Posted on Leave a comment

Takut Kartu

Seri ke-12, Sebuah Mini Seri Pupuk Bersubsidi

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Kali ini agak lebih serius.

Kartu Tani saya pikir merupakan kebijakan publik yang dilaksanakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Kebijakan di sektor pertanian, wa bil khusus pupuk subsidi.

Kebijakan Publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan [Thomas R Dye (1978), kompas.com].

Menjadi kewenangan Pemerintah untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu untuk masyarakat. Ingat, Pemerintah masyarakat juga yang pilih. Melalui sebuah mekanisme pemilihan yang telah disepakati. Paling tidak oleh mayoritas warga negara.

Pemerintah melaksanakan kebijakan subsidi pupuk. Pupuk subsidi disalurkan menggunakan kartu tani. Salah satunya agar tepat sasaran, tepat harga.

Kebijakan Publik juga didefinisikan sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat [David Easton (1965), kompas.com].

Salah satu dari yang saya ingat dari bangku perkuliahan adalah, suatu kebijakan layak dilaksanakan jika manfaat yang diterima masyarakat lebih banyak dari biaya yang dikeluarkan. Atau, masyarakat yang menerima manfaat lebih banyak daripada yang mendapatkan dampak. Jika pakai Pareto mungkin 80% manfaat, 20% dampak, kebijakan masih layak.

Alasan

Kebijakan diambil atau dipilih jelas ada alasan dan permasalahan sebelumnya. Untuk pupuk saya pikir isu utamanya adalah ketepatan sasaran.

Ketepatan sasaran mejadi masalah penting. Paling tidak, karena itu (tepat sasaran) yang menjadi objek pemeriksaan para auditor eksternal.

Masalahnya, produsen penanggung jawab penyaluran tidak memiliki solusi yang tepat. Bahkan setelah Indonesia memasuki era digitalisasi. Padahal sudah belasan tahun menyalurkan pupuk bersubsidi.

Karena itu, ada inisiatif untuk melibatkan Perbankan secara langsung dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Terjadilah yang terjadi sekarang. Diambilah kebijakan yang sekarang diambil.

Jalan Bercabang

Kartu tani saat ini hanya sekedar untuk Kartu Identitas penerima dan alat bayar, sekaligus skema untuk pembuktian penyaluran. Pemegang kartu (sesuai nama) adalah petani yang berhak membeli pupuk bersubsidi.

Kartu berfungsi sebagai alat bayar yang bersifat cashless (nontunai), kartu debit. Tepat harga telah terjamin.

Hasil transaksi kartu tani yang ada di bank, merupakan pembuktian penyaluran pupuk bersubsidi yang menjadi dasar pembayaran subsidi harga kepada produsen.

Semua itu bisa dikatakan, saat ini nadi bisnis pupuk bersubsidi ada di bank.

Dengan kartu tani, ke depannya subsidi harga pupuk bisa tidak dilewatkan produsen. Langsung masuk ke kartu.

Jalan cabang berikutnya, pupuk yang dibeli tidak harus dari produsen saat ini. Pupuk yang terdaftar di EDC boleh dibeli pakai kartu tani. Lebih ekstrem lagi, selama pupuk terdaftar dan ber-SNI boleh dibeli pakai kartu tani dengan skema subsidi.

Dan cabang dari kebijakan kartu ini yang seharusnya ditakutkan di khawatirkan oleh produsen pupuk subsidi saat ini.

Kepercayaan

Pupuk bersubsidi itu bisnis, karena ada laba. Bisnis kepercayaan. Untuk tetap bisa menyandang predikat ‘penanggung jawab penualuran’ produsen pupuk harus menjaga kepercayaan mitra bisnis yaitu Pemerintah.

Kartu Tani saat ini membuat produsen tidak bisa berbuat banyak. Kecuali ada upaya luar biasa untuk mengubah kebijakan, dan produsen memiliki sistem pembuktian yang lebih dapat diandalkan.

Jika tidak punya, harusnya tidak ada alasan untuk mengubah kebijakan kartu atani ini.

Tidak ada pilihan bagi produsen untuk tetap relatif pasif. Tetap pilihannya hanya PROAKTIF dan SUPPORTIF terhadap kebijakan ini. Untuk tetap dapat kepercayaan dari stakeholder, terutama Pemerintah.

Jika masih mau menyalurkan pupuk. Kecuali, siap tarung di nonsubsidi 100%. Siapkah?

(Wiyanto Sudarsono)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *