dan #KaburAjaDulu

Ramai sekali tanda pagar (tagar/hastag) #KaburAjaDulu di media sosial dan pemberitaan. Beragam tanggapan dari pemangku kebijakan -yang saya kira bukan oknum-. Pimpinan dan perangkat kebijakan adalah representasi/perwakilan dari organisasi dan lembaga yang dipimpinnya.
“Mau kabur, kabur sajalah. Kalau perlu jangan balik lagi, hi hi hi” Wamenaker menanggapi tagar tersebut, sebagaimana dikutip Kompas. Ada juga tanggapan yang menganggap tren tagar tersebut tanda warga tak cinta tanah air.
Terlepas dari pro dan kontra atas tagar tersebut, termasuk respons atas tanggapan yang diberikan pemangku kebijakan, saya tergelitik untuk kembali mengingat dan merefleksi konsep retensi dalam pengelolaan manusia. Negara, sebagaimana organisasi dan perusahaan, adalah kumpulan dari individu-individu yang mengelola, mengisi, dan memperoleh manfaat atas keberadaannya. Tanpa orang-orang yang mengisi (mengelola dan dikelola), negara, organisasi, dan perusahaan hanyalah entitas kosong, cangkang administratif yang vakum, atau ditinggalkan.
Dalam pengelolaan manusia, boleh lah disebut sumber daya manusia (SDM) di sebuah perusahaan, kita mengenal retensi karyawan. Konsep ini saya kira dapat dibawa ke rentensi anggota untuk organisasi atapun retensi warga negara untuk sebuah Negara. Pengelolaan ini terkait faktor yang memengaruhi retensi dan upaya apa yang perlu dilakukan untuk menjaga retensi.
Upaya menjaga retensi erat kaitannya dengan cara yang ditempuh oleh pengelola (pengurus, manajemen, atau pemerintah) dalam mempertahankan agar anggota, karyawan, dan mungkin warga negara agar tidak pergi dan tetap sejahtera/bahagia. Menjaga ekspektasi dan kemampuan pemenuhannya adalah juga yang biasanya didiskusikan di kelas-kelas manajemen SDM.
Yang saya ketahui, perpindahan karyawan dari satu perusahaan ke perusahaan lain adalah hal yang lumrah dan biasa. Tidak selalu karena kecewa, bisa karena ingin naik kelas, ingin belajar hal baru, atau karena alasan lain yang bagi orang tersebut layak diperjuangkan. Uang dan kesejahteraan, menurut saya adalah alasan yang paling mudah diterima. Nilai (sebut saja demikian untukmenggantikan uang) adalah alasan logis dalam pengambilan keputusan: pindah atau bertahan. Meski keputusan bertahan atau meninggalkan, dapat diambil secara emosional. Emosi yang saya maksud misal cinta, loyal, benci, kecewa, marah, namun, ini sulit dikelola.
PR kita saat ini adalah bagaimana menjaga retensi, dengan tetap meminta mereka tetap produktif. Bukan hanya bertahan tanpa bara dalam hati untuk berkontribusi.
-WS-