Posted on Leave a comment

Hadiah dan Sajak Indah

Ada Cinta di Rumah

Oleh Wiyanto Sudarsono

Saya dibuat menangis oleh orang yang saya cinta. Bukan karena sedih atau marah, tapi karena haru. Haru sekali, bahkan sampai saya tidak bisa mengontrol emosi. Tak terasa menetes air mata di pipi.

Lho kok dua!!” Katanya berseru ketika melihat paket kiriman yang saya terima sebelumnya. Waktu itu saya duduk di teras depan rumah.
Mungkin penjualnya lagi baik, memberi bonus tambahan“.

Nih, coba Abah buka yang satu“. Dia menyodorkan satu paketan yang lebih besar ke saya.
Saya pun membukanya.

Bagaimana?” Tanyanyi sambil nyengir menggoda.

Ternyata, sepotong jubah putih panjang, dengan sedikit warna abu-abu. Indah, bagus. Dari jenama baju yang beberapa kali dibelinya. Berarti ini istimewa.

Tak terasa saya meneteskan air mata. Saya sudah lama dimintanyi membeli jubah baru. Saya bergeming. Sampai akhirnya dia membelikan itu. Dan Pas. Ukuran XL. Tanpa perlu memotong atau memermak sedikitpun.

Nih coba baca dengan keras“. Dia menyodorkan kertas bertulisan tangan. Beberapa bait sajak.

Keharuan saja makin menjadi. Saya memeluknya, saya tidak sadar kalau kami di depan rumah, dan di depan anak-anak. Alhamdulillah, jalanan sepi.

Seperti apakah sajak yang membuat saya haru, emosional, dan lupa? Berikut salinannya:

Satu dua Lepis asli
PeDe nian, mecing sana sini
Gamis satu tak pernah ganti
Duh kasihan di anak tiri

Satu dua Lepis baru
Dipakaia kerja Kamis Jumat
Satu aja gamis dariku
Biar mata tak penat

Siji loro telu papat
Iwak lele lompat lompat
Krono aku duwe duit papat
Tak tukokno anyar ojo didebat

Ijo-ijo godhong jambu
Ceplok abang kembang sepatu
Aku tresno karo sliramu
Rongokno “Ai Lop Yu”

Kecut seger jangan asem
Iwak gerih sambel terasi
Cowok ganteng mesam-mesem
Mari ngene nyium pipi
–DL

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Kartu Tani untuk Petani

Catatan Seorang Anak Petani

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Awal bulan September 2020 ini begitu ramai.  Hal itu karena adanya rencana pembelian pupuk bersubsidi  wajib menggunakan kartu tani.

Heboh!! Kehebohan yang hanya bisa dipahami oleh orang yang peduli dengan pertanian. Khawatir!! Petani yang belum mendapat kartu mengkhawatirkan tanamannya yang sudah mulai membutuhkan pupuk.

Kartu tani merupakan kartu (debit) yang dikeluarkan oleh perbankan kepada petani yang digunakan dalam transaksi (pembelian) pupuk bersubsidi melalui mesin EDC (Electronic Data Capture) di pengecer resmi. EDC sendiri adalah sebuah mesin yang berfungsi sebagai sarana transaksi pembelian pupuk bersubsidi dengan memasukkan atau menggesekkan kartun tani di pengecer resmi.

Untuk lebih memantapkan program kartu tani, KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) dan Kementerian Pertanian, hari ini (8/9), mengadakan Webinar Nasional bertajuk KARTU TANI. Pembicaranya lengkap. Dari KTNA Nasional, Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Perbankan (BRI), dan Pupuk Indonesia. Semoga setelah ini, pelaksanaan kartu tani ini bisa lancar, tanpa ada kehebohan.

Pandangan Anak Petani

Bagi saya momen kartu tani ini adalah saat tepat untuk memperbaiki data pertanian dan petani kita. Yang paling penting, jangan sampai seperti hebohnya e-KTP.

Pertama, digitalisasi data petani yang membutuhkan skema subsidi atau bantuan lainnya. Subsidi pupuk, benih, modal usaha tani, asuransi pertania , dan program lainnya.
Kunci suksesnya ada pada pengumpulan data lapangan dan mendigitalkannya.

Kunci digitalisasi ada pada ketepatan dan kecermatan data petani. Kejujuran pengungkapan informasi yang sesungguhnya oleh petani dan pendampingnya (PPL). Tentu saja, alat untuk mendigitalkan, dan mungkin insentif bagi pengumpul datanya.

Kedua, perbaikan kriteria petani penerima kartu tani. Petani pemilik, penggarap, penyewa, atau butuh tani. Bagi saya, penerima yang tepat adalah petani penggarap, yaitu petani yang melaksanakan aktifitas pengelolaan usaha tani (on farm), baik di lahan milik, sewa, ataupun kerjasama.

Perbaikan juga dilakukan untuk luasan areal. Luasan lahan yang diusahakan oleh petani penerima kartu tani. Tidak harus sama antar subsektor. Misal, untuk subsekor tanaman pangan paling luas 2 ha, perkebunan 3 ha, perikanan 1 ha, holtikultura 2 ha. Per subsektor pun bisa dibedakan kembali.

Acuan pembedaannya adalah NTP (Nilai Tukar Petani). Jika NTP suatu komoditas relatif rendah berarti petani tersebut relatif lebih membutuhkan bantuan. Untuk luasan yang sama (misal padi dan karet) dampaknya ke kesejahteraan petani akan berbeda.

Ketiga, perbaikan layanan publik untuk sektor pertanian rakyat. Dengan perbaikan kriteria petani penerima, yang berikutnya adalah kemudahan mekanisme mendapatkan kartu tani bagi petani yang memenuhi kriteria. Tentu tidak dapat dikatakan mudah jika kartu tani dicetak terpusat, dan petani harus menunggu kiriman kartu dari Jakarta.

Selanjutnya, dengan berbagai kemudahan itu, dan dengan memiliki kartu tani, petani dapat lebih mudah mengakses layanan publik bidang pertanian. Saya berharap begitu.

Mungkin itu sedikit catatan saya, sebagaimana anak petani. Saya ingin menutup dengan jawaban dari pertanyaan: “siapa yang paling membutuhkan kartu tani?”.
Jawaban pembicara Webinar dari BRI saya nilai tepat: ” Kartu tani sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi petani”. Demikian kira-kira jawaban beliau.

(Wiyanto Sudarsono)

Terbit pertama kali di opini gemahripah.co dengan judul “Peluncuran Kartu Tani, Momen untuk Membenahi Data Pertanian dan Petani”.

Posted on Leave a comment

D. A. N. D. A. N.

Ada Cinta di Rumah

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Man Stuff/DL

“Sana mandi dulu, biar wangi”. Sepulang kerja saya disambut senyuman dan kata itu. Belum ada ciuman. Tak masalah, karena itu protokol kesehatan sepulang kerja.

Mandi, ganti baju, pakai sedikit parfum, lumayan. Sudah cukup ganteng untuk ukuran di rumah.

Saya sering menasihatkan kepada tim penjualan saya untuk berdandan. Agar tampil baik di hadapan pelanggan.

Saya pun berusaha untuk itu. Pertama tentu saja tampil baik kepada pelanggan terdekat. Keluarga. Ya, keluarga adalah orang yang paling berhak mendapatkan penampilan terbaik kita.

Bukan soal ganteng atau cantik, tapi soal bagaimana menampilkan diri dihadapan pasangan ketika di rumah. Selain raut muka yang menyenangkan, penampilan yang memadai juga penting untuk dilakukan.

Meski di rumah, penampilan yang baik itu penting. Agar ingatan dan memori di dalam rumah selalu indah. Jangan terbalik. Jika keluar rumah, penampilan kita MasyaAllah, tapi jika di dalam rumah penampilannya Subhanallah.

Sebuah hadits menyebutkan: “Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan” (HR. Muslim)

Karena itu, berpakaian di rumah dengan pakaian yang baik, yang indah. Jika suka memakai daster (home dress) –bagi istri–, pilih yang baik, rapi, dan motif menarik. Agar ehem….

Suami pun begitu, kaos yang baik, layak, tidak lusuh. Jangan terlihat memakai pakaian yang layak jadi lap. Sebagai bagian berbuat baik kepada keluarga.

Yuk bersyukur jika kita telah menjadi pasangan yang cukup enak dipandang. Dan jika pasangan kita juga demikian. Dan mari kita perbaiki jika masih ada kekurangan.

Rasulullah mengabarkan: “Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR Tirmidzi). 

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Lansia yang Berkarya

Tantangan Menulis dalam 23 menit

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Saya menantang diri sendiri untuk menulis dalam waktu 23 menit. Berikut hasilnya, dengan realisasi waktu 21 menit:

Dua hari ini saya dibuat Baper oleh status atau tanggapan seorang senior. Meski tidak yakin kalau ia serius. Tapi menyoal bahwa dirinya telah lansia, membuat saya gelisah.

Usia menghentikan karya? Saya menilai tidak sepenuhnya tepat. Berkarya, seperti belajar, berakhir saat nyawa terpisah dari raga.

Bahkan diusia senja (sekalian saja dikatakan begitu) adalah kesempatan berkarya. Salah seorang penulis Jepang, ah saya lupa namanyi, mulai menulis diusia 92 tahun, menerbitkan buku usia 98 tahun. Dan menjadi 10 besar buku terbaik Jepang 2010.

Jadi mengulang-ulang atau mengeluhkan bahwa usia yang lansia, atau senja, dan mengurangi kesempatan berkarya, perlu direnungkan ulang. Semakin tambah usia semakin dalam pemahaman, meski semakin menurun ingatan. Normalnya begitu.

Satu hal yang tidak bisa dikalahkan dari orang berusia senja adalah: PENGALAMAN. Tentu pengalaman ini akan memberikan sudut pandang yang luas dan berbeda, dibandingkan kami yang lebih muda, jarang membaca, tapi ingin punya karya.

Senior saya ini, hobinya bersepeda gunung. Sudah terbiasa dengan pandangan di ketinggian (lho!). Saya juga yakin pengalaman beliau benar sesuai masa dan usianya. Bukan sekadar pengalaman setahun yang diulang-ulang.

Kelas Menulis

Senior yang lain, yang dikomporin senior yang ngaku lansia, mengajak membuat kelas menulis. Tentu dengan pembicara BUKAN SAYA. Pembicara yang di rencanakan adalah: Rahasia.

Saya ceritakan pengalaman saya mengikuti kelas menulis. Makin menggebu ia. Apalagi saat kami bercerita tentang masa-masa bekerja bersama di luar Jawa.

Semoga rencana ini terlaksana. Termasuk mengajak kawan muda. Agar paling tidak, kami punya karya sebelum lansia.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Mustikarasa: Sebuah Warisan Budaya

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Mustika rasa Cafe & Resto

Untuk kali pertama berkunjung ke resto baru. Belum dibuka untuk umum. Pertama kali mendengar nama “Mustika Rasa” sebagai nama resto, yang muncul adalah penasaran.

Mesin pencari di internet bekerja sejenak. “Mustikarasa”,–yang betul tidak dipisah– satu-satunya buku masak resmi yang diterbitkan Pemerintah Indonesia (detikfood). Aha, luar bisa ini. Diterbitkan di masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Dengan mengambil nama tersebut, menunjukkan komitmen resto untuk mempertahankan dan memajukan kuliner nusantara. Paling tidak itu yang terpikir di benak saya.

Buku yang dapat disebut ‘kitab’ Mustikarasa karena tebalnya 1.123 halaman, dengan 1.600 resep masakan. “Mustikarasa” bisa berarti sebuah tantangan bagi resto yang mengambil nama kitab ini sebagai jenamanya. Kitab ini seolah berkata: “resepku sangat banyak, tidak ada alasan engkau memasak masakan luar negeri”.

Dari beberapa masakan yang kami cicip, terasa sekali kekhasan masakan Indonesia. Gurame, udang, tahu, dan tentu saja nasi putih sebagai menu utama.

Selain urusan resep, ada juga urusan tampilan service person: pramusaji dan personel lainnya. “Budaya Indonesia” harus melekat dan kental terasa, dalam nuansanya. Kalau dari bangunan, memang dibuat modern minimalis. Berarti urusan budaya ada di layanannya.

Kompetensi service diantaranya salam kedatangan, seragam, penanganan komplain, dan aspek lainnya. Harus Indonesia Banget.

Semoga kafe Mustikarasa ini dapat mewakili kejayaan dan keberagaman kuliner Nusantara. Mampu berjaya di tengah gempuran resto masakan dan minuman kekinian.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Noodles Day

Ada Cinta di Rumah

Mi bukan Instan/DL

Jangan makan mi instan setiap hari. Paling tidak itu yang diajarkan banyak orang tua ke anaknya. Termasuk kami.

Tapi, rasa enak mi instan itu ehm… seolah tak tergantikan. Kami tidak melarang memakannya, tapi kami mengaturnya. Melalui program “Noodles Day”. Hari Mi.

Kami makan mi instan di salah satu jadwal makan. Bisa untuk sarapan atau makan malam. Boleh mi goreng atau mi kuah.

Harinya adalah hari Jumat. Hari itu seru. Masing-masing anggota keluarga boleh memasak minya sendiri. Untuk anak-anak tentu dengan pengawasan.

Tapi, saya paling suka jika, si Dia memasak mi. Tapi bukan mi instan. Mi goreng atau kuah bukan instan. Gambar di atas contohnya. Masakan itu mungkin yang bisa mengalahkan enaknya mi instan.

Beli mi original (mi telur, kwetiau, atau bihun), direbus, lalu di masak dengan bumbu tertentu. Ah, bisa tidak terkontrol saya.

Puisi sederhana untuk hari mi kami:

Pangan, Sandang, Papan,
Tiga kata untuk pokok kebutuhan
Memiliki rentang nilai yang luas dan panjang
Murah, sederhana, biasa, sampai mahal dan jarang
Sekadar mi instan pun bisa membahagiakan

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 2 Comments

J. O. D. O. H

Ada Cinta di Rumah

Oleh: Wiyanto Sudarsono

(Foto oleh DL)

Tidak semua orang berkesempatan menemukan jodoh. Maksud saya disini adalah jodoh sebagai pasangan suami-istri yang sah. Jadi jangan lupa bersyukur jika kita telah memiliki cinta di rumah. Bersyukur karena kita termasuk bagian dari makhluk Allah yang telah menemukan pasangan /jodoh.

Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”
–QS.Yāsīn [36]:36

Siapapun yang telah ditetapkan menjadi jodoh kita, selalu akan bertemu dengan jalan dan cara apapun. Karena itu tenanglah saja.

Saya pernah mendengar atau membaca sebuah ungkapan: “aku tenang karena aku mengetahui apa yang ditakdirkan untukku pasti akan terjadi, apa yang tidak di takdirkan, pasti akan luput dariku“. Atau yang semakna dengan itu.

Ungkapan di atas bukan untuk menjadikan pasrah dan menyerah begitu saja. Ungkapan itu untuk memberi ketenangan dalam berbagai kondisi, setelah berusaha.

Menjaga dan mencintai jodoh atau pasangan yang telah ada di rumah adalah bagian dari kesyukuran.

Mencari Jodoh ala Penjual

Salah satu jalan bertemu jodoh adalah dengan mengupayakannya. Dalam mencari calon jodoh, dapat menggunakan metode para penjual dalam mencari pelanggan.

Pertama, nonreferal. Sebenarnya kita sudah memiliki banyak data calon. Teman sekelas, SD, SMP, SMA, teman satu kantor, teman kuliah, dan kenalan lainnya. Semuanya adalah calon. Bisa jadi salah satunya berjodoh. Banyak cerita demikian bukan?

Saya sering menyarankan untuk melihat orang-orang yang kita kenal tersebut. Mulai dari yang terdekat. Seperti alur obat nyamuk bakar. Melingkar dari dalam (paling dekat), kemudian keluar (yang agak lebih jauh). Jika qadarullah belum ketemu. Maka yang kedua.

Referal. Meminta referensi dari orang yang kita kenal dan kita percaya. Istilah lainnya dikenalkan atau dijodohkan. Jika memang benar berjodoh akan bertemu dan cocok. Usaha yang paling utama.

Saya juga menyarankan untuk membuat positioning statement diri. Kalimat yang menggambarkan diri orang yang sedang mencari jodoh. Berupa karakter umum dan keunikan. Sebagai bagian dari promosi ups, usaha mencari jodoh.

Dalam cinta menuntut adanya usaha
Dengan jerih payah sendiri atau bertanya
Kutemukan dirinyi karena dikenalkan
Dan itu bukanlah kesalahan, melainkan kasih sayang dari Ar-Rahman

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Lelah Cinta

Ada Cinta di Rumah

Setiap orang memiliki kelelahan masing-masing. Bisa karena lelah bekerja pakai tenaga, atau pun karena berfikir.

Mana yang lebih melelahkan? Saya rasa keduanya melelahkan. Jika yang terbiasa berfikir, bekerja menggunakan tenaga atau otot lebih melelahkan. Yang terbiasa menggunakan tenaga, berfikir akan melelahkan dan menguras emosi. Kecuali bagi yang memiliki ego yang tinggi atau kekuatan otot dan berfikir yang sama kuat dan terlatihnya.

Bekerja terasa tidak  melelahkan jika dijalani dengan senang hati. Bergembira ketika bekerja –atau berkegiatan–, seperti ketika melakukan hobi di Ahad pagi.

Bekerja karena cinta tidak ada lelahnya. Bekerja sepenuh hati, akan selalu muncul energi.

Penghilang Lelah

Lelah adalah hal yang biasa dalam bekerja atau berkarya. Akan lebih terasa lelahnya bila timbul permasalahan. Meskipun, bisa jadi hanya sesaat. Dapat berganti dengan kebahagiaan, jika ditemukan jalan keluar, dan seketika itu lelah hilang dengan sendirinya. Akan lebih ringan lagi, jika memiliki hati yang lapang sedari awal.

Penghilang lelah itu, salah satunya, jika saat pulang malam si dia masih bangun. Menyapa dengan senyuman.

Setelah bersih diri, kemudian duduk berdua sejenak, sambil minum teh hangat, sebelum istirahat. Ups! hampir ketinggalan, bagi kami ada lagi. Dia mengedit foto dan saya menyelesaikan 1.000 karakter tulisan.

Perjumpaan malam itu (yang bisa jadi hampir setiap malam) menjadi sangat istimewa. Jiwa ini, dan saya harapkan kita semua, mampu merasakan kenyamanannya.

Ibnu Hazm menyebutkan:
Sesuatu yang lekat di hati
Ku kerjakan setiap hari, meski itu sekali
Itulah usiaku, selainnya bukanlah usia sejati
Meski bilangannya bertambah saban hari

(Wiyanto Sudarsono)

Ref. Ibnu Hazm Al-Andaluai.Di Bawah Naungan Cinta. Penerbit Republika Cet. IX: 2008

Posted on Leave a comment

Rayuan Kelembutan

Ada Cinta di Rumah

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Abaaaaah, Abaaaaah“. Suara mereka ketika memanggil ayahnya, mendayu. Ketiganya mengalami fase memanggil dengan mendayu. Sehingga pernah seseorang yang mendengar berkomentar “Duuuh mesranya!”

Awalnya bermaksud menggunakan kata “Ayah”. Tapi lidah mungil mereka berucap “Abah”. Sehingga saat ini jadilah panggilan “Abah”.

Saya kadang tidak segera menjawab panggilan itu. Karena ingin mendengar dua atau tiga kali panggilan mesra mereka. Meski semakin besar dan fasih bicara, semakin memudar cara bicara yang mendayu mereka.

Dayuan kata tersebut bahkan kadang terdengar dari putra yang paling besar, saat merayu. Saat menyatakan maksud yang ia ragu, ditolak atau setuju.

Karenanya saya gubah sebuah sajak:
Jika didengar rayuan Cinta
Kan dilakukan apa saja untuk sampai maksud ke sana
Hingga mengubah kata menjadi paling indah
Maksud hati sampailah sudah

Saya harus memiliki ketrampilan bersajak nampaknya. Terutama ketika buku referensi yang saya punya tidak menyediakan sajak ,syair, atau puisi yang saya kehendaki.

Kejadian di atas hanya sesekali. Ya, keluarga dan rumah kami adalah rumah yang ramai. Atmosfer hingga individunya. Rayuan suara adalah hal yang istimewa.

Kami belajar kembali. Memperbaiki perangai. Meski ramai tapi tetap lembut. Belum bisa, masih berusaha. Kami sadar sepenuhnya bahwa:
Sesungguhnya sikap lemah-lembut itu tidak menetap dalam sesuatu perkara, melainkan ia makin memperindah hiasan baginya dan tidak dicabut dari sesuatu perkara, melainkan membuat cela padanya.” (Riwayat Muslim).

Ya Allah, Yang Maha Lemah Lembut, jadikanlah hati dan perangai kami lemah lembut dalam segala perkara, jadikan kami hamba-Mu yang sabar dan perlahan dalam tindakan.

(Wiyanto Sudarsono)

Ref. Riyadhus Shalihin. Imam An-Nawawi. Pdf. www.islamhouse.com

Posted on 4 Comments

P. I. S. A. NG.

Ada Cinta di Rumah

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Pohon dan buah pisang/dl

Sebentar lagi pisang kami masak. Untuk kali kedua. Alhamdulillah dari satu rumpun pisang, kami bisa panen satu tandan per tahun.

Bagi kami sekeluarga, buah pisang menjadi buah yang istimewa. Sering kali tersaji di meja. Baik berupa buah segar ataupun olahannya.

Pisang goreng, naget pisang, pisang kukus, setup pisang, atau kolak pisang. Aneka rasa dan warna.

Karena itu, di pekarangan rumah, kami memiliki banyak pohon dari beberapa jenis pisang. Pisang hijau dengan pohon yang pendek. Pisang ambon berbatang besar. Saat ini, kami juga sedang berusaha menanam pisang raja yang kami adopsi dari tetangga.

Buah Surga?

Pisang, salah satu buah yang disebutkan dalam Alquran, tepatnya di QS Al waqiah:27-29. Tentu pisang yang di surga akan jauh lebih enak dari yang kita rasa di dunia. Enaknya tak terbayangkan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Dan golongan kanan, siapakah golongan kanan itu. (Mereka) berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang (ath-thalhu) yang bersusun-susun (buahnya),…
–QS.Al-Wāqi‘ah [56]: 27-29

Tentang maksud Ath-thalhu, para pakar tafsir berpendapat bahwa pohon tersebut adalah pohon pisang. Mujahid (ibnu Jabir, tabi’in) berkata: “mereka terbuat dengan pisang kampung dan pesonanya”. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, 2019).

Sajian sederhana di sore hari. Cukup pisang goreng panas. Ditemani segelas besar teh hangat. Duduk bersebelahan, beduaan. Dengan suara latar kakak adik sedang bermain –atau ehm… berdebat–.

(Wiyanto Sudarsono)

Ref. Tamasya ke Surga. Ibnul Qayyim Allah Jauziyah. Darul Haq (Cetakan ke-21): 2019.