Posted on Leave a comment

Penulis Merdeka

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Menulis adalah proses memerdekakan diri. Entah saya pernah mendengar atau membaca dimana. Merdeka dalam menulis. Kayaknya judul buku. Setelah saya cek di google, ternyata betul, buku yang telah lama saya miliki Writing without Teacher oleh Peter Elbow.

Sore ini saya belajar lagi tentang bagaimana menulis. Nama kelasnya “Kupas Tuntas Kesulitan Menulis”. Diasuh langsung oleh Guru kami Cahyadi “Pak Cah” Takariawan.

Kelas lebih pada menjawab dan menuntaskan pertanyaan peserta. Pertanyaan seputar kesulitan menuliskan gagasan, dan tentang kesulitan “percaya diri” dengan karya tulis sendiri.

Kelas didomimasi oleh peserta dari kaum ibu. Luar biasa. Saya selalu terkagum dengan kemauan ibu-ibu untuk berkarya.

Saya sedikit berbagi. Bahwa kesulitan menulis penyebabnya adalah ketakutan. Solusi darinya adalah mengatasi ketakutan.

Takut dinilai kurang ilmiah, perbanyak referensi. Kalau perlu buat penelitian sederhana dengan metode ilmiah. Tentu ketakutan ini tidak perlu terjadi, jika kita menulis fiksi.

Takut dirasa terlalu ilmiah. Buat lebih ngepop. Lebih ringan. Tulisan Dahlan Iskan bisa menjadi bacaan dan contoh menarik menge-popkan tulisan ilmiah.

Takut dinilai tidak berkualitas. Receh. Receh mana antara punya tulisan dengan tidak sama sekali?!

Takut dinilai plagiat. Cantumkan referensinya. Jujur, hanya itu saja untuk mengatasi ini.

Takut mengutip tidak pas pemahamannya. Buat pengecualian atau pemakluman (disclaimer). Misal, sesuai yang saya pahami dari buku MANTAP karya Wiyanto Sudarsono, bahwa penampilan bagi seorang penjual di sektor pertanian itu perlu. Meski bertemunya dengan petani. Tentu, penampilan yang sesuai dengan aktivitas lapang pertanian.

Ketakutan sebenarnya bisa menjadi motivasi menulis juga. Saya terinspirasi dari film  Collateral Beauty (2016) bahwa ada tiga hal penting bagi kita: cinta, waktu, dan kematian (saya lebih senang dengan ketakutan). Ini berlaku di dunia pemasaran.

Karena cinta, kita melakukan sesuatu. Termasuk mengungkapkan cinta. Pengungkapan bisa dengan kata. Maka tuliskanlah agar bertahan lama, kata-kata itu.

Karena tidak ingin menyiakan waktu, maka kita berbuat segera, dan pengennya cepat. Agar manfaat kita (ilmu, pengalaman, dll) melampaui waktu umur kita, maka menulislah. Segera! Agar waktu kita tak tersia.

Ketakutan. Kita semua takut dilupakan, kita takut tidak membawa manfaat. Kita takut….ah terlalu banyak ketakutan itu.

Menulislah yang bermanfaat maka kita akan diingat. Kita menyebarkan manfaat. Apapun itu. Merdeka!!

Sambil makan nasi goreng, menunggu isya di sebrang Masjid.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Dilema Alokasi

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Telah diketahui bersama bahwa alokasi pupuk bersubsidi (puber) tidak sesuai dengan kebutuhan di e-RDKK. Secara Nasional, alokasi Puber tahun 2021 hanya 37% dari total e-RDKK.

Terdapat beberapa pelaku distribusi (Distributor dan pengecer) memiliki pemahaman bahwa penyaluran Puber kepada petani maksimal hanya 30-an persen dari jumlah kebutuhan e-RDKK masing-masing petani. Menyesuaikan alokasi yang ada, secara proporsional. Sejak awal tahun dilayani hanya 30% dari kebutuhan di e-RDKK masing-masing petani.

Gambarannya begini. Petani di e-RDKK tercatat merencanakan tanam 4 ha di tahun 2021. Kok bisa? Luas tanam 4 ha itu didapat dari luas area usaha tani yang diusahakan seluas 2 hektar. Setahun dilakukan dua musim tanam (MT), atau dua kali pemupukan (tanaman perkebunan) masing-masing 2 ha, sehingga dalam setahun 4 ha.

Setiap musim, Petani membutuhkan 400 kg Urea. Termasuk di MT 1 awal tahun ini. Dengan pemahaman hanya dapat dipenuhi 30% kebutuhan, Pengecer hanya akan melayani penebusan petani sejumlah 120 kg di MT ini. Ini pemahaman yang saya temui ketika kunjungan ke sejumlah pengecer.

Pemahaman ini seolah benar. Jika penebusan Petani sesuai e-RDKK, maka alokasi akan habis sebelum setahun. Pemahaman ini juga memaksa angka alokasi agar “dicukup-cukupkan”.

Padahal, petani berhak menebus pupuk bersubsidi apabila bergabung dalam kelompok yani, terdaftar dalam e-RDKK,  membawa fotokopi e-KTP, dan mengisi form penebusan (form 8). Petani berhak menebus pupuk bersubsidi kepada pengecer selama memenuhi persyaratan.

E-RDKK atau Proporsi Alokasi

Mari kita tengok ketentuan penyaluran pupuk bersubsidi. Permentan 49 tahun 2020 tentang HET dan Alokasi Pupuk Bersubsidi TA 2021, menyatakan Puber diperuntukkan bagi petani yang melakukan usaha tani maksimal 2 ha tiap musim tanam (kecuali perikanan, maksimal 1 ha), tergabung kelompok tani, terdaftar di sistem e-RDKK, menunjukkan e-KTP, mengisi form. Penebusan. Demikian dalam pasal 3 ayat 1 dan 2 Permentan.

Pada pasal 13 Permentan, penyaluran Puber dilakukan sesuai ketentuan di bidang perdagangan yang mengatur penyaluran Puber untuk sektor pertanian. Ketentuan dimaksud tidak lain adalah Permendag 15 tahun 2013. Yang mungkin sudah saatnya diperbarui.

Mari kita cermati ketentuan penyaluran di pasal 19. Pengecer WAJIB melaksanakan penyaluran pupuk  bersubsidi berdasarkan prinsip 6 tepat di lini IV kepada petani dan/atau kelompok tani berdasarkan RDKK.

Jika kita menggabungkan beberapa ketentuan Permentan dan Permendag di atas, maka pengecer WAJIB menyalurkan Puber kepada petani berdasarkan e-RDKK. Bukan sejumlah proporsional alokasi.

Hanya saja tetap terdapat pembatasan alokasi tapi ditingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Selama alokasi di tingkat kecamatan ada, maka petani yang menebus ke kios sesuai e-RDKK, maka wajib dilayani. Dan Distributor WAJIB menjamin kelancaran penyalurannya. Artinya jika pengecer menebus ke Distributor untuk melayani petani sesuai e-RDKK, maka harus dilayani.

Bagaimana kalau alokasi kecamatan habis?! Jika kalau alokasi habis maka Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pertanian Kabupaten melakukan realokasi. Dan berjenjang untuk wilayah kabupaten dan provinsi. Jika habis semua karena penyaluran sesuai e-RDKK?! Maka Optimislah musim tanam kali ini akan bagus. Karena petani memupuk dengan dosis sesuai anjuran spesifik lokasi.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Keys dan Tools

Bagian 2 (selesai)

Oleh: Wiyanto Sudarsono

The Keys, Para Penjual kita tidak dapat melakukan semua hal dalam pasar luas: ritel. Mereka hanya bisa mencari calon pelanggan, mendekati, menjajaki, presentasi, negosiasi, hingga berhasil melakukan berjualan dan mengakuisisi pelanggan. Sampai merawat pelanggan di masa depan masih bisa dilakukan. Namun bagaimana transaksinya? Bagaimana dengan jumlah pelanggan sebanyak itu!

Bisa saja tenaga penjualan kita juga melayani transaksi penjualan, namun ini sangat rawan fraud dan akan menjadi terbatas jumlah pelanggan yang dapat dikelola. Lain halnya dengan Pasar B2B. Yang jumlah pelanggan tidak sebanyak pasar ritel.

Disinilah perusahaan membutuhkan alat, tools. Inilah saluran penjualan. Tentu yang saya maksud bukan saluran langsung. Tapi yang menggunakan perantara dari produsen kepada pelanggan, pengguna akhir produk.

Distributor dan/atau peritel

Pilihan saluran penjualan yang tepat akan menentukan langkah pengelolaan. Mau langsung (umumnya pasar B2B), atau keagenan (atas nama produsen), atau kedistributoran (saluran konvensional distributor-peritel), pedagang grosir (pembeli jumlah besar, terserah dijual seperti apa), atau peritel modern. Banyak polanya. Pilihan tergantung dengan kebijakan produsen. Mau sejauh mana produsen ingin terlibat dengan konsumen. Juga tergantung karakteristik produk dan pasar.

Untuk produk pertanian (pestisida, pupuk), masih banyak menggunakan saluran konvensional. Baik murni atau campuran. Kita akan diskusikan soal ini.

Memilih Distributor

Memilih Distributor, bagi principle atau produsen, sama seperti orang memilih pasangan hidupnya. Harus hati-hati. Karena mereka (para Distributor) akan menjadi mitra mengarungi bahtera penjualan.

Syaratnya seperti apa, hak dan kewajibannya apa, fasilitasi yang diberikan brand apa. Harus jelas. Jangan ada dusta di antara mitra.

Distributor harus bisa dipercaya. Punya modal memadai untuk tiga sampai empat siklus penjualan. Bankable jelas syarat wajib. Kalau nggak dipercaya bank, sulit kita mendapat kepercayaan dari sisi keuangan.

Memiliki atau menguasai gudang dan sarana logistik. Secara perizinan dan fakta/ fisik lapangan. Ini yang membedakan Distributor dan makelar.

Produsen juga harus memberikan jaminan kontinuitas bisnis kepada Distributor. Kontrak multi tahun bisa dilakukan. Di std juga perlu investasi. Jika kontraknya satu tahun akan sulit bagi Distributor rencana investasi.

Memotivasi “alat” Penjualan

Meskipun sebagai mitra, tentu Distributor dan pengecer perlu di motivasi. Karena ingat bisa jadi Distributor dan terutama pengecer, bukan hanya menjual barang kita. Mereka juga menjual produk pesaing.

Motivasi yang diberikan harus “NENDANG”. Jangan hanya biasa saja. Atau sama sepanjang tahun. Perlu melihat jenis promosi penjualan yang pas, untuk waktu yang tepat. Tidak sepanjang tahun cashback.

Dua hal yang perlu dilakukan. Dirumuskan dengan saksama dan cermat, kedua dilaksanakan.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Kualitas Ekspor: Jangan Gagal di Pasar Ritel

PG sebagai produsen pupuk besar dan lengkap tentu tidak disangsikan lagi terkait kemampuan produksinya. Pupuk tunggal maupun majemuk mampu diproduksinya.

Kualitasnya pun diakui pasar internasional. Meskipun masih sebagai sebagai international supplier. Namun patut sedikit berbangga.

Salah satu produk PG yang cukup menguasai pasokan pasar India adalah NPS. Pupuk majemuk dengan kandungan Nitrogen, Fosfor dan Sulfur. Bahkan dengan kadar yang menarik 20-20-0+13S. Produk impor yang masuk Indonesia ada yang “hanya” memiliki kandungan 16-20-0+12S.

Tren ekspor PG dari tahun ke tahun juga menunjukkan pertumbuhan yang positif. Jumlah 57.500 ton di tahun 2016 telah tumbuh menjadi 285.910 ton di tahun 2020.

Meskipun angka tersebut berbentuk komoditas (ekpor nonbrand) kepada pembeli yang akan memberi merek, paling tidak itu menunjukkan pengakuan akan kualitas produksi PG.

Harapan di Pasar Ritel

Produk NPS sebenarnya memiliki peluang di Pasar domestik. Silakan berkunjung ke Sumatera Utara. Pupuk Putih begitu diminati. Pupuk putih adalah Ammonium Phonsphate yang tidak lain adalah NPS.

PG sebenarnya telah berangan untuk mewarnai Pasar NPS domestik. Dulu sekali, pernah ada sayembara merek untuk NPS dan NPK 16-16-8. Terpilihlah Fertigress untuk NPS dan PetroFert untuk NPK-nya.

Pola produksinya adalah menambah dan mengalokasikan paling tidak 2.000 ton untuk pasar ritel saat ada permintaan ekpor. Agar efisien, harga bersaing.

Peluncuran dan penjualan Fertigress tak kunjung menjadi kenyataan. Tersusul produk impian dan harapan baru: Phonska Plus.

Setelah Phonska Plus, baru terpikir kembali terkait NPS ini. Menjelma lah PetroNIPHOS. Bersamaan dengan NPK Nitrat biru (karena belum puas dengan Phonska Plus, atau gagal paham kenapa tidak biru dan tidak 16-16-16),  dan rebranding NPK 12.11.20 menjadi Ningrat.

Petro NIPHOS, merek baru, Fertigress terlupakan. Namun belum juga jadi kenyataan. Semoga segera, tidak lama lagi.

NPS PG punya keunggulan dari sisi kualitas. Diakui pasar Bollywood, ups India sebagai tujuan terbesar ekspor. Jadi, secara produk bagus. Sisa pengelolaan pemasaran penjualannya. Berhasil ekspor, jangan sampai di domestik jadi pengekor.

Terkait “NIAT” mengelola produk, kita patut mencontoh cara kita mengelola Phonska Plus. Semua memiliki fokus untuk keberhasilan produk dan brand dimaksud. Semuanya, semua unit kerjanya.

Selanjutnya, saya memberi tantangan ke kawan kami yang menangani ekpor NPK saat ini. Harus mampu ekpor dengan brand sendiri. Jadi international brand, bukan sekadar international suplier.

Bandara Fatmawati Bengkulu, 19 Feb 2020.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 1 Comment

Keys dan Tools

Gambar Kunci dan Alat

Bukan soal kelompok pemain musik (band). The Keys band lawas asal Inggris dan Tools band rock asal Amerika.

Keys dan Tools ini tentang dua hal dalam aktivitas dan pelaku penjualan. Kesuksesan penjualan dapat ditentukan oleh pengelolaan keduanya. Selain tentu saja: keberuntungan.

Dua pelaku penjualan tersebut adalah tenaga penjualan (sales people) dan saluran penjualan. Pengelolaan keduanya akan turut menentukan sukses atau tidaknya penjualan. Termasuk nyaman atau tidaknya kondisi atmosfer bekerja sebuah organisasi penjualan.

Sang Kunci (The Keys)

Tenaga penjualan yang dimiliki oleh Perusahaan, dapat disebut sebagai kunci sukses. Mereka akan membuka pintu penjualan: seharusnya demikian. Mulai babat alas –membuka pasar–. Mencari calon pelanggan dan mengakuisisinya menjadi pelanggan hingga merawat dan mempertahankan pelanggan.

Sebagai kunci, para tenaga penjualan harus dibentuk. Integritas, loyalitas dan kompetensinya. Sejak awal bergabung di tim penjualan. Integritas melalui interenalisasi nilai dan budaya perusahaan.

Kompetensi penjualan mutlak dimiliki. Pertama dan utama adalah kompetensi salesmanship atau sales operation –cara berjualan–. Kompetensi yang hendaknya diberikan pertama kali begitu bergabung sebagai tenaga penjual.

Kompetensi dan Kompensasi

Kompetensi berupa ketrampilan dalam memahami alur perjalanan pembeli. Dan mencocokan dengan proses penjualan yang semestinya dilakukan. Sehingga menghasilkan langkah tepat yang harus dilakukan kepada pelanggan atau calon pelanggan. Buku MANTAP adalah salah satu referensi untuk kompetensi ini.

Setelah kompetensi dimiliki, hal yang perlu ditekankan adalah memotivasi tenaga penjualan. Bagaimana organisasi penjualan memotivasi tenaga penjualnya.

Kompensasi, atau cara pembayaran adalah hal yang paling mudah dilakukan. Pembayaran jumlah besar pasti bukanlah semata-mata jawabannya.

Bayaran besar namun sifatnya KTKPS maka akan menjadi bencana. KTKPS, kerja tak kerja penghasilan sama. KTKPS menjadikan penjual yang hanya bermental “stand by“. Pembayaran hanya karena keberadaan. Untuk bergerak melakukan penjualan butuh pemanis lagi.

Mengurangi jumlah pembayaran karena semula berkonsep KTKPS, tentu bukan solusi. Namun mengubah cara kerja dan pembayaran akan lebih menjanjikan. Ada komponen pembayaran karena “Keberadaan”, ada komponen karena “posisi atau masa kerja”, dan ada pembayaran karena “KINERJA PENJUALAN“.

Pembayaran karena keberadaan dan posisi atau masa kerja bersifat tetap. Misalkan sesuai UMR atau UMK. Pembayaran yang sifatnya “kinerja penjualan” ini yang bervariasi sesuai capaian.

Bentuknya pun beragam bisa komisi: rupiah per volume atau sekian persen dari nilai penjualan yang dihasilkan. Bisa berbentuk bonus: dapat sekian jika mencapai target 100%.

Atau juga bisa berbentuk level atau proporsional sesuai capaian. Jika capai 50% maka hanya sekian, jika 75% maka sekian, jika 100% atau lebih maka bisa dapat sekian.

Pilihan itu bisa karena berbagai pertimbangan. Misalnya karena posisi siklus hidup produk yang dijual. Dan bisa berbeda antara satu produk dengan produk lainnya. Jika produk baru masuk pasar, maka insentif berbentuk komisi saya nilai sangat menarik.

Jika produk sedang tumbuh, maka pola proporsional akan sangat tepat dan memotivasi. Jika produk sudah stabil, maka bonus bisa jadi pilihan. Atau berdasar pertimbangan lainnya. Intinya, harus ada variabel pembeda berbasis kinerja, bukan KTKPS.

Pembayaran berbasis kinerja diberikan karena capaian dibandingkan target individu. Bukan lomba, seorang penjual dan penjual lainnya. Lomba boleh, hanya sekadar apresiasi tambahan, bukan program yang utama.

Bersambung…..

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Tak Terasa (Ada) Covid

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Sudah bisa berkeliling ke daerah kembali. Melihat berbagai sudut masyarakat yang beraktivitas lagi. Mulai siswa hingga petani. Mulai aktivitas usaha hingga ibadah.

Salat di masjid tanpa berjarak. Nikmat. Masker tetap saya kenakan. Anak-anak sekolah mulai diantar orang tua mereka. Meramaikan lalu lintas pagi.

Siraman rohani mengguyur hati selepas salat subuh pagi ini. Agak kaget diajak bersalaman. Sudah lama tidak bersalaman, tapi ada rasa bahagia ketika kembali bisa melakukannya. Tak terasa kalau masih ada covid.

Apakah covid itu betul ada?” Tanya jamaah yang duduk disebelah kiri saya selepas tausiah pagi. Ia tanya, seolah sangsi dengan keberadaan corona sebagai biang penyakit COVID-19.
Saya kena Juli lalu. 13 hari dirawat. Dengan 11 hari bergejala sebelumnya. Alhamdulillah selamat”. Jawab saya mulai mengubah keraguannya. Diskusi kami berlanjut hingga ke gejala, mengapa orang bisa lewat (meninggal) karena covid dan seterusnya.

Ada asiknya berdiskusi dengan jamaah masjid. Selalu mengingatkan dengan iman kepada takdir, pentingnya ikhtiar, pentingnya perlindungan Allah, sampai kepada masalah moral dan perbaikan masyarakat. Dan tentu saja terkadang pengambilan hikmah dibalik musibah.

Sajian pendamping tausiah pagi

Sambil menghabiskan kopi dan gorengan, jiwa ini diingatkan oleh pemateri. Melalui ayat 216 dari surat Al Baqarah:

… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.
(Al-Baqarah [2]:216)

Semoga Allah melindungi kita semua dan segera mengangkat wabah COVID-19 ini.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Halakah Junior

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Salat Asar di sebuah Masjid di Kabupaten Kepahiang. Dalam perjalanan menuju Curup, Rejang Lebong, Bengkulu.

Lagi ada acara Pak“. Ucap ragu teman semobil kami.
Kan waktunya salat Asar, tentu saja ramai“.
Banyak sandalnya. Tampaknya acara ibu-ibu“. Lanjutnya, masih memendam ragu tampaknya.

Agak ragu kami keluar mobil, berjalan ke teras masjid.
Anak-anak mengaji“. Celetuk saya.
Sambil menuju toilet dan tempat wudu kami bercakap singkat.
Sudah jarang kita temui suasana seperti ini“. Ucap saya kepada tiga kawan saya. Mereka mengangguk. Tanda setuju.

Setelah salat Asar berjamaah –kami masih dapati satu rakaat– perbincangan kami lanjutkan. Anak-anak dibimbing seorang pengajar sedang mengulang hafalan surat an-naba’. Saya meminta kawan mengambil gambar.

Halakah menghafal (foto: Very Hardie)

Sambil jalan ke lantai dua, untuk dapat sudut gambar yang bagus, saya masih merasa sangat rindu dengan suasana ini. Hampir saya menangis. Ada rindu di jiwa. Karenanya aku ungkapkan dalam kata:

kampung halaman di sana, dulu kita semua punya
Kenangan tak terlupa, bersama kawan seusia
Demi mendapat ilmu yang berharga, berdiri menghafal tak membuat jera

Saya berlari membeli siomay. “Ramai sekali anak-anak mengaji“. Saya buka percakapan, berharap dapat informasi.
Iya, karena di sini ada pelajaran menghafal. Orang tua suka anaknya mengaji di sini“.
Ketemulah jawabnya. Penyebab ramainya anak-anak. Sampai dua kelas dibuka. Sebelum asar satu kelas, setelah Asar satu kelas lagi.

Semoga Allah menjadikan kebaikan bagi pengajar, pengurus dan semua orang yang terlibat dalam pengajaran anak anak.

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”
(At-Taubah [9]:105)

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Karya Gagal atau Gagal Berkarya?

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Keduanya tidak enak. Keduanya menyakitkan. Namun ada sedikit perbedaan, pada penampakan maupun dalam rasa di jiwa si empunya (calon) karya.

Yang pertama, seseorang telah mampu berkarya. Menghasilkan sesuatu. Hanya saja karyanya gagal atau dianggap gagal. Gagal dengan dianggap gagal itu juga berbeda.

Karya masuk katagori karya gagal karena melanggar etika dan integritas. Misal karena ternyata plagiat. Bukan karya asli. Njiplak. Atau karya bersama namun dinyatakan sebagai karya pribadi. Sebelum dinilai orang sebagai “karya gagal”, sebenarnya lebih awal dirasakan oleh yang mengaku punya karya.

Kedua, karya dianggap gagal. Hanya dianggap. Misalnya tidak lalu dipasaran. Ini sebenarnya sangat relatif. Tergantung tujuan berkarya. Dan tergantung banyak faktor.

Saya setuju dengan Pak Yusuf Maulana (dalam Hikayat Karya Gagal) bahwa paling tidak, karya tidak gagal jika karya itu memberikan perubahan yang besar, meski bagi sedikit orang.

Buku Menarik Tentang Karya-Karya yang Gagal

Bagi saya, itu standar yang menarik. Bisa sangat kecil lingkupnya, bahkan bagi empunya karya. Penulis sendiri misalnya, jika karyanya adalah karya tulis.

Bagi pemula dalam berkarya tulis, seperti saya, standar keberhasilan yang sederhana itu membesarkan hati dan semangat. Minimal karya itu membuahkan perubahan bagi diri kita.

Lain lagi dengan kondisi gagal berkarya. Kondisi dimana keinginan (untuk berkarya) ada, namun tak kunjung sampai pada kenyataan. Banyak ide, tapi berhenti pada angan yang disesali. Jika si pemilik keinginan  punya rasa sesal.

Banyak alasan yang bisa dikemukakan. Meski semuanya dapat dipatahkan. Silakan ikuti kelas penulisan atau baca buku ringan nan asik di atas: Hikayat Karya Gagal. Mengupas mengapa karya dianggap gagal dan mengapa bisa gagal berkarya. Bisa ditemukan di marketplace terkemuka.

Saya mangalami sindrom gagal berkarya. Paling tidak dalam 13 hari terakhir ini. Saya tak punya alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu saya mulai lagi. Semoga berlanjut terus. Jangan biarkan kegagalan berkarya berkepanjangan.
Bismillah.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Penulis Sejati

Semakin masuk dunia penulisan semakin mendapatkan pemahaman. Menulis tidak semudah yang dibicarakan, namun juga tidak sesulit yang ditakutkan.

Kemauan kunci utama. Ketulusan niat yang kedua. Membuat perubahan yang positif tujuan selanjutnya. Tidak sekadar materi, atau popularitas duniawi, yang dicari. Lebih pada prinsip dan nilai positif yang hendak dibagi.

Mungkin sebagian menyebutnya terlalu idealis. Saya pun belum sepenuhnya tahu persis. Masih belajar, dan menemukan hal baru. Meskipun hanya seiris, sekelebat pengetahuan tentang menulis.

Saya yakin tidak sesulit itu. Prinsip kebenaran harus dipegang. Etika dan moral umum jangan diabaikan. Paling tidak begitu yang saya tangkap dari dua mentor menulis saya. Saya akan sebut begitu. Yang pertama karena beliau adalah mentor di kelas. Yang kedua karena buku karyanya belakangan saya baca.

Bermacam alasan orang menulis. Mulai dari hobi, tuntutan akademik, tuntutan pekerjaan, atau sebagai sumbang gagasan bagi masyarakat. Tapi semuanya hendaknya bernuansa kebaikan dan positif. Termasuk dalam menanggapi tulisan yang dinilai negatif.

Saya jadi bertanya kepada diri? Apakah dirimu wahai “Wiyanto”, sudah layak menyebut diri sebagai penulis? Bukan, pertanyaan ini bukan karena keraguan. Atau isyarat berhenti dari kepenulisan. Ini adalah pertanyaan untuk perbaikan.

Sebagaimana ketrampilan lainnya, menulis juga butuh pengalaman, evaluasi, perbaikan diri, dan tidak boleh berhenti. Terus menulis, sampai jadi penulis sejati.

Siapa yang akan menganggap begitu -penulis sejati-?! entahlah. Diri sendiri atau bahkan tampa pengakuan sekalipun saya pikir cukup. Selama tetap bisa menebar kebenaran dan kebaikan, dengan cara yang patut.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Rambutan Kehidupan

Selalu ada hikmah, pelajaran atau sekadar inspirasi dari setiap kejadian. Sesuatu yang terlihat sederhana, bisa jadi penuh makna. Pastinya, tidak ada yang sia-sia. Selama kita mau menyelaminya.

Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya secara sia-sia. Itulah anggapan orang-orang yang kufur. Maka, celakalah orang-orang yang kufur karena (mereka akan masuk) neraka.”
(QS. Ṣād [38]:27)

Mari kita coba amati sesosok buah pada gambar di atas. Kita tahu, itu adalah rambutan yang sudah tidak seperti rambutan. Kita kenal rambutan berwarna merah segar, atau kuning dan hijau untuk yang masih muda. Yang ini berwarna hitam.

Itulah rambutan yang ditempa ujian. Berubah warna dan tampilannya. Suhu dingin dan perubahan kelembaban (dalam lemari pendingin) telah mengubahnya. Berhari-hari lamanya. Apakah pasti rusak? Belum tentu.

Rasanya masih enak. Bisa dinikmati. Jangan menilai buah hanya dari kulitnya saja. Meski tampilan tetap penting. Hal yang baik dan benar harus dibungkus dengan sesuatu yang baik.

Sama seperti manusia. Fisik bisa berubah. Menjadi baik atau sebaliknya. Namun hati, jiwa semoga tetap sama, sama baiknya. Bahkan lebih baik. Meski ditempa ujian dan mengubah tampilan.

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk atau rupa kalian tidak pula kepada badan jasad kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim).

Dan juga Allah Maha Indah dan menyukai keindahan. Karena itu, jika kita memiliki kebaikan dan berjalan di atas kebenaran, alangkah indahnya jika ditampilkan dengan cara yang baik. Jika kita suka berpenampilan baik, alangkah beruntungnya jika disertai dengan jiwa dan akhlak yang benar.

Jika pun tidak, minimal seperti rambutan dan durian. Luarnya tidak halus dan mulus. Tapi dalamnya enak dan nikmat.

(Wiyanto Sudarsono)