Posted on Leave a comment

Jendela Inspirasi

Tahniah, Hari Jumat

Mengakses informasi, mencoba memahami, mengamati, dan merenungi.  Itulah penggugah hadirnya inspirasi. Inspirasi perlu diwujudkan dalam bentuk tindakan atau minimal sekadar catatan.

Aku tidak tahu, apa yang sedang dipikirkan sosok dalam gambar di atas. Menatap luar jendela kantor, di awal Jumat pagi. Aku berharap dia sedang mencari inspirasi, atau merenungkan sebuah imajinasi yang terlintas. Tidak ada yang dapat membatasi imajinasinya kecuali pikirnya sendiri. Bahkan bibir lautan pantai utara Jawa, atau pantai Madura sekalipun.

Aku tidak berharap dia sedang menatap nasib diri. Terdampar jauh dari kampung halaman. Mungkin dengan jauh, dan berjauhan akan timbul kesempatan. Untuk memikirkan ide, gagasan, yang berguna.

Kita seharusnya meluangkan waktu untuk merenung dan menyelami pikiran. Menggali ide dari informasi yang pernah didapat, mengawinkan dengan pengalaman, sehingga  sesuatu yang baru dapat dilahirkan.

Tidak harus dengan menatap laut, atau mencari jembatan yang membentang di atas perairan. Bisa dengan mata terpejam, cukup pikir dan khayalan yang melayang.

Inspirasi Pagi, tidak harus dengan berdiam diri sih, kadang bisa sambil ngopi. Bahkan kadang bisa sambil bicara, diskusi, atau menuangkan ide kecil dalam tulisan, dapat memunculkan ide ikutan.

Ide bisa hadir setiap saat, bahkan tanpa diminta. Karena itu penting membawa catatan, dan memastikan gawai kita mendapat asupan energi yang cukup.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Bongkar Kemalasan

Beberapa hari ini saya banyak belajar. Dan ternyata benar, semakin kita belajar semakin banyak yang tidak kita ketahui.

Ah…. saya menarik napas panjang,  ketika begitu banyak pertanyaan yang tidak bisa saya jawab. Padahal, pertanyaan itu tentang dunia yang saya berada di dalamnya. Dunia dimana saya bekerja. Sehingga saya perlu bongkar-bongkar. Terutama bongkar kemalasan.

Bongkar Kemalasan Membaca. Itu adalah judul tayangan (slide) kesembilan dari sepuluh tayangan yang saya buat rabu kemarin. Materi pendek untuk sesi berbagi kepada para penjual. Materi itu saya beri tajuk: Bongkar Kebiasaan Lama Penjualan [yang Nggak Top].

Judul slide kesembilan tersebut kurang pas, yang tepat adalah Bongkar Kemalasan Belajar. Belajar tidak harus dengan membaca, apalagi saat ini di era digital dan pandemi. Banyak sarana belajar, membaca salah satunya, video, pelatihan daring (online training), diskusi, dan banyak lagi sarana belajar.

Yang penting jangan malas. Terlebih bagi seorang penjual/pemasar, yang dunianya begitu dinamis, begitu cepat berubah.

Jalur ke ruang belajar sangat banyak. Banyak bahan penambah pengetahuan yang bisa kita peroleh.

Dalam belajar, dan dalam menghilangkan kemalasan belajar, kita perlu satu hal: rendah hati. Karena pengetahuan (ilmu) seperti air yang mengalir dari tempat yang tinggi (pemilik ilmu), ke tempat yang rendah (hati yang merendah). Demikian nasihat penting dalam pembahasan adab (manner) menuntut ilmu.

Semoga kita termasuk orang-orang yang dianugerahi Allah kerendahan hati, dan semangat untuk belajar. Aamiin…

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Level Kebahagian

Edisi Rabu Bahagia

Belakangan ini saya sering bertanya level kebahagiaan seseorang. Sebenarnya pertama kali saya tanyakan kepada staf saya di kantor. Semoga dia menjawab dengan jujur.

Skala 1 sampai 10, berapa level kebahagiaan kamu hari ini?“. Demikian tanya saya. Bahagia tidaknya seseorang mungkin bukan urusan kita. Benar-benar masalah pribadi yang paling tersembunyi. Tapi dalam ruang lingkup –yang sok sok– profesional, saya ingin mengetahui bahwa tim saya berada dalam atmosfer kerja yang nyaman.

Sedikit yang saya ketahui tentang pembahasan “kepemimpinan dalam pekerjaan”  (Leadership at Work) adalah, banyaknya karyawan yang mundur dari pekerjaan, atau tidak nyaman dalam bekerja, disebabkan karena kepemimpinan dari pemimpin tim, bukan karena pekerjaan itu sendiri. Saya berharap tim saya bahagia. Karena itu saya–sambil bercanda– menanyakan level kebahagiaan orang di tim saya.

Bahkan, saya pernah bertanya tentang kebahagiaan karena adanya perubahan di lingkungan pekerjaan. Misal perubahan pimpinan, rotasi kerja, wilayah tanggung jawab, atau perubahan yang terkesan remeh. Untuk melihat harapan. Harapan kebahagian yang harus disyukuri, atau potensi kegelisahan –atau kesedihan– yang harus diatasi. Meski kadang ada sedikit satire di sana.

Sebagian orang berprinsip, bahagia kita sendiri yang tentukan. Seperti di banyak meme yang beredar. Jadi seperti apapun lingkungannya, atau siapapun pemimpin tim nya, kita tetap bahagia. Saya tidak menampik ada benarnya prinsip tersebut.

Saya juga tidak menyalahkan, menolak, atau mungkin saya lebih sependapat, bahwa kebahagiaan kita dapat dipengaruhi dari luar diri kita.  Sehingga saya tidak bisa mengatakan bahwa “Seseorang berada di level kebahagiaan yang sama antara ketika ia bersama orang yang dicintainya, dengan ketika orang yang dicintainya tiada“. Mungkin mirip dengan kondisi keimanan yang bertambah dengan ketaatan kepada Ar-Rahman, dan berkurang karena kemaksiatan.

Level kebahagiaan ini tidak selalu sejajar dengan keridhaan (akan takdir Tuhan). Posisi penurunan level kebahagiaan –katakanlah kesedihan– bisa berpadu dengan keridhaan, secara bersamaan, saat hati ini lapang. Kesedihan atau penurunan level kebahagiaan, bertambah, berbunga, bahkan kebahagian yang meledak, adalah hal yang manusiawi.

Kita bisa melihat bagaimana Rasulullah bersedih karena hilangnya orang yang disayangi (putra beliau, Ibrahim), dibandingkan dengan Al-Fudhail bin Iyadh yang tersenyum saat anaknya meninggal. Hati Rasulullah adalah hati yang lapang, yang sempurna pada setiap tingkatan. Hati beliau mampu menghimpun antara keridhaan dan menangis karena kasih sayang. Hal ini dijelaskan dalam buku Madarijus Salikin karya Ibnul Qayyim.

Semoga Allah menganugerahi kita hati yang lapang, yang ridha dan yang lembut. Aamiin…

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

(Sementara) Ini Dulu

Episode 10, Sebuah Mini Seri

Gambar: liputan6.com

Untuk mencapai apa yang disebut Tepat Sasaran, Pemerintah telah mengambil langkah. Langkah yang ebih cepat dari langkah pelaksana subsidi (PT Pupuk Indonesia dan Anak Usahanya). Pemerintah telah menetapkan program Kartu Tani untuk penyaluran pupuk bersubsidi.

Kartu Tani merupakan kartu debit (kartu ATM) yang diterbitkan oleh Bank kepada Petani (individu petani) yang digunakan dalam transaksi penebusan/pembelian pupuk bersubsidi melalui mesin penangkap data elektronik (Electronic Data Capture -EDC). Bank yang menerbitkannya kartu tani saat ini adalah BRI, BNI, dan Mandiri. Kartu Tani memiliki desain khusus.

Dengan kartu tani, selain informasi standar seperti kartu debit atau Kartika ATM biasa (Saldo, nomor kartu, pemegang, dll), juga dapat diketahui alokasi atau kuota tersisa untuk pemegang kartu tani, melalui mesin EDC tadi. Jadi jika ditransaksikan dengan kartu Tani, sudah tepat sasaran, berdasarkan nama, alamat, dan kuotanya. Paling tidak secara administrasi sudah dapat ditelusuri.

Kementan melalui Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten menyediakan data e-RDKK. PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) dari Dinas Pertanian sesuai wilayah binaan, bertugas memasukkan data ke sistem. Datanya ada 34 kolom per petani. Data tersebut akan digunakan sebagai dasar penerbitan kartu tani oleh Bank.

Bank menerbitkan dan membagikan kartu tani kepada petani melalui dinas pertanian. Petani menerima kartu tani. Petani mengisi saldo kartu tani melalui bank atau agen bank. Pengecer akan menjadi agen bank yang melayani berbagai transaksi perbankan, selain melayani pembelian pupuk bersubsidi.

Paling tidak, ini dulu sistem penyaluran yang dipilih oleh Pemerintah. Bagi PI dan Anak Usahanya, tampaknya tidak ada pilihan lain selain harus mendukung. Dengan berbagai tantangan yang menyertai dan harus diselesaikan bersama.

Sampai dengan Juni 2020 ini, telah 10 kabupaten /kota mengimplementasikan kartu tani. Kabupaten Ciamis (3 kecamatan), Temanggung (5 kecamatan), Sumenep (4 kecamatan), Batang (15 kecamatan), Brebes (2 kecamatan), Banyumas (2 kecamatan), Karanganyar (4 kecamatan), Pati (1 kecamatan), Purworejo (4 kecamatan), dan Kota Semarang (1 kecamatan). Total 10 kabupaten /kota dengan 41 kecamatan. Sejauh ini, lima kabupaten pertama, telah menyalurkan dan menagihkan subsidinya kepada Pemerintah melalui skema kartu tani.

Bagi produsen pelaksana, termasuk tentunya segenap Distributor dan Pengecernya, diakui tidaknya penyaluran pupuk bersubsidi, tergantung apa yang tercatat di Bank yang menerbitkan kartu tani.

Bisa dikatakan, leher bisnisnya pupuk bersubsidi para produsen pelaksana ada di Bank.

Bersambung insyaAllah ….

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Mewah Pemandangan

Sore hari menatap keluar jendela. Ditengah temaram cahaya senja, di ujung yang berbeda.
Rasa penat hilang, muncul ide di kepala.

Tak selalu pekerjaan berjalan lancar
Tapi selalu yakin ada jalan keluar
Pandangan pendek terlihat jalan buntu
Luaskan pandangan agar pikir bisa melaju

Jauh di seberang, terlihat tepian pulau Madura
Terhubung dengan Jawa via jembatan
Memandang alam adalah sebuah kemewahan
Yang tidak dapat dinilai dengan uang ataupun harga

Bagaimana cara Saudara mengatasi kebosanan dalam bekerja?” tanya salah seorang penguji dalam wawancara kerja saya.
Bercocok tanam sepulang kerja Pak. Atau secara periodik saya akan ubah posisi duduk atau posisi meja, agar suasana kantoran terasa baru“. Itu jawaban saya sebelum tahu kondisi kantor yang akan saya tempati. Setelah tahu, jawaban saya mungkin akan berbeda. Cukup melihat keluar jendela, atau menerbangkan pesawat kertas.

Bekerja di kantor memang ada tantangannya tersendiri. Sebagaimana juga bekerja di luar kantor.

Terkadang, ada hal-hal yang memicu tekanan. Penat menatap layar komputer, permintaan data yang banyak, persiapan presentasi, analisis, merumuskan strategi, atau hanya mencoba mencari alasan atas tidak tercapainya target penjualan. Bahkan, stres juga dapat melanda jika tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukan. Atau buntu dalam mengatasi sebuah persoalan.

Saat itu, saya biasanya menatap keluar jendela. Alhamdulillah, lokasi kantor saya selama ini di lantai 7 dan 6. Cukup tinggi untuk menikmati keindahan alam. Sembari bersyukur kepada Tuhan.

Menikmati telaga buatan serta warna-warni lampu jalan dan kendaraan saat senja di sisi Barat. Atau laut Jawa dengan kelap kelip lampu kapal dan industri di sisi timur. Sebuah kemewahan yang tak tergantikan. Semoga hati ini selalu lapang untuk mengambil pelajaran.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Jembatan Penghubung

Episode 9. Sebuah Mini Seri

Gambar: pngio.com

Penyaluran pupuk bersubsidi yang efektif adalah yang memenuhi kaidah prinsip tujuh tepat. Tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, tepat tempat, tepat harga, tepat mutu, dan tepat sasaran.

Kriteria ketepatan telah diketahui bersama. Tantangan ketepatan harga dan sasaran adalah menghubungkan petani, kriteria, dan pihak penyaluran Puber.

Kita harus membuat asumsi dalam hal ini. Pertama, bahwa pupuk tersedia di tingkat pengecer dalam jenis, jumlah, waktu, tempat dan mutu yang sesuai. Kedua, kelompok sasaran yaitu petani yang berhak membeli telah tersedia dalam RDKK.

Berikutnya adalah bagaimana memastikan petani penerima (bahwa Petani yang membeli adalah yang berhak) dan memastikan petani membeli di harga yang sesuai. Sebenarnya, ada dua jembatan (alat, media) yang mungkin dibangun. Pertama, adalah yang saat ini sedang diuji coba, sedangkan yang kedua adalah pengembangan dari gagasan yang sempat terpikir empat atau lima tahun yang lalu. Saya akan mulai dari yang kedua dulu saja.

Gagasan Radikal

Gagasan ini bermula pada dua kondisi penyaluran pupuk bersubsidi. (1) permasalahan dalam penyaluran pupuk bersubsidi masih sama. Temuan BPK masih dikisaran itu-itu saja. (2) Produsen pelaksana telah menyalurkan Puber lebih dari 14 tahun, tapi perbaikan di saluran penyaluran, utamanya di tingkat pengecer tidak terlihat secara nyata. Oh ternyata tidak dua, tapi tiga. (3) Digitalisasi disisi produsen hanya sampai Distributor. Distributor ke Pengecer, Pengecer ke Petani, masih gelap. Waktu itu.

Pijakan gagasan perbaikan ini berawal dari: pupuk bersubsidi ini adalah bisnis, bagi Produsen, Distributor, dan Pengecer. Mau sebesar–atau sekecil– apapun profit atau keuntungannya, bisnis adalah bisnis. Masih akan ada orang yang mau dan bisa melakukannya. Bisnis pupuk bersubsidi: bisnis kepercayaan. Silakan buka kembali Majalah GEMA edisi 289, Oktober 2017 halaman 14-16. Atau buku Sepuluh Genap halaman 124.

Perbaikan sistem penyaluran dan jawaban dari permasalahan penyaluran SEHARUSNYA ditemukan dan dilakukan oleh produsen dan saluran penyalurannya.

Karena permasalahan utama adalah di tingkat pengecer, maka jawaban dari masalah itu adalah “memperbaiki kondisi pengecer”. Pengecer menjadi pelaku dan objek dari perbaikan ini. Tentu dalang utamanya adalah produsen pelaksana.

Pengecer adalah pihak yang bertemu secara langsung dengan petani. Jembatan harus dibangun dari dan ke Pengecer.

Sistem informasi dan teknologi dibangun di Pengecer, terhubung dengan Produsen dan Distributor, termasuk pihak terkait, pemerintah daerah dan pusat.

Perlu diberi catatan bahwa syarat minimal jumlah pengecer, hanya dua pengecer di satu kecamatan. Dulu, saya lebih menyukai sistem berbasis komputer personal (PC) dari pada berbasis Android atau EDC. Saat ini mungkin akan jauh berbeda, mengingat demikian majunya perkembangan aplikasi POS (Point of Sales).

Dengan sistem itu, Pengecer akan mampu melakukan perekaman (digitalisasi) data petani, melakukan pesanan, pencatatan stok, merekam pelayanan penyaluran pupuk bersubsidi, sampai pelaporan, secara tepat waktu (real time).

Sulit? Iya.
Tidak semua pengecer saat mampu? Iya.

Karena itu, bangunan jembatan ini dimulai dengan “memperbaiki kondisi pengecer” dengan memampukan pengecer. Mengembangkan pengecer, menambahkan peralatan, dan meningkatkan kemampuan. Jika diperlukan mencari dan mengangkat pengecer baru, untuk menggantikan pengecer yang dinilai tidak mampu mengikuti hal itu.

Ide radikalnya adalah, digitalisasi tingkat pengecer oleh Produsen pelaksana subsidi.

Tapi sudahlah, gagasan ini tidak dapat terealisasi –mungkin karena kurang berjuang–, tergeser oleh sistem yang diinisiasi oleh Pemerintah. Sekarang, produsen, Distributor, dan Pengecer Puber hendaknya mendukung sistem yang dibangun Pemerintah, serta mengamankan bisnis Puber ini.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Kunci Pas

Episode 8. Sebuah Mini Seri

Gambar: pngdownload.id

Tidak hanya di sektor pertanian, mungkin di hampir semua sektor. Masalah utamanya adalah: data. Ketersediaan, keterbaruan, dan keakuratan data.

Demikian juga yang terjadi di pupuk bersubsidi (Puber). Data petani yang berhak membeli Puber juga diragukan–paling tidak oleh sebagian kalangan– ketersediaan, keterbaruan, dan keakuratannya. Ada petani yang sudah meninggal dunia tiga tahun lalu, masih masuk dalam RDKK. Tapi, itu dulu. Semasa RDKK masih sangat manual.

Dokumen RDKK-nya ada,  di pengecer, di PPL, di kelompok tani, di BPP. Berbentuk kertas, bertulisan tangan. Rekapitulasinya, ada disetiap jenjang. Mulai desa, kecamatan, kabupaten, sampai Nasional. Paling tidak demikian yang diatur di dalam pedoman penyusunan RDKK.

Sekarang, di era digital sudah ada e-RDKK. Data yang di RDKK tadi di masukkan ke sebuah sistem informasi, dengan ditambahkan nomor induk kependudukan (NIK), nama ibu kandung, dan data lainnya yang berkaitan, menjadi data elektronik. Seingat saya ada 34 kolom yang harus dimasukkan untuk satu orang petani.

Terkait data elektronik ini, dulu saya sangat senang ketika ada e-KTP. Saya membayangkan, wah asik ini, data bisa terintegrasi, jadi satu. Data kependudukan, lahan, kendaraan, dan lain sebagainya. Terus ada kasus e-KTP itu, ah sudahlah.

Dengan e-RDKK, sudah dapat diidentifikasi siapa penerima pupuk bersubsidi, dan kebutuhan yang diajukan. Datanya dalam bentuk elektronik. Bisa dilihat kapan saja, dimana saja, selama memiliki akses dan otoritas (kewenangan).

Mengingat alokasi senantiasa dibawah total RDKK, kebutuhan dari petani (e-RDKK) perlu diubah atau disesuaikan sedemikian sehingga menjadi kuota pembelian.

Tampaknya, fungsi penetapan kuota ini telah diambil oleh Kementerian Pertanian, dalam hal ini Dinas yang menangani Pertanian di daerah. Sehingga, data petani siapa dapat pupuk apa dan jumlahnya berapa, sudah tersedia. Sudah pas, dan ini menjadi kunci prinsip tepat sasaran dalam penyaluran Puber.

Tantangan berikutnya, bagaimana menghubungkan pengecer (yang melayani pembelian Puber petani), data e-RDKK, dan petaninya.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Merah Rujak

Ada sekitar tiga pohon jambu air, di sekitar rumah. Dua putih, dan satu merah. Yang merah dari jenis dalhari, ditanam di pot besar. Buahnya tidak terlalu manis tapi menyegarkan.

Yang putih, ditanam di tanah langsung. Pohonnya besar dan rindang. Buahnya banyak dan manis. Sayangnya, selalu keduluan disuntik lalat buah.

Jambu air dalhari telah berbuah. Dan beberapa waktu lalu kami bungkus kresek. Agar tidak disuntik lalat.

Dan benar, alhamdulillah bisa panen. Berkali-kali kami bisa panen secara bertahap.

Karena tidak terlalu manis, cocok dibuat rujak buah. Dengan cabai yang cukup pedas. Segar sekali.

Pedasnya cukup untuk membuat bibir memerah. Merah meski tidak harus di kecup. Cukup dengan jambu yang dicolek sambal. Untuk mengobati rindu kampung halaman.

Posted on Leave a comment

Naget Cinta

Pisang (Musa Sp.) adalah buah yang unik. Sebagian besar jenisnya, dapat dinikmati langsung. Sebagiannya lagi dapat dinikmati dengan diolah menjadi masakan tertentu. Direbus atau digoreng, atau yang lainnya. Hanya sedikit (satu atau dua) yang secara rasa, harus diolah dulu.

Dahulu pada tahun 1999, saya pernah menanam pisang. Itu karena di sekolah SMP kami, terdapat pelajaran muatan lokal. Mata pelajaran tersebut disebut dengan Muatan Lokal: Pertanian. Kelas 1 tentang pertanian (budi daya tanaman): pisang. Kelas 2 tentang perikanan: patin. Kelas 3 tentang peternakan: ayam petelur, ayam arab.

Begitu lokal pelajaran itu. Karena sekolah kami di tengah lahan pertanian di tengah-tengah Provinsi Lampung. SMPN 3 Tulang Bawang Tengah.

Ups, ada muatan lokal yang tidak terlalu lokal. Namanya: English Coversation, percakapan bahasa Inggris. Mempelajari bagaimana bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, sedikit tentang tata bahasanya. Ini diluar mata pelajaran bahasa Inggris, yang kami kenal di jenjang SMP.

Kembali ke masalah pisang. Olahan pisang yang sederhana bisa dikukus, digoreng, pisang coklat, pisang keju, dan ada naget (nugget) pisang.

Naget pisang ini yang istimewa. Paling tidak bagi kami sekeluarga. Harumnya, rasanya maknyus. Apalagi ditaburi coklat.

Bagi saya, paling nikmat dimakan pada malam hari, selepas pulang kerja. Setelah mandi. Ditemani Dia. Iya si Dia.

Sambil duduk berdua, meski tidak harus di atas kursi cinta.

(Wiyanto Sudarsono)

Catatan: Foto oleh si Dia

Posted on Leave a comment

Enam atau Tujuh?

Episode 7. Sebuah Mini Seri

Gambar: aabeyondbelief.org

Jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu adalah enam hal yang menjadi fokus dalam pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi (Puber).

Karena Puber ada lima jenis pupuk, maka JENIS pupuk masing-masingnya harus tersedia dalam JUMLAH dan WAKTU yang tepat, sesuai dengan kebutuhan wilayah (TEMPAT) dan komoditas, pada posisi HARGA yang sesuai ketentuan (harga eceran tertinggi–HET–) dengan tetap menjaga MUTU yang sesuai persyaratan.

Keenam hal di atas, populer dengan sebutan prinsip enam tepat. Prinsip pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi.

Di antara enam hal di atas, empat diantaranya berkaitan langsung dengan aktivitas budi daya pertanian. Bahwa pupuk yang bermutu harus diberikan secara tepat dosisnya (jenis dan jumlah), diberikan pada waktu yang pas sesuai masa pertumbuhan tanaman.

Sedangkan dua lainnya, terkait dengan akses, atau keterjangkauan pupuk oleh Petani. Harga dan tempat. Harga yang terjangkau dan keberadaan pupuk di tempat yang relatif dekat dengan petani.

Tampaknya, dan mungkin telah disadari banyak pihak, saat ini perlu dikembangkan satu lagi tepat, yaitu TEPAT SASARAN. Puber adalah produk yang terbatas, karena itu harus pas.

Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) saat ini hanya mengatur KELOMPOK SASARAN, melalui persyaratan petani yang berhak mendapat Puber. Diatur dalam bab “Peruntukan Pupuk Bersubsidi” dalam Permentan tentang Alokasi dan HET Puber Sektor Pertanian.

Karena yang diatur hanya KELOMPOK SASARAN, maka diperlukan wasit yang menentukan, diantara kelompok tersebut,  petani siapa dapat pupuk apa dan berapa.

Siapa wasitnya? Wasitnya adalah PENGECER. Pengecer yang menjalankan fungai menentukan petani mana yang dapat, mana yang tidak, atau supaya dapat semua, masing-masing petani dapat pupuk apa saja dan berapa.

Fungsi ini dijalankan dengan berbagai cara. Diantaranya, jika Pengecernya telaten, dan petaninya peduli–tepatnya sangat membutuhkan–, atau hubungan pengecer-petani sangat baik, maka pupuk akan dibagi secara proporsional sesuai RDKK. Alokasi yang di bawah RDKK akan dibagi sesuai proporsi RDKK. Atau dengan cara yang paling mudah, siapa yang datang dan beli duluan akan dapat maksimal sesuai RDKK. Selama Pengecer memiliki stok. Poinnya, Pengecer yang menjalankan fungsi wasit. Itu jika pengecernya masih relatif tertib. Tidak awur-awuran.

Penetapan kriteria petani yang berhak, menghasilkan KELOMPOK SASARAN, ini dinilai sebagian pihak tidak efektif. Karena ada potensi tidak tepat sasaran. Atau ada petani di kelompok sasaran yang tidak dapat pupuk. Maka diperlukan prinsip Ketujuh yaitu TEPAT SASARAN.

Dengan prinsip TEPAT SASARAN, petani yang berhak membeli Puber ditentukan berdasarkan nama, alamat, komoditas yang ditanam, dan lain sebagainya. Hasilnya, ditetapkan bahwa Petani siapa, diperkenankan membeli pupuk apa saja, dalam maksimal sejumlah berapa.

Dengan prinsip ini, Petani dapat mengetahui ia akan dapat membeli Pupuk Bersubsidi berapa kg untuk usaha taninya. Kemudian ia dapat bersikap, apakah bersabar dengan kuota tersebut, atau masih mau ubet (berupaya) dapat lebih banyak dengan berbagai cara. Atau mau membeli pupuk nonsubsidi. Petani yang memutuskan.

Petani adalah pembuat keputusan pupuk yang digunakan kepada tanaman. Tanaman tidak bisa memilih pupuk yang diinginkan.

Meskipun pupuk digunakan pada tanaman, petani juga yang menentukan. Tanaman hanya terimo ing pandum (menerima pemberian dan keputusan petani)

(Wiyanto Sudarsono)