga dituntut berubah. Cara berfikir, bertindak, dan cara belajar. Aplikasi belajar online jadi semakin menarik. Dan laris manis. Promo paket data internet juga disediakan.

Hari ini saya memutuskan membeli webcam. Sudah dua kali rapat daring. Saya masuk dengan dua pengguna. Satu lewat komputer, satu lewat gawai.

Hari ini juga saya uji coba. Berhasil. Ngobrol lama sekali. Seperti sedang kongko di warung kopi. Bedanya tidak bertemu fisik. Hanya lewat video dan audio. Gambar hidup dan suara.

Saya tetap pakai dua pengguna. Membandingkan kualitas gambarnya mana yang lebih nyata. Tidak kecewa. Kamera webcam ternyata lebih nyata. Seperti youtuber kata kawan saya.

Dunia penjualan juga diramaikan dengan berbagai strategi dan simulasi. Dampak covid-19 terhadap bisnis atau usaha. Termasuk apakah targetnya perlu disesuaikan atau dibiarkan saja.

Pelatihan daring diselenggarakan. Judulnya, penjualan di waktu yang sulit. Sayang saya tidak mengikutinya. Hanya Rp 150.000 per sesinya, padahal. Semoga lain waktu bisa.

Saya belum menemukan kreativitas karena covid-19 di budi daya pertanian. On farm. Mungkin sudah ada, saya hanya perlu mencarinya.

Semua di tuntut kreatif. Juga tetap berpikiran positif.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 1 Comment

Berkaca

Ternyata cukup banyak hal yang bisa dilakukan di era WFH. Work from Hooffice atau from Home. Seperti disampaikan banyak orang. Melalui Status mereka.

Selain aktivitas harian, karena saya termasuk yang WFH yang pertama, saya menyempatkan membaca Biografi Abu Bakar. Khalifah pertama bagi kaum muslimin. Alhamdulillah.

Pelan sekali saya membacanya. Hanya beberapa halaman saya lakukan membaca cepat, menunjukkan salah satu tips membaca cepat yang pernah saya dapat. Kepada istri, yang sedang ingin membaca Sirah Nabawiyah. Sebelum ke Biografi Sahabat-Sahabat Nabi.

Di buku tentang membaca yang pernah saya baca (belum sampai selesai), membaca cepat, meski disinggung sedikit, tapi disampaikan bahwa membaca cepat belum tentu efektif.

Saya pun tidak melakukan itu – – membaca cepat– untuk Biografi Abu Bakar. Terlalu sayang, jika saya membacanya cepat-cepat. Meski telah antre Biografi Amirul Mukmin, dan dua orang penerusnya, ridwanullah Jamii’an.

Terlalu asik untuk dilewatkan cepat-cepat. Terlalu banyak faidah dan manfaat yang bisa diambil. Pelan-pelan saja.

Belakangan ini saya jarang berkaca – – dalam arti yang sebenarnya–. Karena jarang bersisir. Rambut pendek.

Dengan membaca biografi, saya ingin berkaca – – bukan arti sebenarnya–. Kacanya harus baik. Supaya hasilnya baik. Harapannya begitu.

Membaca Biografi agar timbul cinta. Cinta karena Allah. Sehingga bisa berharap semoga bisa dikumpulkan dengan orang yang dicintai.

Saya akan kutipkan khutbah atau pidato pertama Abu Bakar setelah dipilih sebagai Khalifah oleh Kaum Muhajirin dan Anshar.

Setelah memanjatkan pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka ia berkata :

“Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku telah ditunjuk sebagai pemimpin kalian dan aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Maka, jika aku melakukan langkah yang baik, maka bantu dan dukunglah aku, dan jika aku melakukan langkah jelek dan keliru, maka luruskanlah aku.

Kejujuran dan kebenaran adalah amanah, dan kebohongan adalah khianat.

Orang yang lemah di antara kalian adalah orang kuat bagiku, hingga aku mengembalikan kepadanya hak-haknya, insyaAllah. Dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah bagiku, hingga aku mengambil hak darinya, insya Allah.

Tiada suatu kaum yang meninggalkan jihad di jalan Allah, kecuali Allah akan meliputi mereka dengan kehinaan.

Tidak ada perbuatan keji yang menyebar di tengah-tengah suatu kaum , kecuali Allah akan menimpakan bala’ – – malapetaka– yang meliputi mereka semua.

Patuhilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka jika aku berbuat durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tiada kepatuhan kepadaku atas kalian.

Berdirilah kalian semua untuk mendirikan shalat, semoga Allah merahmati kalian.”

(Al-Bidayah wa An-Nihayah, 6/305-306, Isnad riwayat ini Shahih).
Abu Bakr Ash-Shidiq Syakhshiyatuhu wa ‘Ashruhu. Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi. Edisi Indonesia : Biografi Abu Bakar Ash-Shidiq. Pustaka Al-Kautsar, 2013.

Semoga kita bisa meneladani Abu Bakar dan mencintainya. Karena Rasulullah mencintainya.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 1 Comment

Ini Pelangganku, Itu Punyamu

Mohon maaf jika ada kesamaan atau kemiripan alur cerita dan nama tokoh.

Ada sebuah toko sayuran. Besar. Memiliki dua orang penjual hebat.

Yang satu penjual untuk pelanggan perorangan, terutama ibu-ibu. Pasar Ritel-lah. Bisa dibilang demikian. Sebutlah namanya Ello (bukan nama sebenarnya). Harga barang normal.

Penjual satunya untuk restoran, untuk warteg, rumah makan. Mirip dengan B2B. Sebutlah namanya Miko (bukan nama sebenarnya). Harga lebih murah tentunya.

Pada musim ramadhan, banyak pelanggan Miko, restoran dan warung makan tutup di siang hari. Buka sore sampai dini hari.

Salah satu pelanggan Miko, ada yang pesan terlalu banyak. Sudah kadung dikirim. Busuk, mubadzir, kalau tidak dimasak.

Pelanggan Miko ini tidak mau rugi. Sayur yang diperkirakan tidak akan dimasak, ditawarkan ke para tetangga di dekat retorannya. Para ibu rumah tangga. Tentu dengan sedikit keuntungan.

Berikutnya, permintaan ke Miko turun. Miko cari info. Ternyata begitu. Miko dapat ide. Ia mengembangkan Penjualan dengan judul B2B. Cari penjual dan tukang sayur untuk jual ke ibu-ibu.

Para Penjual

Strategi Miko memakan korban. Teman sesama penjual Ello.

Ello mengamuk. Targetnya tidak tercapai. Tercapai pun harus terseok-seok.

Ello menyelidiki ternyata penjualan Ello terseok karena pasarnya diambil. Ada pelanggannya yang diambil restoran yang mulai jualan sayuran. Ada orang-orang tertentu, yang memasarkan sayur ke ibu-ibu juga.

Masalahnya, penanda di produk sayurnya sama dengan yang dijual Ello. Ello diprotes keras oleh jaringan penjualannya. Ada yang merusak harga. Demikian proses mereka.

Kembali ke Konsep

Pembukaan buku saku Sales BreakThrough, disampaikan bahwa penjual harus memahami di apa dia bekerja. Ritel atau B2B.

Mudahnya, masuk ritel jika pelanggan akhir adalah perorangan, bukan badan usaha. B2B pelanggan akhir adalah perusahaan, badan usaha.

Penjual juga harus memahami saluran penjualan yang digunakan. Termasuk DMU (Decision Making Unit) pelanggannya. Termasuk pembagiannya antar penjual di tim.

Agar tidak tabrakan. Kan lucu, jika satu pelanggan di prospek atau di dekati oleh 2 penjual untuk produk dengan merek yang sama. Harganya beda pula.

Organisasi harusnya menetapkan dengan jelas. Bagaimana pasar B2B, bagaimana pasar retail.

Retail bisa di bagi zona. B2B dibagi pelanggan atau akun, account. Untuk para penjualnya. Agar tidak terjadi sengketa, dan perseteruan antarpenjual atau unit penjualan.

Itu.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Ngangsu Kaweruh

Terima Kasih Pak Ratmana

Setiap orang ada masanya. Setiap masa ada orangnya. Demikian pepatah bijak mengingatkan kita semua.

Demikian pula suasana yang kami rasakan – – – paling tidak untuk saya–. Karena itu, hari ini saya ada agenda spesial. Setelah tiga kali janjian, gagal.

Hari ini saya menjelajah pabrik perusahaan tempat saya bekerja. Bersama senior, guru, dan mitra kerja saya. Yang hampir habis masanya. Masa untuknya bekerja. Besok ia akan resmi purna tugas. Pensiun. Bapak Ratmana.

Saya tidak ingin menyianyiakan pengalamannya. Yang telah bekerja, berdedikasi selama 34 tahun 5 bulan. Saya senang mendengarnya bercerita, dengan antusias dan semangat membara. Yang itu saya harap menular ke saya. Semangat dan antusiasmenya.

Semangat Penjual

Penjual yang siap untuk pelanggannya. Kapanpun diminta. Demikian kira-kira makna tersirat. Saat ia bercerita tentang ekspor Pupuk NPS yang ia wiwiti/mulai bersama tim pada 2010.

Suatu ketika Pupuk NPS-nya sedang muat di kapal. Seyogyanya (saya tahu Pak Ratmana asli Gunung Kidul, Jogja), NPS berwarna putih, bersih. Tiba-tiba produk yang sedang dimuat ke palka kapal berubah jadi berwarna hitam.

Asiknya, info didapat dari pelanggan, pembeli yang saat itu ada di Swiss, Eropa. Pelanggan dapat foto dari master kapal. Demikian istilah yang digunakan Pak Ratmana. Jam 11 malam waktu itu.

Hadirlah Pak Ratmana bersama VP-nya waktu itu dan satu stafnya. Mencari sebab hitamnya produk NPS. Bersama orang produksi dan utilitas. Tidak ketemu sampai jam 01.00 malam.

Akhirnya ia dan VP-nya (sang VP mantan orang proses), bersama orang utilitas tadi tentunya, menemukan penyebabnya. Penyebabnya ternyata adalah adalah saat produksi NPS berjalan, ada kapal impor asam fosfat sedang bongkar di tangki penyimpanan. Tangki itu terkoneksi langsung dengan proses produksi.

Saat bongkar itulah, bagian bawah tangki (kerak, sludge) terkoyak dan masuk ke proses, sehingga menjadikan produk berwarna hitam.

Beliau (Pak Ratmana)-lah karakter Kang Rat yang pernah saya sebut dalam seri ke-13, Serial Jualan dengan Karakter. Pilar Kelima, Peduli. Saat ia memenangkan penjualan ke pelanggan PMA. Setelah ditolak sampai 4 kali. Begitu sabar dan gigih menghadapi pelanggan.

Dan masih banyak lagi cerita menarik. Sayang kalau dilewatkan begitu saja. Makanya saya menyempatkan ngangsu kaweruh, menimba pengetahuan dari beliau.

Jika tahu pengalaman senior, paling tidak kita tidak berjalan dan masuk lubang yang sama. Atau meniti jalan yang sama, padahal bisa kita bisa lakukan percepatan dengan pengetahuan.

Kesempatan Langka

Saat beliau menjadi penjual B2B, jangankan kok jalan selama tiga jam seperti hari ini, bercakap-cakap di sela-sela jam kerja sangat sulit. Begitu sibuk beliau. Bukan karena tidak kompeten, tapi berdedikasi tinggi.

Pagi sampai siang hari ini saya ajak Beliau keliling. Untuk cerita ke saya. Sambil mendatangi pabrik-pabrik NPK. Produk andalan. 163 menit 17 detik. Itu lamanya saya merekam. 2 jam 43 menit 17 detik. Dengan perjalanannya tiga jam. 1 jam mewakili 10 tahun pengabdian. Begitu canda saya.

Kami bercerita dan berbincang dengan karyawan di unit produksi. Meminta penjelasan proses. Mengkonfirmasi berbagai hal.

Pak Ratmana menasihatkan, Jaringan internal harus dijalin. Agar penjualan kita lancar. Selama sistem penjualan B2B kita masih harus dikawal dari A-Z.

Menjalinnya melalui aktivitas non formal. Panahan, pengajian, renang dan lain-lain. Dan benar memang. Seluruh pabrik beliau kenal.

Memang membutuhkan waktu. Kita harus mengalokasikan waktu untuk itu. Sehingga waktu untuk yang lain jadi berkurang. Demikian nasihat beliau.

Tapi saya melihat Pak Ratmana menikmati itu. Dan bahagia. Beliau selama 34 tahun 5 bulan hanya opname sebanyak 2 kali. Dan ada lagi yang membuat saya kagum. Tapi tidak perlu saya sebutkan.

Tetap sehat dan bahagia Pak Ratmana. Semangat dan semoga berkah rezeki Bapak, masa kerja dicatat sebagai ibadah, dosa dan kesalahan diampuni. Barakallahu fiik. Aamiin…

Terima kasih Pak Ratmana atas pelajaran dan pengajarannya.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Mekanik Penjual

Hari ini, dua hari sebelum batas akhir pengecekan berkala, untuk aki mobil saya. Setelah 2 bulan lalu di ganti, agar tetap ada garansi. Jika tidak di cek berkala akan hangus garansinya.

Aki normal. Kan baru 2 bulan. Harusnya tidak ada masalah. 10 menit juga selesai.

shock absorber tidak ada masalah pak?” Tanya mekanik, yang nampaknya berperan sebagai pemasar juga. Memang sudah gembludak sih. Saya merasakan bedanya sekali saat naik taksi online, dengan mobil jenis yang sama. Empuk.

“saya cek pak ya?” tawar sang mekanik. “Silakan”. jawab saya. Cek berlanjut.

“oli nampaknya waktunya ganti.” Seru mekanik yang lain. Sudah hitam sekali. Ia tidak akan tahu, di kilometer berapa harusnya ganti, karena tidak ada kertas bergantung di ruang kemudi saya.

Belum 10.000 KM sih, tapi sudah 10 bulan, batin saya. Harusnya meski tidak sampai 10.000 KM, tapi sudah 6 bulan, harusnya diganti. Demikian kata teknisi di bengkel resmi mobil saya.

“Ada Promo beli 2 gratis 2 pak, untuk oli. Dan 10% untuk shock, serta jasa diskon 50%”.

Lumayan itu. “Baiklah, ganti oli dan shocknya sekalian”. Jawab saya. 3 mekanik langsung beraksi.

Setiap Orang adalah Penjual, Katanya…

Demikian seharusnya pandangan setiap orang di dalam organisasi bisnis. Perusahaan. Setiap orang siap menjadi penjual, ketika bertemu pelanggan. Atau calon pelanggan. Yang terkadang kita tidak ketahui potensi pembeliannya.

Saya pikir, itu mengapa salah satu kompetensi utama (Hard Competence) yang harus dimiliki oleh setiap karyawan adalah pengetahuan produk. Dimanapun karyawan itu ditugaskan. Tidak hanya karyawan di lingkup pemasaran.

Sehingga setiap karyawan mampu menceritakan produk perusahaan dimana ia bekerja. Saat ngobrol-ngobrol dengan kawan atau jaringannya yang lain. Siapa tahu, kawannya tadi punya kawan yang membutuhkan produknya.

Mekanik tadi,  jelas benar-benar menguasai teknik otomotif. Saya yakin itu. Paling tidak untuk bengkel yang berada di bawah naungan Astra Otopart.

Tapi mereka juga melaksanakan beberapa teknik penjualan. Dan pelayanan. Karena mereka menjual produk dan jasa sekaligus.

Sebaliknya, penjual, yang jelas-jelas aktivitasnya menjual tentu harus memahami teknik penggunaan produk yang dia jual.

Penjual pupuk, harus paham bagaimana penggunaan pupuk di sebanyak mungkin tanaman. Paling tidak di komoditas-komoditas di wilayah penjualannya.

Itu.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Masjid Kita

Dulu, kemarin, kita setiap hari, lima kali mendengar seruan adzan. Terkadang kita lalai untuk memenuhi panggilan itu. Shalat jamaah di Masjid.

Alhamdulillah, sekarang panggilan itu masih berseru. Namun, kita tidak dapat memenuhi panggilan itu, dengan hadir ke sumber suara. Karena wabah. Sudah memerah. Di banyak daerah.

Demikian, mungkin makna status sebagian sahabat kami. Di media sosial. Yang rindu jamaah di masjid.

Itu juga yang terjadi di Masjid kami. Masjid Nurul Jannah. Adzan masih berkumandang. Namun karena kami taat dengan Pemerintah, dan mendukung program memutus rantai wabah, kita bersabar untuk tetap shalat di rumah.

Masjid kami berkapasitas jamaah shalat lebih dari 3.000 jamaah shalat. Dengan 7 pintu masuk yang besar.

Didukung dengan 31 kran wudhu pria, 11 di bangunan sisi selatan, 9 di area parkir Selatan, dan 11 di bangunan sisi utara. 20 (9 di selatan, dan 11 di utara)  kran wudhu wanita. Dilengkapi dengan 12 (8 di selatan dan 4 di utara) kamar kecil pria plus ruang toilet khusus dengan 4 urinoir di sisi utara. Dan 10 (4 di selatan dan 6 di utara) kamar kecil wanita.

Fasilitas parkir kendaraan roda empat yang luas. Dua lokasi parkir kendaraan roda dua yang teduh dan lapang.

Dihiasi dengan taman yang indah, asri dan warna warni. Sejuk, bagai oase di tengah panasnya Gresik.

Didukung dengan koridor di sisi timur dan selatan. Halaman penghubung yang lapang. Sebagai cadangan saat idul fitri datang. Dan saat jumatan.

Kotak infak yang memudahkan orang berderma dengan harta. Menyebar di berbagai lokasi dan arah. Ada juga tautan jika hendak berinfak dan bersedekah lewat media daring, online.

Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk memakmurkan masjid. Pengajian, pendidikan dan dakwah. Taman pendidikan Al-Qur’an, diselenggarakan setiap sore. Kelompok bimbingan ibadah haji bagi yang hendak ibadah haji. Aula dan perpustakaan di sisi selatan. Untuk mendukung aktivitas keilmuan. Sekretariat untuk mendukung dan mengelola operasional dan administrasi masjid.

Yaa Allah, segera angkat wabah dan penyakit ini dari negeri kami. Dan lapangkanlah hati kami, sehatkanlah raga kami, untuk kami mampu, bisa dan mau untuk kembali memenuhi panggilan muadzin di Masjid kami.

Aamiin

(Wiyanto Sudarsono)

Catatan tambahan : Tulisan ini, adalah catatan singkat yang sekaligus sebagai langkah awal kami dalam menyusun Profil Masjid Nurul Jannah. Menyempurnakan profil yang pernah disusun sebelumnya.

Posted on Leave a comment

Kejar Target Bulanan

Dulu, di akhir 2015 saya pernah menulis artikel tentang tips penjualan di akhir tahun. Khususnya tiga bulan terakhir. Dan aplikasinya di empat produk utama yang kami jual.

Hari ini saya senang. Bercampur gemas. Juga sedih. Setelah mengamati sebagian data penjualan.

Data Itu…..


Bulan ini kami menerapkan ketentuan dalam kontrak jual beli. Bahwa SO (Sales Order) – – dokumen yang menyatakan Distributor telah membayar dan bisa ambil barang– yang berumur atau belum diambil sampai lebih dari 15 hari setelah tanggal terbit, akan dikenakan denda sewa gudang.

Berikut data itu. Data SO-SO yang kena denda. Ternyataaaaaa….

53 persen terbit pada dan setelah tanggal 20 tiap-tiap bulannya. Atau 706 SO dari 1.324 SO yang belum diambil itu, terbit di dasarian ketiga. 10 hari terakhir.

28 persennya, 377 SO dari 1.324 terbit setelah tanggal 25. Atau 5 hari terakhir setiap bulannya.

Hanya sisanya, atau 18% terbit di dasarian pertama dan kedua.

Ah Itu kan jumlah dokumen. Secara volume penjualan, ups SO ding – – karena belum jadi penjualan atau omzet jika belum diambil atau di GI (Good Issue)–, bisa jadi berbeda datanya.

Ternyataaaaaaaaaa…..
61 persen volume SO tersebut, terbit pada dan setelah tanggal 20 tiap-tiap bulannya. Atau 24.205 dari volume total 39.638.

Sedangkan, 36 persennya 14.278 terbit di 5 hari terakhir setiap bulannya.

Sisanya hanya 3% dari volume SO yang belum diambil, terbit di awal dan pertengahan bulan.

Arti yang Bisa Muncul

Entah karena menerapkan tips dalam artikel yang pernah saya tulis atau tidak. Ternyata banyak penjual yang berpola kejar target. Di akhir. Sayangnya tidak di akhir tahun. Tapi di akhir bulan. Setiap akhir bulan berkejar target. Paling tidak itu pengamatan dan perkiraan kami.

Setelah ketahuan di tanggal belasan. Target kok masih jauh, di tanggal 16, 17, 18, atau 19, para penjual kita gupuh, panik. Termasuk yang di head quarters. Markas besar.

Penjual kita, mungkin bergerak setelah dikontak markas besar. Baru penjual kita melakukan approaching, probing, negotiating, dan closing. Mungkin disertai pushing. Agar tidak pusing dan pening.

Itu mungkin yang tergambar dari data yang ada. Bahwa penjual kita, bergerak agresif di akhir bulan. Itu yang terlihat dari data SO yang belum diambil sampai dengan 17 Maret 2020.

Perencanaan

Sekali lagi saya mengingatkan ini. Perencanaan. Bagi Penjual, jelas rencana jual.

Berapa target bulanannya, dibagi ke pelanggan mana saja. Dilayani dari gudang mana. Berapa stok yang ada, berapa tambahan yang diperlukan. Bagaimana dukungan dari unit logistik dan pergudangan.

Terus, harus kemana bulan ini. Pelanggan mana yang perlu dikunjungi. Permasalahan apa yang perlu diatasi. Dan seterusnya, sesuai aktivitas penjualan seharusnya.

Bisa Berbeda

Data sisa SO yang kami amati, mungkin saja berbeda. Dengan data penjualan secara total. Namun, data yang ada, SO yang tidak terambil sampai 17 Maret didominasi oleh SO akhir bulan.

Lha awal bulan kemana? Ngapain aja? Saya tidak tahu. Kondisinya mungkin begitu berbeda, saat ini. Administrasi? mungkin. Rapat? mungkin. Kok sampai 20 hari. Saya tidak tahu persisnya.

Semoga saya salah mengira.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Epidemi Pemasaran

Grafik Eksponensial, menukik tajam.

Penyakit menular yang menjangkit dengan cepat di daerah yang luas dan menimbulkan banyak korban/penyitas, misalnya penyakit yang tidak secara tetap berjangkit di daerah itu; wabah. Itu definisi epidemi di KBBI. Jika daerahnya luas sekali bahkan global, disebut pandemi.

Salah satu prinsip epidemi adalah bahwa perubahan kecil, entah bagaimana dapat berdampak besar. Dua prinsip lainnya adalah bersifat menular, dan perubahannya tidak bertahap tapi dramatis.

Contohnya Flu. Saya tidak ingin mencontohkan yang sedang berlangsung sekarang.

Galur virus flu memiliki laju infeksi 2%. Artinya, satu dari 50 orang yang mengalami kontak dengan para virus tersebut akan tertular. Dengan izin Allah, tentu saja.

Jika ada 100 pembawa virus flu, misal 1 orang kontak dengan 50 orang dalam sehari, entah di bus, pesawat, di Masjid, di tempat ibadah lain, di toilet umum, dll, maka 100 akan menularkan virus flu ke 100 orang baru. Yang tertular 100 orang pertama tadi, besoknya akan menularkan masing-masing ke 100 orang baru.

Pada kasus Flu, 100 orang yang pertama dimungkinkan akan sembuh. Sehingga laju penularan dan kesembuhan akan sama. Ajek. Dalam keseimbangan yang sempurna. Pada musim panas dan gugur.

Namun, jika pada musim dingin, pertemuan perorangan bertambah 5 saja, Artinya jika satu orang berubah menjadi bertemu 55 orang per hari. Hasilnya akan berbuah. Perkembangannya bisa eksponensial. Meroket tajam.

Perubahan kecil (penambahan 5 orang) itulah momen-momen dengan kepekaan sangat tinggi dan memberikan hasil/dampak luar biasa.

Epidemi Para Penjual

Prinsip epidemi – – perubahan kecil, entah bagaimana dapat berdampak besar– ternyata ini juga yang dicari dan dilakukan pemasar dan penjual.

Tugas pemasar dan penjual adalah mengepidemikan merek atau produk. Tugas utamanya adalah mengubah kurva kepedulian. Membuat jumlah pelanggan yang peduli terhadap merek dan produk menjadi eksponensial. Menukik tajam ke atas.

Salah satunya adalah melalui orang-orang yang bertemu banyak orang. Agar menularkan value, nilai produk kita ke orang lain. Dengan jumlah yang banyak. Dramatis.

Kebanyakan penjual di produk pertanian mencoba mencari “penular virus”  di lingkungan petani. Yang sukses. Yang jadi panutan. “Key Farmer“.

Key farmer ini, terus diinfeksi dengan virus produk yang dijual. Dengan harapan, petani ini bertemu dengan petani lain. Menularkan virus nilai produk di komunitasnya.

Tapi ada juga penjual yang menularkan sendiri. Menjadi penghubung, pembawa virus nilai produk ke banyak orang. Dengan menemui banyak orang.

Berapa perbedaan jumlah orang yang ditemui agar grafiknya eksponensial? Saya belum punya pengetahuan tentangnya. Bisa jadi, semakin banyak yang ditemui makin baik, dengan cara yang tepat.

Tapi saat ini, dengan adanya epidemi yang sebenarnya dilingkungan kita, batasi pertemuan dengan orang. Lakukan Physical Distancing dan tingkatkan social solidarity. Mengutip status teman FB saya.

#TetapSehat. #JagaJarak. #TetapPeduli

(Wiyanto Sudarsono)

Catatan : Kutipan dan bahasan tentang Prinsip Epidemi dan Flu diambil dari “Tipping Point” karya Malcolm Gladwell Hal. xvii dan 305 edisi Bahasa Indonesia.

Posted on

Jangan Mepet

Stop Stop Mbak
Stop Stop Mas
Ojo ngono tho Mbak
Jaga pandangan Mas
Jaga pandangan Mbak
Dari pandangan mata bisa jadi kerasukan
Kerasukan apa saja bisa jadi terlarang

Jangan Mepet-Mepet!
Jangan Mepet-Mepet!
Jangan Mepet-Mepet!
Jangan Mepet-Mepet!

Itu lirik atau syair yang mengajak untuk jangan dekat-dekat. Terutama antara Mbak dan Mas. Agar jangan mepet-mepet.

Dengan merebaknya gejala saat ini. Kampanye jangan mepet-mepet menjadi populer. Jaga jarak terhadap orang lain.

Sampai di salah satu hotel tempat saya menginap semalam, ada penanda. Dari lakban hitam (tidak permanen). Di lantai liftnya. Tanda tempat berdiri dan harus menghadap kemana. Mungkin agar tidak kena cipratan saat ada yang bersin. Demikian dugaan kami.

Ada hikmah dibalik setiap kejadian atau musibah. Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu memahami hikmah adanya musibah ini.

Semoga kita termasuk hamba yang bersabar dan bersyukur. Semoga Allah menghindarkan kita dari musibah ini.
Aamiin…

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Mertuamu Sekalipun

Catatan tentang Saluran Penjualan

Saluran atau media dibutuhkan dalam hampir banyak hal. Komunikasi, fluida/cairan, termasuk air PDAM membutuhkan media. Untuk berpindah, untuk sampai ke tujuan yang di harapkan.

Produk (barang atau jasa) juga demikian, membutuhkan saluran. Untuk bergerak dari produsen sampai kepada penggunanya. Pelanggan.

Saluran penjualan banyak pilihannya. Ada beberapa. Ada yang panjang ada yang pendek. Ada yang besar ada yang kecil. Persis seperti pipa air PDAM.

Ini yang disebut dengan Sales Channel atau Distribution Channel. Saluran yang menghubungkan agar barang atau jasa sampai ke pelanggan.

Saluran ini juga berkaitan aliran barang, pembayaran, dan manajemen (promosi, serah terima order pembelian/penjualan, dll).

Saluran penjualan ini berlaku untuk berbagai jenis penjualan. Business to Business (B2B), Business to Customer (retail) dan variannya. Tentu saja beda jenis penjualan, bisa beda pula saluran yang digunakan.

Saluran Penjualan Ritel

Ada beberapa juga pola saluran penjualan retail. Kalau dijabarkan bisa panjang. Dan lebar. Ringkasnya begini.

Saluran Konvensional

Penjualan ritel konvensional atau tradisional melibatkan Distributor dan Pengecer atau retailer.

Barang dari produsen atau manufacturer atau lebih kerennya dari principle dijual kepada distributor (umumnya dalam jumlah besar), dari Distributor dijual ke Pengecer (dalam jumlah agak besar), dari Pengecer di jual kepada pengguna akhir dalam bentuk eceran.

Dari Distributor ke Pengecer, bisa jadi ada pemain tengahnya. Ia adalah Pedagang besar, wholesaler.  Atau R1. Pedagang besar ini menjual ke Pengecer dan bisa juga ke pengguna akhir, tentu dengan harga yang berbeda. Biasanya karena perbedaan volume penjualan.

Ada juga dari produsen ke wholesaler, pedagang besar. Biasanya tidak ada kontrak dan program tertentu. Tentu dengan harga yang berbeda dengan harga ke Distributor. Jika lewat Distributor terdapat kontrak dan program tertentu.

Distributor, Wholesaler, Pengecer, melakukan kegiatan yang relatif sama. Membeli, menyimpan, dan menjual. Itu istimewanya saluran konvensional. Ada aktivitas menyimpan barang. Tentunya ada risiko di sana.

Saluran Modern

Saluran ini memungkinkan penjualan dari produsen kepada Pengecer, tanpa lewat saluran Distributor atau pedagang besar. Pengecer menjual kepada pengguna akhir. Ini retailer atau pengecer modern. Alf**art atau Ind***ret adalah contoh pasnya. Supermarket juga termasuk jenis ini.

Saluran pengecer modern ini juga ada aktivitas menyimpan barang yang dibeli dari produsen.

Adalagi, dari produsen langsung ke pengguna akhir. Perorangan. Bukan ke Industri. Kalau ke Industri, badan usaha, namanya B2B, bukan ritel.

Penjualan dari produsen langsung ke pengguna akhir, umumnya menggunakan media terkini. Online, daring. Web atau aplikasi. Melalui telepon atau sosial media juga bisa. Atau via saluran market place.

Penyedia layanan market place tidak melakukan aktivitas menyimpan. Hanya menghubungkan, pembeli dan penjual. Mirip makelar. Blantik.

Titik Amatan

Saluran mana saja yang digunakan produsen untuk menjualnya produknya? Itu menjadi strategi perusahaan.

Strategi, menetapkan atau memilih  pilihan tertentu dari serangkaian pilihan yang ada. Sudah ada pilihan, tinggal memilih. Strategi, atau kebijakan juga boleh.

Tapi, saya mengamati ada tiga hal yang perlu diperhatikan :

1. Pengetahuan atas pembeli atau salurannya.
Know Your Customers. Kenali pelanggan Anda. Ini kunci dari penjualan ritel. Paling tidak untuk salurannya. Distributor dan Pengecer. Pada saluran konvensional dan Pengecer modern.

Artinya, produsen bertransaksi dengan pihak yang diketahui. Bahkan mungkin berkontrak. Mengatur beberapa hal dalam jual belinya, misal harga, jumlah yang diperjualbelikan, harga jual pembeli ke saluran berikutnya, beserta hak dan kewajiban para pihak.

Penjualan dengan saluran yang langsung ke pengguna akhir, hendaknya juga diketahui. Pembelinya. Ini bisa dilakukan dengan saluran online/daring bisa. Ada datanya.

2. Harga
Jika produsen menggunakan lebih dari banyak saluran, harga tentu berbeda, untuk tingkat saluran satu dengan yang lain. Harga jual ke Distributor, tentu berbeda dengan Harga jual produsen ke pengguna akhir secara langsung.

Harga produsen ke pedagang besar/ wholesaler tanpa kontrak, tentu berbeda dengan harga ke Distributor dengan kontrak.

Jika harga sama, akan hancur harga di pasar. Price, dalam bauran pemasaran bisa kacau balau.

3. Prasarana/sistem pendukung
Untuk melaksanakan fungsi saluran penjualan, tentu produsen perlu memiliki sistem. Sesuai dengan saluran penjualan yang dipilih.

Misal, sebuah perusahaan dengan kapasitas produksi dan sasaran pelanggan yang menjangkau seluruh Indonesia. Jumlah target pelanggan/pengguna akhir 46 juta orang. Ingin melayani penjualan langsung ke pengguna akhir, tentu beda sistemnya, dengan apabila perusahaan menggunakan Distributor yang jumlahnya mungkin hanya 5. Atau Distributor yang Jumlahnya 34.

Tentu, dengan jangkauan pasar yang luas, jumlah pengguna akhir yang banyak, kita tidak bisa menggunakan jurus mabuk dalam penjualan Retail. Siapapun yang beli langsung kita layani. “Bahkan mertuanya yang beli kita layani”. Padahal kita tidak tahu mertuanya siapa? Atau mertuanya ada berapa? Seolah tanpa ada strategi dalam saluran penjualan. Atau itu juga strategi ding, strategi sembarang boleh.

Apalagi dengan harga yang sama siapapun yang beli ke kita. Harga sama berapapun volume pembeliannya. Apalagi tanpa sistem yang memadai. Untuk melayani jumlah transaksi yang banyak.

Bisa “Gendeng mangan salep”, kalau senior kita dulu bilang.

(Wiyanto Sudarsono)