Posted on 1 Comment

Berjalan Terus Berjalan

Episode Sisipan, Serial Catatan Seorang Penjual

Oleh Wiyanto Sudarsono

Gambar : spiritfm.net

Alhamdulillah, bisa menulis lagi. Setelah ehm……. 17 hari yang lalu. Sudah berganti tahun. Dari 2019 ke 2020.

Saya mengambil cuti di akhir tahun 2019. Dilanjutkan cuti 6 hari di awal tahun 2020.

Alhamdulillah, cuti saya lalui dengan lancar. Tanpa gangguan berarti.

Saya pun, menginstruksikan staf saya untuk ambil cuti juga. Rencanakan cutimu dan bahagiamu. Demikian harapan saya kepada seluruh staf.

Jangan ragu-ragu untuk cuti di akhir tahun. Lho kok bisa? bisa!! Capai target sebelum Desember, dan cutilah. Demikian yang saya sampai ke tim penjualan saya. Dulu.

Saya berharap saat ini, sebagian besar dari kita telah bergerak. Berjalan meninggalkan 2019. Dan bergerak maju memulai 2020. Termasuk meninggalkan hiruk pikuk di Tahun 2019.

Harus move on. Bayang-bayang 2019 harus segera dihilangkan. Agar tidak kehilangan momen.

Dunia penjualan, ganti tahun ganti semuanya. Target, aktivitas, program, dll. Seharusnya. Yang efektif tetap bisa dijalankan lagi. Mengulang kesuksesan.

Yang kurang berhasil, dievaluasi. Tapi jangan lama-lama. Tanggal terus membesar angkanya. Dari 1 ke 31. Bulan juga menua, dari 1 ke 12.

Menyemai Harap

Awal Januari 2020 waktu yang tepat untuk menyamai harapan. HOPE. Penjual adalah seseorang yang penuh harapan. Penjual tidak seharusnya berputus asa. Berputus asa berarti gagal.

Tahun baru, harapan baru. Lupakan masa lalu, terutama yang tidak enak. Meski tetap ada pelajaran yang bisa diambil.

HOPE terdiri dari dua hal besar. (1) Keinginan untuk berhasil dan (2) usaha untuk mencapai keinginan. Mari kita renungkan.

Penjual, juga harus PERCAYA DIRI (PD). Tepatnya Efficacy. Kemampuan untuk memunculkan hal-hal positif dalam diri. Terus bersemangat dalam mencapai hasil. Kepanjangan ah kalau didefinisikan.

Gambar : redbubble.com

Untuk PD membutuhkan (1) latihan. Pembiasaan. Sehingga mahir untuk PD.

Terkadang rasa minder, rendah diri muncul. Terlebih jika target tahun sebelumnya tidak tercapai. Tapi, (2) selalu ada ruang untuk perbaikan.

Berkumpullah dengan orang-orang yang bisa mengajak atau menjadikan kita PD. Karena (3) PD dipengaruhi oleh orang lain.

Penjual harus TANGGUH. Tidak hanya seorang yang jantan. Tangguh, tahan banting dan bermental baja – – yang tidak berkarat–.

Mampu bertahan dalam kondisi yang tidak menyenangkan, dapat bangkit lagi dan melewati kegagalan. Mari kita ingat kisah Bill Porter lagi.

Tahun ini, dan setiap tahun sebenarnya, bisa kita bisa mulai dan hadapi dengan OPTIMISME.

Optimisme dibangun dengan pandangan yang realistis dan fleksibel. Realistis dalam menetapkan target diri dan penjualan. Realistis yang berkemajuan. Realistis untuk terus dan harus tumbuh. Serta fleksibel dalam mengembangkan strategi sesuai kondisi saat ini.

Membangun optimis dapat dilakukan dengan (1) menghargai dan mengambil pelajaran dari masa lalu, (2) bersyukur dan menunjukan yang terbaik hari ini, dan (3) membangun masa depan dengan penetapan target yang realistis dan metode yang fleksibel.

Jika kita memulai 2020 dengan HARAPAN (HOPE), EFFICACY (PERCAYA DIRI), RESILIENCY (TANGGUH) DAN OPTIMISME, maka bersiaplah menjadi HERO dan memperoleh predikat SALES SUPERSTAR.

(Wiyanto Sudarsono)

Referensi : Materi PEP On Becoming Sales Superstar (Markplus Institute)

Posted on Leave a comment

Menjual Proses

Seri Ke-4, Serial Catatan Seorang Penjual

Oleh Wiyanto Sudarsono

Sebuah kaidah luar biasa yang disampaikan Imam Bukhari, dalam Kitabnya. Kitab yang terkenal sekali dengan sebutan Shahih Bukhari. Yakni : Bab Berilmu sebelum berkata dan beramal.

Kaidah itu, saya pikir dapat masuk ke dalam semua aspek. Tidak hanya ilmu agama (Islam). Sampai kegiatan penjualan. Karena semua sudah ada ilmunya.

Sebagai penjual yang (ingin) baik, tentu seharusnya kita mengetahui ilmu itu. Ilmu penjualan. Atau ketrampilan Penjualan. Sebatas dan sesuai dengan keperluan kita.

Meskipun semakin dalam kita mengilmuinya, semakin baik. Tapi jangan lupa, sedikit demi sedikit kita praktikan.

Ada tujuh tahapan dalam proses penjualan. Kita akan diskusikan ketujuh proses ini dengan dilengkapi berbagai tips penjualan. Satu atau dua tips saja. Agar tidak terlalu panjang. Totalnya ada 52 tips sebenarnya. Sebagaimana ada di Majalah Marketeers Edisi September 2019.

Gambar : https://ebooks.gramedia.com

Tujuh tahapan tersebut adalah (1) Prospecting, pencarian calon pelanggan. (2) Approaching, pendekatan terhadap calon pelanggan terpilih.

(3) Probing, penjajakan kebutuhan dari calon pelanggan. (4) Presenting, mempresentasikan dan menjelaskan produk dan solusi yang kita punya.

(5) Negosiasi dan penanganan penolakan. Mengompromikan kemampuan pelanggan atau keinginan pelanggan dengan value yang kita tawarkan. (6) Closing. Menutup penjualan dengan mendorong pelanggan melakukan pembelian.

(7) Layanan purnajual. Layanan setelah produk dibeli pelanggan. Dan untuk mengikat pelanggan dalam jangka yang lebih panjang.

Mengawinkan Proses
Di seri ketiga, kita sudah mengetahui proses pembelian. Atau bisa disebut customer journey. Perjalanan pelanggan dalam kegiatan pembelian.

Satu atau dua tahapan penjualan sebenarnya untuk menjawab tahapan pembelian. Sehingga setiap tahapan penjualan dapat menyatu dengan tahapan pembelian.

Gambar : Sales BreakThrough (2019), dengan penyesuaian.

Keberhasilan mengawinkan proses penjualan dan proses pembelian, akan menghasilkan anak, keturunan. Berupa omzet, nilai penjualan.

Omzet adalah buah cinta penjualan dan pembelian. Bukan cinta terlarang, meski tanpa pernikahan yang didaftarkan di KUA atau Disdukcapil.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Membeli Proses

Seri Ke-3, Serial Catatan Seorang Penjual

Oleh Wiyanto Sudarsono

Kesadaran terhadap keberadaan diri kita. Ini penting, kita harus menyadari keberadaan kita. Dimana kita berada dan sebagai apa. Saya sering menyebutnya “sadar diri, sadar posisi”.

Setelah kita sadar posisi kita, kita hendaknya juga memahami posisi pelanggan dan calon pembeli kita. Dan posisi produk kita dihadapan mereka.

Awal mengenal pelanggan ini, dapat kita mulai dengan mengetahui proses pembelian seorang pelanggan. Sebenarnya juga kita mengalami. Hanya saja, kita tidak sadar.

Pembelian adalah serangkaian proses. Tidak terlalu panjang. Jadi panjang karena diceritakan.

Konsep tentang proses pembelian yang dulu adalah : Tahu – Respon – Beli – Dan Beli Lagi.

Konsep yang paling baru – – saya belum tahu ada yang lebih baru– : Tahu – Tertarik – Bertanya – Membeli – Mengulas.

Gambar : Sales BreakThrough (2019), dengan penyesuaian

Sadar Posisi Produk
Dengan bergaul atau berbincang sebentar, kita akan tahu di posisi mana pelanggan terhadap produk kita.

Atau terbalik ya, dimana posisi produk kita di benak calon pelanggan.

Apakah produk sudah diketahui? Apakah pelanggan sudah agak tertarik? Atau sudah tanya-tanya. Atau mungkin malah sudah mau beli lagi.

Dan bisa jadi, punya pengalaman buruk dengan produk kita. Siap menumpahkan kekesalannya. Baik terhadap produk, maupun pelayanan kita.

Mengetahui hal itu penting, untuk memulai proses penjualan. Agar tahu, harus mulai dari mana.

Jika pelanggan belum tahu, berarti penjual harus memberi tahu. Jika sudah tahu, tidak perlu diulang. Berarti bisa naik ke langkah selanjutnya.

Jika belum tertarik, penjual harus membuat calon pelanggan tertarik. Jika sudah tertarik, penjual dapat langsung menggugah pelanggan agar bertanya-tanya. Dan seterusnya.

Pergeseran Perilaku
Di masa kini, konsumen sangat atau lebih rewel. Karena bertambah cerdas. Karena informasi semakin mudah didapat.

Misal, konsumen sudah tahu. Tapi belum tertarik. Atau jadi semakin tertarik. Karena Komunitas nya (-nya pelanggan), membicarakannya (-nya produk).

Atau malah sudah memakainya. Mungkin, pernah memakainya dan kecewa. Diungkapkan di grup WA-nya. Juga di grup FB, atau memberi satu bintang dan ulasan pedas, di google atau di toko online.

Atau pelanggan telah tertarik, dan akan bertanya. Tapi tidak ke penjual. Tapi kepada temannya. Kepada komunitasnya. Yang akan secara sukarela mengulas produk kita. Positif atau negatifnya.

Ada pusaran hebat diantara aktivitas : bertanya – membeli – mengulas. Di era konektivitas tanpa batas sekarang ini.

Pengetahuan dan ketertarikan konsumen akan berputar dipusaran informasi ini. Yang tidak bisa dibatasi oleh penjual. Atau pemilik merek, produsen produk.

Kondisi ini bisa menguntungkan dan bisa sangat merugikan.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Teritori –  Medan Tempur Seorang Penjual

Seri ke-2, Serial Catatan Seorang Penjual

Oleh Wiyanto Sudarsono

“Tidak akan Menang Berperang di Medan yang Tidak Diketahui”.

Mengetahui wilayah penjualan adalah wajib. Tidak tahu wilayah penjualan adalah konyol. Meski tidak selalu mati.

Penjual yang baik harus memahami wilayah penjualannya. Tahu dengan baik. Makin detail makin baik.

Sebagai penjual, – – Penjual produk dari sebuah perusahaan– seharusnya kita jalan jalan di wilayah penjualan kita kan? Bukan hanya lewat telepon. Atau yang lebih hemat lagi – – kalau tidak pelit–, WA. Kecuali jika memang salurannya penjualan jarak jauh atau daring – – online-. Atau inginnya makelar, bukan penjual.

Lebih-lebih, penjual sarana pertanian. Yang harus tau daerahnya. Karakter petaninya. Komoditas yang ditanam.

Beberapa hal terkait wilayah, sangat perlu diketahui. Agar bisa menang dengan WOW.

Potensi/Kondisi Wilayah
Bagi penjualan sarana pertanian. Sangat perlu mengetahui, komoditas pertanian unggulan, komoditas pertanian dominan. Gunanya untuk memperkirakan jumlah kebutuhan. Dan posisi tawar produk atau jasa yang kita berikan.

Jumlah Petani, Poktan dan Gapoktan, kalau perlu termasuk sebaran lahannya. Bisa juga kegiatan kemasyarakatan di wilayah setempat. Ini akan memberikan info tentang pintu masuk kita yang cocok dalam melakukan prospecting. Pendataan calon pelanggan.

Toko Pertanian, Pasar tradisional, kondisi geografis dan peta komoditas yang ditanam petani. Dan berbagai informasi lainnya, yang perlu diketahui.

Info itu harus ada dicatat. Tidak harus di buku. Maksimalkan fungsi gawai. Kecuali kita mampu menghafal seperti komputer.

Beban Kerja
Mengetahui beban kerja akan membantu kita dalam mengatur aktivitas. Apa saja tugas yang harus dilakukan. Dalam berapa lama harus diselesaikan.

Seberapa jauh harus menjelajah. Seperti apa peta atau rute perjalanannya.

Misal beberapa kegiatan yang biasanya dilakukan adalah kunjungan ke kios dan Distributor, Effective Call (kunjungan atau komunikasi yg berujung PO), dan program-program hubungan dengan penjualan dan pemasaran. Termasuk pelaporan dan administrasi jangan ditunda-tunda, selesaikan lebih awal.

Gambar : slidemodel.com

Jarak Tempuh – Routing
Dengan memahami wilayah, kita akan dapat mengatur rute perjalanan. Agar mangkus dan sangkil. Tepat sasaran dan hemat biaya.

Beberapa prinsip kunjungan wilayah sebagai berikut :
– Perjalanan harus keliling.
– Perjalanan tidak boleh menyilang.
– Rute tidak boleh sama antara pergi ke dan dari suatu pelanggan (ini mirip seperti sunnah pergi dan pulang dari shalat hari raya agar lewat jalan berbeda).
– Pelanggan di area berdekatan harus dikunjungi berurutan (misal kios-kios di pasar).

Selamat kembali mengenal wilayah kerja. Semoga bermanfaat.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Anti-Gravitasi dan Eseman

oleh Wiyanto Sudarsono

Sembilan Desember 2019. Hari Antirasuah Sedunia. Anti-Korupsi Internasional.

Berbagai kegiatan dilakukan. Mulai teater. Sampai penyematan pin. Atau lewat penandatanganan Pakta Integritas. Sebagai bentuk komitmen memerangi korupsi.

Gratifikasi, bagian dari korupsi. Silakan dibaca definisi Gratifikasi berikut. Atau bisa lanjut ke paragraf berikutnya.

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang tambahan (fee), hadiah uang, barang, rabat (diskon) komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Definisi yang mudah didapatkan dari mesin pencari Google.

Anti-nya semakin digalakkan. Anti-gravitasi, eh anti-Gratifikasi. Yang mungkin karena adanya potensi dan indikasi. Yang semakin besar.

Kampanye anti-Gratifikasi, juga dilakukan dengan berbagai kegiatan. Kepada pihak/karyawan/pegawai yang berhubungan dengan stakeholder. Atau kepada stakeholder juga.

Salah satunya, pemasangan atau penyematan pin anti-Gratifikasi. Di acara pertemuan dengan stakeholder.

Seolah perusahaan atau institusi berpesan, wahai pegawaiku!! jangan kau terima Gratifikasi dari stakeholder. Yang saat ini hadir di ruangan ini.

Pesan juga kepada stakeholder. Wahai Stakeholder!! Jangan kau goda pegawaiku dengan Gratifikasi. Menggoda saja jangan, apalagi memberi.

Harapan itu mungkin, yang tersirat dari acara seremonial penyematan pin di hadapan Stakeholder. Yang membuat stakeholder mesam-mesem. Senyum-senyum. Entah apa artinya.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 2 Comments

Ketahui Posisi Kita, Kenali Medan Tempur Kita

Seri ke-1 Catatan Seorang Penjual

Oleh Wiyanto Sudarsono

Kenali dirimu, kenali musuhmu, dan kenali medan tempurmu. Dan kau akan memenangi seribu pertempuran.

Demikian nasihat Sun Tzu. Ahli strategi perang klasik dari Tiongkok.

Dalam penjualan, mungkin, nasihat Sun Tzu dapat kita ubah. “Kenali Diri Kita, Pahami Pelanggan Kita, Ketahui Pesaing kita, dan Kenali Teritori Kita. Peluang kita memenangi penjualan akan terbuka makin lebar”.

Sebelum ke pelanggan, kita semestinya memahami teknik yang pas untuk calon pelanggan kita.

Ingat jurus penjualan itu ada beragam. Belum tips-tipsnya. Yang dari tujuh proses penjualan itu, dapat muncul 52 tips.

Karena itu, kita harus mengetahui, di jenis penjualan seperti apa kita berada. Dengan paham jenis penjualan, kita berharap sukses mendekati pelanggan. Ingat baru mendekati.

B2B vs B2C
Business to Business atau B2B. Penjualan yang pasar atau pelanggannya adalah perusahaan. Barang yang kita jual bisa sebagai bahan baku, faktor produksi, atau bahan penolong. Pelengkap proses produksi pelanggan. Seperti penjualan pupuk ke perusahaan perkebunan.

Biasanya, pengambil keputusan tidak hanya satu orang. Banyak. Prosesnya lebih lama. Biasanya nilai produknya relatif lebih tinggi.

B2C. Business to Customer. Penjualan kepada perseorangan. Pengambil keputusan satu atau dua orang. Atau satu keluarga. Prosesnya relatif singkat. Harga relatif lebih rendah. Kecuali produk seperti rumah, mobil, atau layanan kesehatan khusus.

Apa bedanya? Lihat gambar deh.

Gambar : Sales Breakthrough (2019), dengan Penyesuaian

Pertanyaan selanjutnya, di pelanggan seperti apa kita berada? Pelanggan mana yang kita hadapi. Ini menentukan langkah kita selanjutnya.

Kompleks vs Simpel
Ada penjualan yang kompleks. Tahapannya lebih banyak, lama dan agak ribet.

Kalau penjualan sederhana, tahapan lebih sedikit. Waktunya lebih sebentar dan lebih murah.

Faktor yang memengaruhi kompleksitas penjualan adalah,

(1) Produknya rumit atau mudah dimengerti pelanggan. Jika penjelasan, atau pengetahuan, atau pendidikan khusus diperlukan, maka ini Kompleks.

(2) Varian produk. Produk tunggal tentu beda dengan yang beragam. Baik beragam secara vertikal seperti benih, pestisida dan pupuk. Atau horizontal, seperti Urea dengan NPK. Atau NPK formula A dengan NPK Formula B.

(3) Pihak pelanggan yang mengambil keputusan pembelian. Satu orang, satu keluarga atau beberapa pimpinan di perusahaan.

(4) Harga produk. Mahal atau murah. Memutuskan membeli pupuk seharga 10 ribu per kg, dengan 500.000 per sak akan beda di pertimbangan pembeli.
Lihat gambar lagi.

Gambar : Sales Breakthrough (2019), dengan Penyesuaian

Pemburu vs Pemelihara
Kita termasuk penjual yang memburu pelanggan baru (hunter), atau hanya merawat pelanggan lama (farmer)? Atau keduanya? Lihat di gambar berikut ini.

Gambar : Sales Breakthrough (2019), dengan Penyesuaian

Setelah kita pahami jenis penjualan dan tipe kita sebagai Penjual, tentu kita akan bisa menggunakan teknik berbeda untuk berbagai kondisi dan pelanggan yang kita hadapi.

Kemudian, selanjutnya adalah Teritori. Tapi di seri berikutnya saja ya.

Semoga bermanfaat.

(Wiyanto Sudarsono).

Posted on Leave a comment

Transformasi EO

Sebuah Opini Pagi

Oleh Wiyanto Sudarsono

Ada sebuah fenomena menarik. Dalam pengelolaan sebuah even atau perhelatan acara. Saya banyak menjumpai di perkotaan. Di perdesaan sudah mulai ada juga. Mungkin sudah lama, tapi dalam bentuk lain.

Di dunia perusahaan dan bisnis. Hampir semua acara menggunakannya.

Event Organizers atau EO. Penyelenggara acara. Sebuah Tim yang disewa oleh shahibul hajat.

Gambar : loket.com

Pekerjaan EO

EO bekerja untuk pemilik acara. Mulai ikut merencanakan, mengusulkan atau mendiskusikan tema, mengatur jalannya acara, keamanan, dan tentu saja semaksimal mungkin mengakomodir keinginan shahibul hajat. Sebagai pelanggannya.

EO mengurus banyak hal. Sampai hal-hal teknis, detail, dan yah, mungkin “receh”, di tangani oleh EO. Shahibul hajat, adalah tokoh utama dalam acara. Karena mereka membayar EO agar pekerjaan mereka ringan. Termasuk memberikan pelayanan maksimal kepada tamu shahibul hajat.

Shahibul hajat fokus pada inti acara. Bahkan sebagian mereka adalah menjadi “person atau hal” yang dipanggungkan. Termasuk hal yang tidak mungkin dilakukan oleh EO, yaitu kebijakan dan materi yang akan disampaikan.

Pembayaran

Pembayaran dari shahibul hajat kepada EO-pun bermacam-macam. Tergantung kesepakatan tentunya.

Setahu saya, umumnya shahibul hajat memberikan uang muka atau DP sebagai bentuk komitmen. Sisanya setelah acara selesai. Termasuk, mungkin kompensasi jika ada hal yang dinilai tidak sesuai perjanjian atau persyaratan.

Ada juga yang tanpa uang muka. Artinya seluruh biaya di awal penyelenggaraan, menjadi beban EO. Setelah acara selesai baru dibayar dengan term tertentu.

Ini EO-nya harus punya modal yang lebih besar. Apalagi jika melayani pembayaran kredit. Ingat, EO adalah Penjual. Produk yang dijual adalah Jasa. Jadi term of payment-nya dapat mengikuti syarat pembayaran penjualan pada umumnya.

Transformasi EO

Namun, ada lagi EO yang saya nilai cukup “Outlier”. Tidak seperti biasa. Biasanya karena kemauan shahibul hajat. Entah apa alasannya. Atau memenang proses bisnis EO-nya demikian. Entahlah. Tapi ada.

EO memberikan biaya penyelenggaraan kepada shahibul hajat.

Misal untuk acara pernikahan seorang anak Petani. EO memberikan biaya penyelenggaraan kepada keluarga pengantin untuk pesta. Nanti di bayar plus keuntungan atau margin bagi EO saat sudah panen.

Tapi, seluruh kegiatan atau sebagian besar kegiatan diselenggarakan oleh keluarga petani selaku shahibul hajat.

EO-nya seolah hanya menjadi penyokong dana.

Menurut saya, karena ini opini, EO yang hanya sebagai penyokong dana ini, harus bertransformasi menjadi lembaga keuangan. Atau lembaga sosial. Mau berbasis konvensional atau syariah, itu pilihan.

Sebagai pelanggan EO, dan jika memang Pak Petani tadi memang ingin menyewa EO, Pak Petani sebisa mungkin melibatkan EO pada banyak kegiatan ke-EO-an. Misal penentuan lokasi, keamanan, penjadwalan, penjemputan tamu dan banyak lagi.

Beda lagi jika dari awal niatnya Pak Petani hanya ingin pinjam uang. Sambil nunggu panen.

Semoga bermanfaat dan ada pelajaran yang didapatkan.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Catatan Seorang Penjual

Mukadimah – Prolog

Foto : imdb.com

Tahukah atau masih ingatkah kita dengan Bill Porter (1932 – 2013)? Penjual yang kisah hidupnya diangkat menjadi film. Judulnya Door to Door (2002).

Bill Porter, lahir sebagai penyitas Cerebral Palsy. Lumpuh otak. Kelainan bawaan pada gerakan dan otot. Disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal. Sering kali sebelum lahir.

Ia adalah Penjual dengan penghargaan Salesman of The Year. Katagori Personal Sales in Region tahun 1988 dan 1989. Dari perusahaan tempatnya bekerja, Watkins Incorporated.

Foto : oregonlive.com

Gigih dan sabar, kunci sukses Bill Porter. Itu sangat diperlukan. Untuk menjadi Penjual yang baik. Tapi tidak hanya itu.

Perlu ketrampilan yang mencukupi, sedikit sentuhan seni komunikasi, dan sedikit intuisi. Ketiganya bisa dilatih.

Ada juga kisah Joe Girard, penjual mobil sukses. Enam mobil per hari. Ada juga Bob Sadino. Dll.

Mereka memiliki semangat, keuletan, dan daya tahan yang luar biasa. Perlu kita teladani. Tapi sekali lagi, itu saja belum cukup. Mereka juga memiliki strategi dan pengetahuan yang memadai.

Strategi dan pengetahuan ini terus berkembang. Sesuai zaman dan pelanggan. Inilah seninya penjualan.

Kita beruntung dapat menjumpai era sekarang. Teknologi memberikan banyak sekali alat untuk memudahkan kita dalam menjalankan tugas penjualan. Melalui gawai. Yang setiap hari kita bawa. Kemanapun, kapanpun. Lebih lekat dari celana dalam. Mungkin. Dari sisi emosional.

Di sisi lain, kemauan dan keinginan konsumen juga semakin kompleks. Kita harus kreatif, dalam melakukan aktivitas penjualan. Kita tidak boleh monoton dalam cara kita menjual. Itu-itu saja cara yang dipakai. Dan Itu-itu saja pelanggan yang didatangi.

Kita, sebagai penjual, alangkah baiknya mengetahui, di lingkungan bisnis seperti apa kita berada.

Perubahan apa yang terjadi, pelanggan seperti apa yang dihadapi, Pesaing sedang melakukan apa, serta perusahaan kita saat ini punya dan bisa apa. Ini yang pertama.

Kedua, tahapan penjualan serta berbagai tipsnya. Serta beberapa tambahan taktik dan informasi. Yang dapat kita membantu kita melakukan aktivitas penjualan dengan baik.

Kenali Lingkungan Bisnis
Penjual harus tahu yang terjadi di luar kita. Minimal di area penjualan kita.

Ada empat hal yaitu Perubahan (teknologi, pasar, sosial budaya, politik dan hukum, dan ekonomi), Pesaing, Pelanggan, dan Perusahaan kita sendiri.

Misal : teknologi apa yang banyak dipakai oleh kios atau Petani di area kita. Sudahkah mereka pada gawai berbasis Android? Atau siapa yang punya platform/Android tersebut di satu rumah pelanggan kita. Anaknya atau istrinya.

Berapa jumlah kios pertanian di wilayah kita? Kios pupuk bersubsidi berapa, Kios pertanian lainnya berapa.

Pertumbuhan jumlah penduduk juga perlu tahu, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Untuk melihat petani kita akan lebih mampu beli produk kita atau tidak.

Pesaing, punya program apa mereka. Produk baru, program baru. Adakah kita bisa melakukan sesuatu. Masih punya kekuatan kah kita melawan mereka itu.

Pelanggan, Petani. Apa yang akan mereka tanam. Respon mereka terhadap musim seperti apa.

Sekilas saja. Lebih baik jika memiliki catatan. Per kecamatan mungkin. Per kiosnya mungkin. Apalagi kalau dibukukan dalam profil wilayah, akan sangat bagus.

Selanjutnya, adalah ketrampilan Penjualan. Mulai dari mencari calon pelanggan (prospecting) sampai penutupan penjualan (closing). Serta teknik dan tips di dalamnya. Bagian kedua ini yang insyaAllah akan banyak kita ubek-ubek.

Agar aktivitas penjualan kita mangkus sangkil. Efektif dan efisien.

Agar tidak perlu ada ungkapan :

meskipun mau jungkir balik kegiatan penjualannya, kalau target tidak mencapai ya percuma. Dan, meskipun hanya tidur-tiduran, tapi target tercapai, berarti tidak dibutuhkan penjual di area itu“.

Berkegiatan penjualan untuk tercapaianya target penjualan.

Semangat Siang.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 1 Comment

Catatan Seorang Penjual

Sebuah Pengantar

Penjualan adalah sebuah dunia yang mampu dimasuki oleh siapapun orangnya. Apapun latar belakang pendidikannya. Demikian kata sebagian orang.

Bahkan sebagiannya lagi, yang sudah menjadi penjual sekalipun, berpandangan bahwa penjualan itu tidak perlu teori, tidak perlu konsep.

Lakukan saja. Mulai saja, jualannya.

Tidak ada yang salah dengan “belajar lewat melakukan” . Learning by doing. Tapi bagi saya, melakukan atau praktik dengan memiliki landasan pemahaman yang memadai, bukan suatu kekurangan atau kesalahan. Bahkan ini dapat menjadi nilai plus bagi kita. Apalagi yang sudah kadung jadi penjual.

Kita dapat melakukan percepatan dengan pengetahuan dan konsep yang kita miliki. Seharusnya. Dan juga bisa dari pengalaman orang lain. Yang bisa kita dapatkan dari sumber bacaan. Atau pelatihan. Atau Diskusi. Sambil ngopi. Atau ngeteh.

Apalagi bagi kita yang baru memasuki dunia Penjualan. Akan sangat baik jika kita mulai dari pemahaman terhadap konsep dan ketrampilan penjualan. Sehingga kita tidak bingung harus mulai dari mana.

Termasuk penjual yang sudah berpengalaman. Termasuk juga yang berpengalaman dalam kegagalan mencapai target penjualan. Melihat kembali konsep penjualan akan sangat baik. Agar bisa melakukan perbaikan. Mungkin dalam prospecting, atau approaching, atau dalam closing.

Sebagaimana kalimat yang sering saya sebutkan :

Teori tanpa praktik, itu bullshit, Praktik tanpa landasan teori atau pengetahuan-lah, itu stupid.

Kalimat di atas saya angankan saat flight SUB-CGK menggunakan GA 305 pada 21.08.2019

InsyaAllah, beberapa hari ke depan, di hari kerja, kita akan berbagi catatan tentang penjualan.

Ini adalah sebuah catatan serial, yang sebagian mungkin pernah saya bagikan dengan judul yang sama, ke tim saya, dulu. Catatan Seorang Penjual. Demikian tajuknya.

Saya belum tahu ini akan menjadi berapa seri. Tapi saya akan usahakan setiap serinya cukup pendek untuk kita baca sambil pakai sepatu, atau jalan ke parkir (hati-hati), atau sambil – – mohon maaf– BAB.

Serial ini akan terbit pertama kali di blog saya wiyantosudarsono.id. Saya usahakan pagi. Dan kemudian saya bagikan ke beberapa grup WA yang saya diperkenan berbagi di dalamnya.

Saya akan banyak mengambil manfaat, mengutip, menyadur dari beberapa buku, diantaranya :
1. Sales Breakthrough, Dimas Soetomo dan Ardhi Ridwansyah, terbitan GPU, 2019.
2. WOW to WIN, Sigit Kurniawan dkk., terbitan GPU, 2017.
3. Sale Operation, The Official MIM Academy Coursebook, Markplus Institut of Marketing, terbitan ESENSI, 2010
4. Majalah Marketeers Edisi September 2019.

Bismillah. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Transformasi Kaki Kecil

Oleh Wiyanto Sudarsono

Gambar : Bestbuy.com

Pernahkah pembaca melihat film Smallfoot (2018)? Film yang menurut saya menarik.

Menceritakan tentang masyarakat di desa kaum Yeti. Di puncak pegunungan Himalaya. Yang terisolasi. Hidup dalam dunianya sendiri, yang memercayai catatan di batu.

Catatan dibuat untuk melindungi Kaum Yeti dari rasa “penasaran”. Terhadap dunia Luar. Dunia di bawah awan. Terutama dunia manusia. Atau mereka menyebutnya smallfoot.

Rasa Ingin Tahu
Sekelompok pemuda mereka penasaran dengan dunia di bawah awan. Karena mereka beberapa kali melihat makhluk lain. Smallfoot, mendekati wilayah awan mereka. Yang oksigennya sedikit, yang begitu dingin.

Salah satu Pemuda (Migo), yang dianggap gila, karena berpandangan berbeda, akhirnya menerobos awan untuk jatuh ke dunia bawah, pulang membawa smallfoot. Manusia.

Tantangan Perubahan
Perubahan baru, apalagi yang begitu mendasar, atau radikal (lihat KBBI untuk makna radikal), banyak yang antipati, menentang. Minimal enggan, atau tidak suka. (Baca Penjual yang Radikal).

Kepala suku, atau pemimpin desa kaum Yeti, tidak suka dengan temuan ini. Ia memanggil Migo. Menunjukkan sejarah kaum Yeti dengan manusia. Yang kelam.

Migo pun, mengingkari temuannya sendiri. Itu yang ia sampaikan kepada penduduk desa. Bahkan mengingkari teman – temannya. Yang semula satu keyakinan dan visi. Kepala Desa, berhasil memengaruhi Migo, untuk memusnahkan smallfoot temuannya, karena ancaman.

Temannya atau girlfriend-nya, Meechee, yang menyelamatkan smallfoot, dan mengantarnya ke dunia bawah. Sekaligus menjawab rasa “penasaran” akan dunia di bawah awan.

Akhirnya, Migo sadar. Ia menyusul Meechee, menjalin komunikasi dengan smallfoot lain dan menjalin perdamaian dengan dunia bawah.

Gambar : shiftindonesia.com

Transformasi
Kita, kaum manusia, si kaki kecil pun mengalami transformasi. Di dunia bisnis misalnya.

Seperti sudah menjadi kepastian. Transformasi pasti ada yang membenci. Tidak disukai. Minimal nyinyir. Oleh mereka yang telah nyaman diposisi saat ini. Yang mungkin, menganggap telah menjadi yang terbaik. Dalam cara, maupun hasil.

Keteguhan mengusung ide, mengekspresikan dan menjalankan ide, menjadi kunci sukses transformasi. Tidak hanya satu orang, harus beberapa orang. Tim.

Kalau mengacu pada si mbah Vilfredo Pareto dengan Prinsip Pareto nya, minimal 20%-lah. 20% orang yang sevisi dalam Transformasi kan bisa mentransformasi seluruh organisasi. 20% di berbagai level.

Itu pelajaran yang saya ambil dari menonton film Smallfoot.

Bismillah. Yuk, bertransformasi. Menjadi lebih baik.

(Wiyanto Sudarsono)