“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya…” –QS.An-Nisā’ [4]:1
Kisah tentang Bapak manusia (Adam) dan Ibunda manusia (Hawa), banyak hikmah yang bisa kita petik. Salah satunya, yang semoga senantiasa terjaga ada di sanubari manusia: kasih sayang.
Allah menyebutkan, bahwa asal penciptaan manusia adalah dari satu ayah dan satu ibu. Tujuannya agar sebagian mereka berkasih sayang dengan sebagian lainnya (Tafsir Ibnu Katsir, 2012).
Salah satu makna pasangan adalah “yang merupakan pelengkap bagi yang lain”. Karena itu, setiap individu yang berpasangan hendaknya melihat ke dirinya, adakah kita semakin baik, semakin lengkap? Dan juga melihat ke pasangan, sudahkah menjadi pelengkap?
Dengan demikian, setiap individu masing-masing dapat menjadi lengkap, dengan adanya pasangan. Sesuai dengan hak dan kewajiban. Membuat nyala cinta dan kasih sayang semakin terang.
Salah satu yang bagi kami dapat dilakukan untuk tetap mempertahankan kasih sayang adalah dengan berdekatan. Seperti huruf N dan G yang berdekatan. Penulisan ‘NG’ pada judul di atas tidak salah. Simbol kedekatan. Tidak hanya atau tidak sekedar fisik, tapi dekatnya hati dan jiwa.
Bersyukurlah bagi yang telah memiliki pasangan (istri/suami). Berkasih sayanglah!! Begitulah tujuan diciptanya pasangan. Jagalah! Jangan sampai memudar.
Mereka berkata Hidup perlukan cinta Agar sejahtera aman dan bahagia Andai tiada atau pudar warnanya Meranalah jiwa gelaplah dunia (Warna-Warna Cinta – Brothers, 2005)
“Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan” –QS.An-Nabā’ [78]:8
(Wiyanto Sudarsono)
Ref: Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2. Dr. Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh. Pustaka Imam Syafi’i (2012)
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu …”
– QS.An-Nisā’ [4]:1
Pada awalnya kita itu sendiri. Lahir sendiri (satu per satu), semua hal yang dilakukan akan kembali kepada diri sendiri, meninggal juga dikubur sendiri. Setelah itu, pertanggung jawaban juga sendirian.
Keberadaan orang lain di sekeliling sebenarnya berfungsi melengkapi dan menyempurnakan atau menggenapkan diri. Baik berupa bantuan, pengingat, hiburan, atau bahkan ujian.
Kita berbuat baik kepada keluarga, misalnya, bukan semata karena keluarga butuh kita, namun karena kita butuh berbuat baik kepada mereka. Seseorang menasihati orang lain, bukan karena atau belum tentu mereka butuh nasihat, tapi kita yang butuh nasihat dengan cara menasihati orang lain.
Demikian pula bahagia diri. Tergantung kepada diri kita sendiri. Bisa jadi dipengaruhi lingkungan dan orang sekitar, tapi tergantung bagaimana menyikapi. Setiap individu, diri, jiwa, berhak dan harus bahagia.
Bahagia itu dari dalam diri Kesannya zahir rupanya maknawi Terpendam bagai permata di dasar hati
Bahagia itu ada pada hati Bertakhta di kerajaan diri Terbenam bagai mutiara di lautan nurani
Hakikat Bahagia – Unic (2015)
Cintai diri dengan berbahagia. Sesuai dengan cara kita. Tidak masalah jika berbeda. Jangan bersedih hati.
“…Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” QS.Al-Baqarah [2]:112
‘Wajib kartu tani buat tebus pupuk bakal diundur tahun depan’, demikian tajuk salah satu berita di detik.com.
“Masalah kewajiban ini, kita tinggal lakukan relaksasi karena ini juga permintaan dari KPK. Saya akan melakukan tahapan supaya kalau bisa tahun depan realisasinya,” Demikian, pernyataan Pak Menteri SYL. Pernyataan di berikan selepas Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI.
Dengan penundaan implementasi kartu tani ini, semua pihak dapat lebih bersiap. Seperti, peningkatan akurasi data petani (yang sudah 94%), peningkatan jumlah petani penerima kartu, mekanisme penyaluran, pembentukan tim layanan kartu tani di berbagai pihak..
Penundaan paling tidak 4 bulan ini, harus digunakan sebaiknya untuk persiapan. Sehingga semakin siap seluruh pihak untuk implementasi.
Surat-Surat
Sebelumnya muncul surat dari KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) tentang Penagihan Penebusan Pupuk Bersubsidi Menggunakan Dashboard Bank Tahun Anggaran 2020. (baca: Kartu Pengejut). Surat tertanggal 19 Agustus 2020.
Sebagai tindak lanjut keputusan KPA, Pelaksanaan Subsidi yakni PIHC, mengeluarkan surat. Surat tertanggal 28 Agustus 2020, ditujukan kepada Direktur Utama (semuanya baru) produsen pupuk.
Isinya empat poin: 1. Seluruh pengecer Wajib KPL di seluruh wilayah implementasi kartu tani. Serta Wajib KPL untuk seluruh Indonesia pada akhir September 2020. 2. Wajib dipastikan penyaluran hanya menggunakan kartu tani di wilayah yang ditetapkan KPA. 3. Produsen agar aktif dalam sosialisasi, edukasi dan Menjelaskan kepada distributor dan pengecer apabila terdapat permasalahan agar dapat berkoordinasi dengan stakeholder terkait (Dinas Pertanian maupun Bank penanggung jawab kartu tani di wilayah tersebut) 4. Tetap memperhatikan dan melaksanakan ketentuan serta peraturan yang berlaku.
Upaya Dukungan
Saat saya membagikan seri-12 (baca: Takut Kartu), 27 Agustus lalu, sahabat saya di salah satu bagian Perencanaan dan Pengendalian Usaha, bertanya:
“Langkah proaktif suportif apa yang bisa dilakukan PI group saat ini?”.
“Sosialisasi dan Edukasi, segera samakan kios untuk Anper. Membentuk Kartu Tani Care,dll“. Jawab saya via aplikasi WA.
“Permasalahannya, sumbangsih PI group apa yang bisa win-win solution ke semua pihak?” kejarnya lagi.
Agak grogi saya dibuatnya. Alhamdulillah bertanya lewat WA. Kalau langsung bisa pucat saya.
“Selain yang sudah kusebutkan, ada satu hal di Kartu Tani yang hanya PI Grup yang bisa: me-link-kan stok dengan data kartu tani. Sistem di PI seharusnya yang bisa adalah SIAGA. Tapi saat ini itu yang belum“. Jawab saya agak lega. Infonya rumah atau slot di SIAGA sudah disiapkan.
“Sebenarnya win win di capai jika penyaluran tepat sasaran, valid, semua pihak aman secara audit“. lanjut saya.
Perlu diketahui, Bank melalui investasi kartu, EDC, dan sistem tentu berharap dapat sesuatu dari situ. Paling tidak nasabah, putaran uang.
PIHC tentu berharap dengan sistem itu, penyaluran tepat sasaran, tidak ada keluhan kelangkaan, penagihan lebih mudah dan cepat. Dengan itu, PIHC dapat berharap menjadi satu-satunya Mitra atau pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi.
Kementan, sebagai Pemerintah tentu berharap ketepatan sasaran kebijakan, kemudahan pengawasan, dan keamanan dalam proses audit.
Dengan surat di atas, meski diksinya bukan “Proaktif dan Supporrif”, saya pikir kata “aktif” untuk sosialisasi dan edukasi, dapat menjadikan implementasi lebih baik.
Saya tetap menganjurkan untuk dibentuk semacam tim ad hoc (dengan tujuan khusus) kartu tani di PIHC dan produsen pupuk bersubsidi. Jadi tidak melepas Distributor dan pengecer langsung ke Dinas dan Bank, minimal produsen mengetahui dan dapat melakukan langkah koordinasi dan komunikasi. Jangan sampai timbul pandangan seolah pelaksana subsidi tidak mau tahu.
Sahabat saya kembali ada yang positif. Covid-19. Padahal ia betul-betul hanya karyawan RK. Rumah kantor-rumah kantor, tidak kemana-mana.
Selainnya, ada dua orang lagi yang positif di tempat kerjanya. Berarti patut diduga sumbernya ada di tempat kerja.
Ia menyatakan bahwa sempat muncul gejala dan dites rapid dua kali, nonreaktif. Sama seperti saya awal Juli lalu.
Ia sempat mengajukan swab test, tapi ditolak. Kemudian ia mengajukan lewat pimpinan tempatnya bekerja. Berhasil, positif, dan isolasi.
Berharap
Ia dan dua orang lainnya tadi, semua hasil rapid test-nya nonreaktif. Kami menduga, sebenarnya masih banyak yang terinfeksi. Tapi fisiknya kuat-kuat. Ada yang pelari, pendaki gunung, apalagi sekarang, banyak yang dadakan menjadi pesepeda.
Risikonya, jika infeksi itu ditularkan kepada orang dengan komorbiditas atau kondisi tubuh kurang fit. Karena yang kuat tadi bertemu dengan orang risiko tinggi. Kuat akan bertahan, lemah akan kualahan dan butuh bantuan. Protokol harus terus jalan.
Ada cerita. Istri salah seorang anggota timnya bekerja di perusahaan FMCG ( fast-moving consumer goods ), perusahaan multinasional. Karyawannya tentu tidak sedikit. Ketika ada tiga karyawannya positif, maka seluruh karyawan di swab langsung.
Itu membuat kami berharap: kapan ya, seluruh karyawan di perusahaan kami di swab?
Gosip
Film pendek ‘Tilik’ begitu viral. Itu gambaran masyarakat kita. Termasuk di organisasi, atau perusahaan. Gosip, selalu sip untuk digosok dan dibicarakan.
Termasuk gosip: “‘swab test dapat membuat laju angka kenaikan kasus Covid-19 menjadi melonjak. Membuyarkan kinerja pengendalian Covid-19 yang bisa dibilang ‘sukses’.”
Karena itu cukup rapid test saja, yang katanya sudah pakai double apa gitu. Hasilnya lebib akurat. Itu hanya gosip yang kami dengar. Entahlah.
Tentang Siapa?
Saya pikir Covid-19 ini tidak hanya sekadar tentang angka. Bukan seperti klasemen sepak bola. Berapa infeksi, berapa positif, berapa telah dites, berapa sembuh, berapa meninggal. Skor akhir berapa, untuk menunjukkan kinerja.
Allah subhanahu wa ta’ala melalui Covid-19 mengajarkan kita peduli. Tidak hanya pada kondisi sendiri, tapi orang lain, komunitas, masyarakat. Pengajaran itu harus diterima, dipahami, dan laksanakan akan seluruh individu.
Ada satu yang mbleset, bisa menggagalkan upaya kepedulian. Tidak hanya soal kinerja angka, lebih pada kepedulian yang tumbuh dari hati ke hati, jiwa ke jiwa.
Kawan saya berkata atau menulis tepatnya, di kolom Facebook miliknya:
Menulis itu, sebuah laku spiritual juga. Seperti halnya meditasi atau berzikir. Semakin khusuk seseorang menulis, semakin dia menemukan kenikmatan dalam hidupnya. Pada puncaknya, dia akan mengalami ekstase. Saya melihat hal tersebut dalam diri kawan muda yang hampir tiap hari menulis artikel tentang pemasaran dan penjualan, kemudian dibagikan di Facebook dan WAG. Konon, dia akan menerbitkan sebuah buku. Kelak jika buku pertama jadi, saya yakin akan disusul dengan buku ke dua dan seterusnya. Tidak akan bisa berhenti. Seperti mengonsumsi candu.”
Itu postingan senior dan kawan saya, Pak Made Wirya. Meski saya kurang sepakat di bagian menyamakan menulis dengan berzikir. Zikir dalam konotasi mengingat Tuhan. Kecuali yang ditulis adalah kalam Tuhan, atau sepenuhnya menulis tentang zikir.
Tapi dari sisi bahwa menulis itu nagih, benar. Bahkan jika sudah mendeklarasikan diri sebagai penulis, semua laku adalah laku penulis.
Membaca sebagai penulis. Nonton TV, sinetron, atau film sebagai penulis. Mengamati, melihat sebagai penulis. Demikian penjelaskan dari Coach kami malam tadi.
Bahkan, saya sering disindir oleh beberapa kawan dengan frasa “dasar penulis”. Mungkin laku tidur pun sebagai penulis.
Jika sehari tanpa menulis atau mengetik rasanya ada yang kurang. Tidak lengkap. Bahkan seolah bangun tidur harus ada hal yang terkait “menulis”.
Saya mengingatkan diri dan pembaca dan atau penulis semua, jangan lupa meniatkan menulis sebagai sebuah laku ibadah. Bukankah hidup kita, adalah hanya untuk ibadah kepada Allah?
Karena itu pula, jangan sampai menulis kita melenakan segalanya. Sampai Lupa atau terlambat ibadah.
Kartu Tani saya pikir merupakan kebijakan publik yang dilaksanakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Kebijakan di sektor pertanian, wa bil khusus pupuk subsidi.
Kebijakan Publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan [Thomas R Dye (1978), kompas.com].
Menjadi kewenangan Pemerintah untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu untuk masyarakat. Ingat, Pemerintah masyarakat juga yang pilih. Melalui sebuah mekanisme pemilihan yang telah disepakati. Paling tidak oleh mayoritas warga negara.
Pemerintah melaksanakan kebijakan subsidi pupuk. Pupuk subsidi disalurkan menggunakan kartu tani. Salah satunya agar tepat sasaran, tepat harga.
Kebijakan Publik juga didefinisikan sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat [David Easton (1965), kompas.com].
Salah satu dari yang saya ingat dari bangku perkuliahan adalah, suatu kebijakan layak dilaksanakan jika manfaat yang diterima masyarakat lebih banyak dari biaya yang dikeluarkan. Atau, masyarakat yang menerima manfaat lebih banyak daripada yang mendapatkan dampak. Jika pakai Pareto mungkin 80% manfaat, 20% dampak, kebijakan masih layak.
Alasan
Kebijakan diambil atau dipilih jelas ada alasan dan permasalahan sebelumnya. Untuk pupuk saya pikir isu utamanya adalah ketepatan sasaran.
Ketepatan sasaran mejadi masalah penting. Paling tidak, karena itu (tepat sasaran) yang menjadi objek pemeriksaan para auditor eksternal.
Masalahnya, produsen penanggung jawab penyaluran tidak memiliki solusi yang tepat. Bahkan setelah Indonesia memasuki era digitalisasi. Padahal sudah belasan tahun menyalurkan pupuk bersubsidi.
Karena itu, ada inisiatif untuk melibatkan Perbankan secara langsung dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Terjadilah yang terjadi sekarang. Diambilah kebijakan yang sekarang diambil.
Jalan Bercabang
Kartu tani saat ini hanya sekedar untuk Kartu Identitas penerima dan alat bayar, sekaligus skema untuk pembuktian penyaluran. Pemegang kartu (sesuai nama) adalah petani yang berhak membeli pupuk bersubsidi.
Kartu berfungsi sebagai alat bayar yang bersifat cashless (nontunai), kartu debit. Tepat harga telah terjamin.
Hasil transaksi kartu tani yang ada di bank, merupakan pembuktian penyaluran pupuk bersubsidi yang menjadi dasar pembayaran subsidi harga kepada produsen.
Semua itu bisa dikatakan, saat ini nadi bisnis pupuk bersubsidi ada di bank.
Dengan kartu tani, ke depannya subsidi harga pupuk bisa tidak dilewatkan produsen. Langsung masuk ke kartu.
Jalan cabang berikutnya, pupuk yang dibeli tidak harus dari produsen saat ini. Pupuk yang terdaftar di EDC boleh dibeli pakai kartu tani. Lebih ekstrem lagi, selama pupuk terdaftar dan ber-SNI boleh dibeli pakai kartu tani dengan skema subsidi.
Dan cabang dari kebijakan kartu ini yang seharusnya ditakutkan di khawatirkan oleh produsen pupuk subsidi saat ini.
Kepercayaan
Pupuk bersubsidi itu bisnis, karena ada laba. Bisnis kepercayaan. Untuk tetap bisa menyandang predikat ‘penanggung jawab penualuran’ produsen pupuk harus menjaga kepercayaan mitra bisnis yaitu Pemerintah.
Kartu Tani saat ini membuat produsen tidak bisa berbuat banyak. Kecuali ada upaya luar biasa untuk mengubah kebijakan, dan produsen memiliki sistem pembuktian yang lebih dapat diandalkan.
Jika tidak punya, harusnya tidak ada alasan untuk mengubah kebijakan kartu atani ini.
Tidak ada pilihan bagi produsen untuk tetap relatif pasif. Tetap pilihannya hanya PROAKTIF dan SUPPORTIF terhadap kebijakan ini. Untuk tetap dapat kepercayaan dari stakeholder, terutama Pemerintah.
Jika masih mau menyalurkan pupuk. Kecuali, siap tarung di nonsubsidi 100%. Siapkah?
“Zaman berubah, belanja semakin mudah. Semua serba digital. Pupuk bersubsidi adalah amanah. Yang tidak menyesuaikan akan ditinggal.”
Kartu tani adalah kartu debit plus. Saya sebut demikian, karena kartu tani adalah kartu debit (ATM) yang sekaligus sebagai tanda pengenal sebagai petani yang berhak memperoleh pupuk bersubsidi.
Sebagian wilayah saat ini telah menggunakan kartu tani. Tepatnya, HANYA menyalurkan pupuk bersubsidi melalui skema kartu tani.
Periode Juli, persentase pupuk bersubsidi yang resmi disalurkan oleh Petrokimia Gresik (salah satu pabrik pupuk penyalur pupuk bersubsidi) menggunakan kartu tani masih sangat kecil. Hanya 0,94 persen dari total penyaluran pupuk bersubsidi periode Juli 2020.
Terhitung mulai 1 Agustus 2020 lalu, implementasi kartu tani bertambah beberapa wilayah di 7 provinsi: Bengkulu, Sumut, Jambi, Jateng, Jatim, Jabar, NTB. Secara jumlah wilayah, cukup banyak, total 46 kecamatan yang sudah mengimplementasikan kartu tani.
Kejutan
Sabtu lalu banyak yang terkejut. Tidak sampai setengah mati, seperempatnya pun tidak, hanya terkejut. Kejutan itu berupa Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Subsidi Pupuk. Muncul untuk kali ke enam.
Sudah ada enam SK terkait penyaluran dan penagihan subsidi pupuk menggunakan kartu tani. SK itu menetapkan wilayah wilayah dan waktu dimulainya penyaluran dan penagihan HANYA berbasis kartu tani.
Yang membuat terkejut adalah wilayahnya. Seluruh Jawa, Sumbawa dan Pinrang (Sulsel). Lebih cepat dari dugaan saya. Saya menduga bahwa Jawa, akan berlaku di akhir tahun, itupun hanya Jatim dan Jateng yang seluruh provinsi. Ternyata lebih cepat.
Ini akan memaksa petani untuk lebih modern. Ups, tidak hanya petani, tapi penyalurnya juga: Pengecer, Distributor, dan produsen.
Siapkah? Siap tidak siap. Yang memiliki kuasa atas uang atau anggaran subsidi pupuk sudah memutuskan.
Saya biasanya memuji pelayanan satu bank ini. Bank dimana payroll/penggajian dari perusahaan saya bekerja masuk setiap tanggal 25.
Hari ini saya kecewa. Pelayanan salah seorang personel mereka (bank yang sama) mengecewakan. Sudah lama saya tidak merasakan sensasi yang seperti ini. Jengkel, marah, meski saya hanya ungkapkan lewat protes. Dan tentu saja tulisan ini. Meski kondisi kejiwaan seperti ini tidak saya suka. Tapi tidak nyaman juga jika tidak diungkapkan. Ini mungkin bisa saya sebut kondisi “mendodok/dongkol yang terungkapkan”.
Saya datang mepet jam 15.00, 14.55 mungkin. Bank tutup jam 15.00. Saya tidak protes, misal dengan: “ini belum jam 3 sore”.
Saya berusaha ingin menjadi orang yang “mudah” dalam menerima pelayanan. Saya berpikir pegawai sektor jasa, atau unit pelayanan, bekerja dengan sebaiknya. Jika ada lambatnya, pasti ada kendala yang mereka juga tidak inginkan.
Saya disambut oleh frontliner (sebagian kita menyebutnya security). Ia sambut dengan ramah: “mohon maaf Bapak sudah tutup, masih banyak yang antre. Bapak mau ke mana (teller atau CS)?” “Saya mau ke CS, mobile banking saya bermasalah”, saya bilang. “Sebentar Bapak ya”. Ia melihat antrean, dan saya duga mengusahakan satu nomor untuk saya. Jika ini berhasil, mungkin tulisan ini ada bernuansa positif dan pujian.
Ditengah Ia melihat antrean dan mendekat mesin antrean, datang frontliner lain. Namanya: ah tidak usah disebut. Nama itu saya dapat setelah saya tanya ke orang.
Ditengah pelayanan kepada saya berlangsung, Frontliner kedua ini, langsung berkata: “maaf Pak bank sudah tutup”. Sambil menunjuk ke pengumuman. Saya lihat jam 14.57. 3 manit lagi. Setelah itu,plencing ia pergi ke tempat duduk di dalam. Tampaknya sambil bersungut-sungut ke kawannya.
Bukan masalah hampir tutupnya bank yang saya kecewakan, tapi cara dia memotong pelayanan rekannya yang membuat saya “mendodok” alias dongkol.
Saya tahu saya datang hampir tutup. Dan ada tulisan TUTUP/CLOSE sebelum jam 15.00. Makanya saya tidak langsung masuk. Saya di depan pintu dengan ragu, sambil baca pengumuman, dan berharap ada yang memberi pelayanan. Dan memang ada, tapi… Ah sudahlah. Saya lanjut cerita saja.
Menyampaikan Kekecewaan
Sambil mendodok, saya masuk ke ruangan ATM Center. Hendak melakukan transfer antar bank.
Ini bahayanya marah, jengkel, kecewa, atau mendodok. Saya salah pencet, 2 atau 3 kali. Mau transfer keliru tarik tunai, atau transfer sesama bank.
Setelah transaksi selesai dan benar, saya keluar. Saya menyampaikan protes saya ke personel pertama. Terlebih lagi saya protes keras ke personel kedua (yang memotong pelayanan).
Saya masuk danprotes di dalam, kemudian, sambil menerima protes, personel kedua berjalan keluar sambil saya ikuti. Saya kena namanya “mirroring“.
Inti protes saya: jangan begitu lah. Jangan memotong pelayanan yang diberikan ke saya. Jika dipotong untuk diberikan yang lebih baik, ini bisa WOW. Jika dipotong untuk ditolak, ini ” arrrrgh”.
Ia minta maaf, saya maafkan, tapi masih menyisakan rasa “mendodok”. Tulisan ini saya harap mengakhiri rasa “mendodok” ini.
Marah ituTidak Enak
Satu pelajaran. Bagi saya, marah itu nggak enak. Melampiaskannya juga tidak enak. Tidak dilampiaskan juga tidak enak. Paling penting, jangan marah. Sebagaimana pesan Rasullullah.
Eh dua pelajaran, satu lagi. Mungkin itu cerminan jika pelayanan, sikap, atau tanggapan saya sedang tidak tepat. Bikin orang lain mendodok.
Itu yang menjadikan saya terkadang berpikir, pelayanan kita kadang tidak pas. Tidak memuaskan Pelanggan. Jika sesekali dapat pelayanan yang tidak pas, ya tidak apa apa lah.
Itu jika pikiran, dan emosi sedang bagus. Kalau lagi buru-buru, atau perlu sekali, seperti kejadian barusan, bisa meledak-ledak saya. Semoga tidak terulang.
Banyak Personel
Kejadian itu, menyemangati saya untuk mengikuti kelas Service Operation,dan sertifikasinya. Agar paham cara melayani pelanggan dengan baik. Dan agar saya bisa memaklumi jika melesetnya pelayanan yang diberikan orang lain.
Banyaknya personel belum tentu berbanding lurus dengan kualitas pelayanan. Belum tentu, semakin banyak personel semakin bagus pelayanan. Seperi kejadian tadi. Satu orang yang pertama saja sebenernya cukup. Karena saya hanya seorang. Datang yang kedua, malah ambyar.
Semoga Allah menjauhkan kemarahan, dan semoga pelayanan kita selalu memuaskan pelanggan.
Setiap ide yang muncul harus segera dituliskan. Tujuannya agar tidak lupa. Karena lupa ide untuk ditulis, rasanya nyesek, galau.
Menulis ide juga akan memudahkan memilih dan memilah, mana ide yang akan dikembangkan menjadi tulisan. Demikian tips yang saya pahami saat membaca tulisan mentor kami. Tulisan yang membahas tentang kebanjiran ide.
Kemarin dan sampai saat ini saya berpotensi kehilangan ide. Bukan ide untuk menulis. Tapi kumpulan ide yang telah muncul, termasuk pikiran pokok ide tersebut. Saya menyengaja menulis pikiran pokok (kerangka tulisan) yang akan dikembangkan jadi paragraf. Untuk memudahkan penulisan dan pengembangan, terutama saat kegiatan menulis harus terjeda.
Tulisan ini juga terjeda. Saya mulai di GraPARI, sambil antre menunggu layanan. Kemudian saya lanjutkan di kantor saat rehat sebentar.
Dengan adanya kerangka, melanjutkan jeda tulisan akan lebih mudah. Sisa menulis apa yang sudah ditulis pokok kalimatnya.
Ide biasanya saya ditulis di gawai pintar. Di aplikasi “catatan” (Notes). Sekitar pukul 15.00 WIB Selasa kemarin (18/8) gawai bermasalah. Gawai memulai ulang (restart/reboot) berulang dan tidak selesai. Salah satu solusinya harus di kembalikan ke penyetelan awal. Potensinya, data hilang semua. Termasuk catatan tentang ide tulisan. Semoga catatan itu tercadangkan di aplikasi awan (cloud) milik produsen gawai. Saat ini gawai itu dengan ditangani “dokter” gawai.
Sinkronkan
Tulisan sebaiknya kita cadangkan di lokasi lain. Jika hanya di kertas, bisa hilang, sobek, atau basah. Di komputer atau di penyimpan digital (flashdisk atau hardisk) bisa terkena virus, atau terselip.
Saya mencoba menyimpan di minimal dua tempat berbeda. Di komputer, flashdisk, atau dikirim ke WA sendiri. Bisa juga disinkronkan dengan aplikasi penyimpanan daring semisal Google Drive atau aplikasi cloud.
Bisa juga diunggah di media sosial. Jika sudah berbentuk tulisan. Jika masih ide, bisa juga, mungkin dengan membuatnya jadi kalimat pendek.
RezekiIde
Ide belum tentu muncul dua kali. Karena itu segera pindahkan ke media tertulis. Itu prinsip yang baik.
Kehilangan ide yang belum tentu muncul lagi, tentu sedih, tapi tidak seharusnya seharusnya menyesal. Cukup segera bangkit menulis lagi, mengamati lagi, membaca lagi, belajar lagi.
Jika ide itu bagian dari rezeki kita, akan muncul lagi atau datanya tidak hilang. Jika bukan rezeki kita, mau dikejar sampai manapun tak akan dapat.
Para pakar pengasuhan mengungkapkan bahwa setiap anak itu istimewa, unik. Keunikan itu mungkin seperti wajah atau sidik jari, tidak ada yang persis sama. Mirip mungkin iya, tapi tidak persis sama. Saya pikir begitu. Yang mirip ini yang bisa dikelompokkan, sehingga bisa ditentukan ragam kelompoknya.
Karena unik, cara menghafal anak – anak akan berbeda. Ada yang cukup mendengar. Adanya cukup membaca sendiri, ada yang harus mendengar, membaca/melihat, serta mengulangi sekaligus, dan masih ada macamnya lagi.
Anak-anak yang berasal dari satu kandungan, satu rahim, ayah ibu sama, bisa berbeda sekali.
Kompromi
Karena unik, maka orang tua harus menyesuaikan keunikannya. Orang tua telah dewasa, sehingga dituntut mampu menyesuaikan dengan anak. Buka sebaliknya.
Karena itu dibutuhkan kemampuan mengompromikan antara karakter dan keinginan anak dengan metode, emosi, dan keinginan orang tua.
Misal saat jadwal sudah seharusnya menghafal, anak masih ingin bermain, atau mengerjakan pelajaran lain. Atau jika pagi, sudah seharusnya mandi, zikir, salat dhuha, dilanjut mengulang hafalan,anak masih harus dirayu untuk mandi.
Kontrol emosi negatif haruslah dilakukan. Jangan sampai meledak hingga suasana hati anak menjadi rusak. Oh, tantangan luar biasa bagi kami.
Setiap hari kami belajar untuk kendalikan emosi negatif. Masih sering gagal. Berusaha lagi, lagi,dan lagi, karena cita-cita kami, saya pikir cita-cita kita juga, adalah cita karena cinta bukan?
Demikian juga saat anak berhasil satu surat misal, atau satu juz. Perlu jaga emosi positif, bahagia, senang. Jaga dengan mengucap syukur bahwa ini adalah karunia Allah.
Terlalu bahagia hingga meledak juga akan membuat terlalu bangga bagi anak. Sehingga ia bisa meremehkan dan bangga diri. Setoran berikutnya bisa keteter. Apresiasi harus, namun jangan sampai membuat anak terlalu bangga diri dengan capaiannya.
Ternyata bercita-cita memiliki anak penghafal Alquran butuh perjuangan. Bukan hanya untuk anak, tapi orang tua juga berjuang. Bahkan mungkin perjuangan orang tua yang harusnya lebih besar. Dengan keteladanan dan kesalehan. Kami masih belajar, anak anak kami masih belajar. Baru mulai. Semoga Allah memudahkan.
Berharap Allah meridai perjuangan kami, dengan berusaha ikhlas melakukannya hanya untuk mengharap rida dari Yang Menciptakan Alam Semesta.
Semoga Allah memudahkan kita semua mencapai cita-cita yang mengantar pada kebahagiaan dunia akhirat.