Oleh: Wiyanto Sudarsono
Kawan saya berkata atau menulis tepatnya, di kolom Facebook miliknya:
Menulis itu, sebuah laku spiritual juga. Seperti halnya meditasi atau berzikir. Semakin khusuk seseorang menulis, semakin dia menemukan kenikmatan dalam hidupnya. Pada puncaknya, dia akan mengalami ekstase. Saya melihat hal tersebut dalam diri kawan muda yang hampir tiap hari menulis artikel tentang pemasaran dan penjualan, kemudian dibagikan di Facebook dan WAG. Konon, dia akan menerbitkan sebuah buku. Kelak jika buku pertama jadi, saya yakin akan disusul dengan buku ke dua dan seterusnya. Tidak akan bisa berhenti. Seperti mengonsumsi candu.”
Itu postingan senior dan kawan saya, Pak Made Wirya. Meski saya kurang sepakat di bagian menyamakan menulis dengan berzikir. Zikir dalam konotasi mengingat Tuhan. Kecuali yang ditulis adalah kalam Tuhan, atau sepenuhnya menulis tentang zikir.
Tapi dari sisi bahwa menulis itu nagih, benar. Bahkan jika sudah mendeklarasikan diri sebagai penulis, semua laku adalah laku penulis.
Membaca sebagai penulis. Nonton TV, sinetron, atau film sebagai penulis. Mengamati, melihat sebagai penulis. Demikian penjelaskan dari Coach kami malam tadi.
Bahkan, saya sering disindir oleh beberapa kawan dengan frasa “dasar penulis”. Mungkin laku tidur pun sebagai penulis.
Jika sehari tanpa menulis atau mengetik rasanya ada yang kurang. Tidak lengkap. Bahkan seolah bangun tidur harus ada hal yang terkait “menulis”.
Saya mengingatkan diri dan pembaca dan atau penulis semua, jangan lupa meniatkan menulis sebagai sebuah laku ibadah. Bukankah hidup kita, adalah hanya untuk ibadah kepada Allah?
Karena itu pula, jangan sampai menulis kita melenakan segalanya. Sampai Lupa atau terlambat ibadah.
Selamat menulis, dan berkarya bersama. Bismillah.
(Wiyanto Sudarsono)