Seri-10, Layanan
Professional image adalah konstelasi/penggabungan dari representasi (hal) yang nyata dan terlihat dengan persepsi yang dihasilkan dari perilaku seseorang sebagai seorang profesional, berkaitan dengan perilaku etis dan kompetensi (yang dimiliki). (Service Operation, MIM Academy, Esensi, 2009).
Kalau dapat saya rumuskan dengan metode terbalik, sebagai berikut: Perilaku etis dan kompetensi yang kita miliki, hendaklah memadai sebagai seorang yang profesional (cakap). Dalam bidang kita tentunya, misal penjualan, pemasaran dan layanan. Perilaku dan kompetensi tersebut harus dipersepsikan dan ditampilkan dengan baik melalui hal yang nyata/terlihat.
Penampilan secara profesional terkait dengan bidang pekerjaan dan tentu saja pelanggan yang dihadapi. Jika pelanggan yang akan kita hadapi adalah korporasi, pemerintahan, lembaga tertentu, maka pakaian berwarna dasar, model formal adalah hal yang standar. Celana kain dipadukan kemeja lengan panjang, pakai dinas harian perusahaan, dipadukan sepatu pantofel dapat menjadi pilihan. Batik dengan bawahan warna hitam, adalah pilihan yang bisa di segala suasana. Jas dengan dasi terkadang diperlukan untuk pelanggan dan momen tertentu.
Jika pelanggan kita adalah distributor, retailer, saya lebih menyukai semi formal. Kemeja lengan pendek atau kaos berkerah, dipadukan celana bahan atau jins warna gelap, dan sepatu kets atau sneakers adalah tampilan yang memadai.
Saat turun ke kebun atau sawah bersama petani, pakaian lapang, sepatu boots, adalah hal nyang perlu disesuaikan. Keamanan saat menggunakan pupuk dan pestisida juga perlu disiapkan. Jangan enggan turun ke sawah. Lepaslah alas kaki. Nikmati asiknya berinteraksi dengan alam dan lingkungan.
(WS)
Penjual Profesional
Seri Ke-9, Serial Layanan

Kita harus profesional. Sebagai penjual pun harus profesional. Penjual di industri pertanian, juga harus profesional.
Profesional artinya memenuhi kualifikasi atau keahlian dalam bidang tertentu, termasuk penjualan dan layanan di sektor pertanian. Profesional paling utama adalah dalam kompetensi dan kinerja. Yang harusnya dapat diperlihatkan secara baik dalam penampilan: profesional image.
Bukan hanya kompetensi dan kinerja, penampilan juga harus terlihat profesional. Karena penjual adalah wajah bagi diri sendiri dan perusahaan. Pintu masuk mengenal isi dan apa yang akan disampaikan, serta jendela bagi pelanggan untuk mengetahui, termasuk menilai perusahaan.
Professional image juga memberikan kesan pertama terhadap kualitas pembicaraan, tawaran, dan layanan yang akan diberikan. Pertama ketemu orang penjualan, kita tidak tahu karakternya. Kita tidak tahu kualitas pembicaraannya, apa lagi produknya. Pertama yang dinilai adalah penampilannya.
Yang terpenting adalah, bahwa dengan berpenampilan profesional, berpenampilan yang baik, merupakan bentuk penghargaan kepada pelanggan. Pelanggan akan merasa dihormati, dihargai, dan diperlakukan dengan layak, apabila ditemui orang dengan penampilan yang menarik.
Pimpinan kami sangat peduli dengan penampilan ini. Bukan soal ganteng atau cantiknya. Bukan soal mahal atau murahnya, untuk dapat berpenampilan baik. Tapi pada lebih bagaimana tampilan itu rapi dan layak, serta sepadan untuk mewakili image perusahaan.
Pernah suatu ketika, istri saya mengingatkan agar saha merapikan rambut, membeli baju baru yang memadai, namun blm saya lakukan. Sampai tidak berapa lama, saya dipanggil pimpinan/atasan saya secara khusus. Terkait penampilan saya. Bagaimana penampilan harus merepresentasikan perusahaan, posisi, dan pelanggan. Saya ingat betul nasihat beliau. Dan bab ini saya persembahkan bagi penjual dan insan pemasaran di dunia pertanian yang telah berupaya memperbaiki dan menyesuaikan penampilan agar terlihat profesional sesuai kelompok pelanggan yang dihadapi.
(WS)
Layanan Positif
Seri Ke-8, Memberi Layanan

Untuk dapat memberikan layanan yang baik, kita harus memiliki pikiran dan sikap positif. Karena melayani adalah menularkan “kepositifan” untuk merumuskan solusi bagi permasalahan pelanggan.
Untuk mendapatkan nuansa (pikiran dan sikap) positif kita harus memahami diri sendiri dan bersikap terbuka untuk perbaikan diri. Terus belajar dan memperbaiki diri, mengembangkan toleransi, mengasah kepekaan, dan mengurangi Baper.
Bahasa kerennya adalah learning agility. Kemauan untuk terus belajar. Dengannya kita sebagai orang yang memberikan layanan kepada pelanggan, akan berjalan menjadi seseorang yang profesional.
Berpikir positif, akan melahirkan tindakan positif. Berusaha selalu menemukan sisi positif dalam setiap kejadian. Meningkatkan toleransi, dan mengurangi Baper.
Kita dapat menyusun ilustrasi. Jika ada Petani/Pengecer mengeluhkan dan mengatakan pupuk yang kita pasarkan tidak berkualitas. Dalam sikap positif dan kepekaan, kita berusaha memahami sudut pandang Petani/Pengecer.
Disisi lain, jika tidak ada keluhan, belum tentu kita sebagai penjual di hubungi oleh pelanggan. Ini kesempatan memberikan edukasi kepada pelanggan. Dan kesempatan bagi kita untuk mempraktikkan kompetensi penjualan (salah satunya penanganan keluhan).
(WS)
Ramadan, Bukan Puasa Layanan
Seri Sela, Memberi Layanan

Ada sebuah istilah dalam pemasaran yang saya sangat suka: seasonal marketing. Pemasaran Musiman. Sebuah strategi bagi brand (jenama) dan perusahaan untuk mendapat hasil -penjualan, profit dan target- lebih tinggi di musim dan waktu tertentu.
Ramadan dan Idul Fitri, misalnya. Momen terbesar umat Islam di Indonesia. Semua sepakat merayakannya. Banyak momen-momen yang bisa dimanfaatkan.
Diskon spesial, bundling khusus, meluncurkan produk baru dan khusus. Bahkan bagi produk yang sama sekali tidak terkait dengan Ramadan, mampu memanfaatkan musim itu untuk mengungkit penjualan. Rugi jika tidak mampu memanfaatkannya.
Tidak hanya di penjualan. Bidang layanan pun turut meramaikan. Beberapa jenama memberikan layanan khusus untuk momen spesial itu. Seperti yang dilakukan operator taksi terbesar di Indonesia ini. Memberikan takjil -makanan pembuka- bagi pelanggannya yang berpuasa. Meski tidak perlu ditanya: Anda puasa? Sebelum memberikannya. Lebih baik memberi layanan ini kepada semua pelanggan. Daripada ada pelanggan membutuhkan tapi tak mendapatkan.
Ramadan, bukan berarti puasa layanan. Bahkan geliat layanan makin meningkat tajam. Selain memberikan perhatian kepada pelanggan, membagi takjil juga berbuat baik bagi orang yang sedang beribadah. Semoga berbuah berkah.
(WS)
Bangunan Layanan
Seri ke-7, Memberi Layanan

RATER, akronim dari kelima dimensi atau elemen layanan. Yang secara akumulasi menegakkan dan membentuk bangunan layanan. Kekuatan, daya tahan, dan keindahan layanan tergantung bagaimana interaksi dan ikatan kelima elemen ini.
Reliability. -keandalan- Seberapa mampu perusahaan, unit kerja, atau personel memberikan layanan yang akurat kepada pelanggan. Akurat di sini adalah sesuai yang ditawarkan. Apa yang seharusnya diberikan? Apa yang dijanjikan?
Layanan yang andal selalu dinantikan pelanggan. Contoh sederhana. Jika seorang penjual telah berjanji akan berkunjung ke kios pada hari dan jam tertentu, apapun alasannya ia akan datang. Tepat waktu. Ini adalah penjual andal (reliabel) dalam memberikan layanan. Dalam hal ini janji bertemu. Penjual juga harus dapat dan bersedia memberikan bantuan terhadap kesulitan yang dihadapi pelanggan.
Assurance. Perusahaan, unit kerja, dan individu organisasi penjualan harus terpercaya, terjamin dalam memberi layanan. Data/informasi salah satunya. Keramahan, komunikasi yang mudah dipahami. Pengetahuan yang memadai dalam melayani pelanggan.
Seorang penjual pupuk -misalnya-, tentu harus dibekali informasi harga. Sangat tidak masuk akal jika seorang penjual menawarkan produk, ketika ditanya harga ia menjawab “sebentar saya tanyakan”. Penanya akan berpikir: “Serius Anda ini penjual pupuk”. Tanya dalam hati, tak percaya. Ini contoh penjual yang tidak siap melayani.
Tangible. Berwujud. Layanan yang baik harus terwujudkan. Tergambarkan dan dirasakan secara yata. Sebagai penjual tentu harus rapi, fasilitas memadai, alat kerja yang mencukupi. Kalau di dunia pertanian tentu menyesuaikan dengan pelanggan yang dihadapi. Tidak perlu lebai, tapi memadai.
Sepatu lapang, celana jins, kaos berkerah, warna yang sepadan, rambut tercukur dan tersisir rapi adalah tampilan untuk kunjungan ke petani atau ke kios. Jas berdasi untuk pelanggan korporasi adalah yang lumrah terlihat.
Empati. Perhatian terhadap pelanggan. Apakah kita memahami pelanggan? Apakah kita bersedia mendengarkan pelanggan? Pertanyaan yang perlu ditanyakan untuk mengukur tingkat empati kita. Empati adalah soal mendengarkan. Dan kita telah diskusikan di bagian sebelumnya (mendengarkan untuk memahami).
Responsif. Layanan harus cepat dan tepat. Untuk itu diperlukan kepedulian dan keingintahuan terhadap kesulitan yang dihadapi pelanggan.
Saya memiliki pengalaman menarik. Sebagai pelanggan. Kemarin, saya memesan layanan hotel. Via aplikasi daring bergambar burung. Saat lapor hendak masuk hotel tujuan, kupon pesanan dilihat. Ternyata keliru. Saya memesan untuk hari berikutnya. Saya pun diminta menyelesaikan dulu dengan pihak aplikasi.
Saya meninggalkan hotel untuk makan malam sabil menelepon layanan pelanggan. Suara yang phonogenic menyapa di ujung saluran. Menanyakan kesulitan saya. Saya menjelaskan bahwa telah salah pesan dan ingin mengganti jadwal menjadi malam ini. Padahal, sesuai pesanan adalah besok.
Dia pun meminta waktu untuk memproses (2 menit, tanpa mematikan telepon). Lalu dia akan konfirmasi ke hotel (5 menit), dan akan menghubungi saya kembali. Lima menitan kemudian di menelepon. Dan perubahan saya disetujui. Dia juga menginformasukan bahwa dalam 10 menit perubahan kupon akan di email.
Semua prosesnya saya nilai presisi. Sangat andal, dapat dipercaya, terwujud nyata, responsif, dan berempati. Empatinya, tidak dikenakan biaya padahal jenis pesanan saya berjenis “tidak bisa di-refund” dan “tidak bisa reschedule”. Tampaknya dia paham, saya butuh penghematan. Empati mereka benar-benar yang terwujudkan.
(WS)
Bukti Andal
Seri-6, Memberi Layanan

Sebagai penjual -dalam skala yang lebih besar adalah perusahaan- harus mampu memberikan layanan yang memadai kepada pelanggan. Dan harus terbukti. Teruji dalam konsistensi. Bukan angin-anginan.
Ada pertanyaan sederhana untuk mengujinya. Apakah kita -sebagai penjual- mengetahui layanan yang dibutuhkan pelanggan? Apakah kita mengetahui layanan yang seharusnya diberikan kepada pelanggan? Apakah kita menyampaikan janji tertentu kepada pelanggan? Apakah kita telah memenuhi janji tersebut? Apakah kita selalu pada posisi memenuhi janji?
Sebagai contoh sederhana. Sebagai penjual, individu, unit kerja, atau perusahaan (misal pupuk), kita menjanjikan akan menyerahkan barang secara FOT (free on truck) sejak H+1 pembayaran hingga 21 hari ke depan.
Pelanggan memiliki kesempatan dan kewajiban mengambil barangnya sampai 21 hari kalender. Ketika pelanggan datang membawa truknya pada hari ke-15, ternyata barangnya belum tersedia. Atau habis. Atau sudah diambil pelanggan yang lain. Ini namanya cidera janji.
Reliability, keandalan layanan kita tidak terbukti. Kita tidak mampu memenuhi janji yang diberikan.
Perlu dipertimbangkan dalam memasang target layanan yang dijanjikan. Namun harus memadai. Artinya ada sebuah layanan dasar yang wajib diberikan. Seperti kasus di atas. Penyerahan barang bukan suatu hal yang bisa tidak diberikan. Ia layanan yang harus diberikan. Waktunya yang perlu dipertimbangkan. Tidak boleh terlalu lama. Ini pentingnya mendengarkan pelanggan dalam memberikan layanan. Kapan layanan harus diberikan kepada pelanggan?!
(WS)
Sentuhan Layanan
Seri-5, Memberi Layanan

Layanan bukan sesutu yang abstrak. Ia nyata. Bisa dirasa, sebagian bisa dilihat, dan bisa diukur. Karena itu layanan dapat diimplementasikan. Konsepnya disebut kualitas layanan (service quality).
Semua layanan yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada pelanggan, memiliki tingkat kualitas tertentu. Bisa baik ataupun buruk. Baik di satu sisi, bisa berbeda disisi yang lain.
Sisi layanan ini biasa disebut dimensi atau elemen layanan. Keandalan (reliability) , daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), Empati, dan nyata (tangible). Dimensi ini penting bagi perusahaan. Selain harus ada, ia harus berbeda dari perusahaan lain. Ini yang menjadikan layanan berkaitan dengan brand. Branded service.
Tingkat kepentingan masing-masing elemen juga berbeda. Sehingga perusahaan -termasuk para penjualnya- harus mampu memilih dan memilah mana dimensi yang harus diutamakan.
Akumulasi dimensi maupun masing-masing juga harus bisa diukur. Itu mengapa ada konsep CSI (Customer Satisfaction Index) untuk pelanggan secara umum. Dan ada ICSI (Internal Customer Satisfaction Index) untuk pelanggan internal atau unit kerja lain di perusahaan.
Ukuran ini diperlukan untuk mengetahui tingkat kepentingan dan performa masing-masing dimensi. Sehingga kita mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, mana yang perlu dipertahankan.
(WS)
Paradigma Layanan
Seri-4, Memberi Layanan

Banyak definisi layanan. Tapi saya tertarik dengan pandangan Hermawan Kartajaya. Yang melihat layanan sebagai sebuah paradigma -sudut pandang- perusahaan dan orang-orang di dalamnya. Pandangan untuk menciptakan dan memberikan nilai bagi pelanggan. Langsung maupun tidak langsung. Melalui produk dan jasanya.
Begitu menyeluruh ruang lingkup layanan ini. Bukan hanya bagi front office, garis depan, ujung tombak atau karyawan yang bertemu pelanggan secara langsung. Tapi mencakup seluruh karyawan atau personel dalam perusahaan.
Paradigma layanan, akan memberikan arahan kepada segenap tim, bahwa sekecil apapun kontribusi yang diberikan akan berdampak pada pelanggan. Dan sebaliknya. Dan juga, dapat kita pahami bahwa setiap orang di organisasi, memiliki pelanggan. Yakni pengguna dari hasil pekerjaannya.
Lebih jauh lagi, pandangan ini mengantarkan kita pada sebuah gagasan bahwa setiap usaha adalan service business. Bisnis layanan. Bagaimana tidak? Penciptaan nilai bagi pelanggan, merupakan tujuan bisnis itu sendiri.
Karena itu, keberlangsungan bisnis, mengikuti keberlangsungan layanan yang diberikan. Terus menerus. Produk atau jasa plus layanan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan.
(WS)
Layanan Lotal
Seri-3, Memberi Layanan
Pernahkah Anda memiliki kekuatan tekad untuk tidak belanja di suatu toko? Bukan karena produknya mahal. Bukan karena kualitas produk yang dijual jelek. Namun, karena tidak ada tempat parkir, atau karena pramuniaganya tidak pernah tersenyum.
Lokasi parkir dan senyuman adalah bagian dari layanan. Bukan itu yang dijual oleh perusahaan. Tapi itu menjadi penentu keputusan pelanggan.
Dan sebaliknya, kita bisa jadi belanja suatu produk, hanya karena parkir yang lapang dan mudah, serta sambutan yang ramah. Dan biaya peningkatan layanan ini akan terbayar dengan didapatkannya pelanggan yang loyal. Pelanggan setia.
Peningkatan loyalitas pelanggan sejatinya akan memberikan efesiensi lanjutan. Mendapatkan pelanggan baru, lebih mahal dibandingkan menjaga pelanggan lama.
Selain itu, dengan layanan prima, pangsa pasar meningkat. Peningkat pangsa pasar akan menurunkan biaya per unit barang.
Selain sebagai pembeda (diferensiasi), layanan juga menjadi suatu pemenuhan atas ekspektasi/harapan pelanggan. Tidak hanya sebelum pembelian, tapi juga setelah pembeliannya. Pelanggan menginginkan “keep in touch” (Tetap terhubung) dengan brand yang dibelinya.
Layanan juga dapat sebagai obat. Jika dilakukan dengan benar. Obat dari kekecewaan atas transaksi atau produk yang dilakukan. Hanya layanan yang dapat mengobati kekecewaan. Yang terkadang bisa tanpa biaya.
(WS)
Layanan Pembeda
Seri-2, Memberi Layanan

Industri saat ini begitu terbuka. Nyaris tanpa sekat. Dengan rentang kualitas produk yang lebar. Terkadang sulit membedakannya. Kualitas terbaik tentu tetap mendapatkan perhatian. Kemudian keterjangkauan harga menjadi pertimbangan. Akhirnya value bagi pelanggan yang menentukan.
Pada level kualitas yang sama, brand sebagai pembeda awal. Harga sebagai penilai. Dan layanan yang secara tidak langsung menjadi pertimbangan pelanggan untuk meneruskan pembelian, melakukan permintaan ulang, atau akan merekomendasikan kepada kawan.
“Penjualnya enak, ramah. Respons cepat”.
“Kalau ada masalah setelah pembelian, tanggapannya cepat”.
“Kita didampingi saat pemupukan pertama”.
Itu hal yang kerap terdengar dari pelanggan yang puas dengan layanan. Dan itu menjadi pembeda dengan produk dan perusahaan sejenis.
Pelanggan akan mengingat hal positif dari penjual. Terutama layanan setelah transaksi dilakukan. Pelanggan akan memberikan rekomendasi yang menghasilkan “getok tular” (Word of mouth) kepada calon pelanggan lain. Rekomendasi yang positif.
Layanan memang bukan hal yang secara langsung melekat di produk. Namun ia menyertainya dan tidak bisa lepas darinya. Mengapa? Karena produk tidak bisa hadir kepada pelanggan dengan sendirinya. Ada serangkai aktivitas. Karena itu layanan tidak bisa lepas dari tugas seorang penjual.
Tidak ada dalam kamus penjualan: “soal komplain, layanan, bukan urusan saya”. Bahkan layanan adalah hal yang harus ditampilkan pertama oleh penjual (salesman), organisasi dan perusahaan. Tampilan, komunikasi, penanganan keluhan, merupakan bagian dari layanan. Karena itu saya tertarik mempelajarinya lebih detail. Dan membagikan kepada pembaca.
Semoga bermanfaat
(WS)