Episode 9. Sebuah Mini Seri

Penyaluran pupuk bersubsidi yang efektif adalah yang memenuhi kaidah prinsip tujuh tepat. Tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, tepat tempat, tepat harga, tepat mutu, dan tepat sasaran.
Kriteria ketepatan telah diketahui bersama. Tantangan ketepatan harga dan sasaran adalah menghubungkan petani, kriteria, dan pihak penyaluran Puber.
Kita harus membuat asumsi dalam hal ini. Pertama, bahwa pupuk tersedia di tingkat pengecer dalam jenis, jumlah, waktu, tempat dan mutu yang sesuai. Kedua, kelompok sasaran yaitu petani yang berhak membeli telah tersedia dalam RDKK.
Berikutnya adalah bagaimana memastikan petani penerima (bahwa Petani yang membeli adalah yang berhak) dan memastikan petani membeli di harga yang sesuai. Sebenarnya, ada dua jembatan (alat, media) yang mungkin dibangun. Pertama, adalah yang saat ini sedang diuji coba, sedangkan yang kedua adalah pengembangan dari gagasan yang sempat terpikir empat atau lima tahun yang lalu. Saya akan mulai dari yang kedua dulu saja.
Gagasan Radikal
Gagasan ini bermula pada dua kondisi penyaluran pupuk bersubsidi. (1) permasalahan dalam penyaluran pupuk bersubsidi masih sama. Temuan BPK masih dikisaran itu-itu saja. (2) Produsen pelaksana telah menyalurkan Puber lebih dari 14 tahun, tapi perbaikan di saluran penyaluran, utamanya di tingkat pengecer tidak terlihat secara nyata. Oh ternyata tidak dua, tapi tiga. (3) Digitalisasi disisi produsen hanya sampai Distributor. Distributor ke Pengecer, Pengecer ke Petani, masih gelap. Waktu itu.
Pijakan gagasan perbaikan ini berawal dari: pupuk bersubsidi ini adalah bisnis, bagi Produsen, Distributor, dan Pengecer. Mau sebesar–atau sekecil– apapun profit atau keuntungannya, bisnis adalah bisnis. Masih akan ada orang yang mau dan bisa melakukannya. Bisnis pupuk bersubsidi: bisnis kepercayaan. Silakan buka kembali Majalah GEMA edisi 289, Oktober 2017 halaman 14-16. Atau buku Sepuluh Genap halaman 124.
Perbaikan sistem penyaluran dan jawaban dari permasalahan penyaluran SEHARUSNYA ditemukan dan dilakukan oleh produsen dan saluran penyalurannya.
Karena permasalahan utama adalah di tingkat pengecer, maka jawaban dari masalah itu adalah “memperbaiki kondisi pengecer”. Pengecer menjadi pelaku dan objek dari perbaikan ini. Tentu dalang utamanya adalah produsen pelaksana.
Pengecer adalah pihak yang bertemu secara langsung dengan petani. Jembatan harus dibangun dari dan ke Pengecer.
Sistem informasi dan teknologi dibangun di Pengecer, terhubung dengan Produsen dan Distributor, termasuk pihak terkait, pemerintah daerah dan pusat.
Perlu diberi catatan bahwa syarat minimal jumlah pengecer, hanya dua pengecer di satu kecamatan. Dulu, saya lebih menyukai sistem berbasis komputer personal (PC) dari pada berbasis Android atau EDC. Saat ini mungkin akan jauh berbeda, mengingat demikian majunya perkembangan aplikasi POS (Point of Sales).
Dengan sistem itu, Pengecer akan mampu melakukan perekaman (digitalisasi) data petani, melakukan pesanan, pencatatan stok, merekam pelayanan penyaluran pupuk bersubsidi, sampai pelaporan, secara tepat waktu (real time).
Sulit? Iya.
Tidak semua pengecer saat mampu? Iya.
Karena itu, bangunan jembatan ini dimulai dengan “memperbaiki kondisi pengecer” dengan memampukan pengecer. Mengembangkan pengecer, menambahkan peralatan, dan meningkatkan kemampuan. Jika diperlukan mencari dan mengangkat pengecer baru, untuk menggantikan pengecer yang dinilai tidak mampu mengikuti hal itu.
Ide radikalnya adalah, digitalisasi tingkat pengecer oleh Produsen pelaksana subsidi.
Tapi sudahlah, gagasan ini tidak dapat terealisasi –mungkin karena kurang berjuang–, tergeser oleh sistem yang diinisiasi oleh Pemerintah. Sekarang, produsen, Distributor, dan Pengecer Puber hendaknya mendukung sistem yang dibangun Pemerintah, serta mengamankan bisnis Puber ini.
(Wiyanto Sudarsono)