Posted on Leave a comment

Kembali Jalan

Akhir tahun ini kami melakukan kegiatan yang tertunda. Karena pandemi yang belum juga berhenti. Judul kegiatannya adalah supervisi.

Su.per.vi.si/pengawasan utama; pengontrolan tertinggi; penyeliaan. Menyelia artinya melihat atau mengawasi. Itu yang kami lakukan. Kami melihat tata laksana administrasi. Penjualan oleh pengecer produk-produk kami.

Mengunjungi satu satu pengecer. Jika ada yang kurang pas, kami ingatkan untuk diperbaiki. Tidak semua sih.

Kegiatan ini kami programkan di tahun 2020 untuk dilaksanakan setiap bulan. Mulai Maret atau April. Tapi qadarullah harus terhenti.

Masalah dan Ide

Banyak sekali ide dan inspirasi di lapangan. Saya sering menyebut kunjungan lapang dan supervisi ini sebagai belanja ide. Termasuk membangun mimpi. Semoga mimpi kami tidak ada yang memidanakan. Mimpi untuk kemajuan perusahaan.

Niatnya panen ide, tapi tumbuh juga masalah, atau potensi masalah. Yang tentu butuh penyelesaian. Alhamdulillah, kunjungan lapang jadi ketahuan masalah itu. Minimal membuka diskusi untuk penyelesaian.

Potensi kurangnya persyaratan penjualan di tahun depan. Potensi penjualan akan turun, bahkan di beberapa titik tidak bisa melakukan penjualan. Kami menghitung ulang persediaan akhir tahun di berbagai lini.

      “Perhatikanlah, instruksi saya ketika saya kelapangan, lebih banyak daripada ketika saya duduk di kantor“. Celetuk saya ke staf selepas kunjungg kios pertama.
Iya Pak“, jawabnya sambil nyengir.
       “Itu karena di lapangan terdapat banyak sekali ide, banyak inspirasi. Dan saya butuh orang yang  merekam itu“. Jelas saya sok keren sambil tertawa.

Kembali jalan (-jalan) membuat jiwa ini menjadi bersemangat. Meski bukan dalam rangka rekreasi atau liburan. Dalam rangka kerja. Sambil mengkreasikan pikiran dengan ide, inspirasi, dan teladan dari pesaing.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Pembaharuan Baru

(Freepik)

Setiap pribadi, organisasi, ataupun pemikiran, butuh pembaharuan: proses, cara, perbuatan membarui; memperbaiki supaya menjadi baru; menganti dengan yang baru. Jika di dalam kepemimpinan mungkin dapat disebut suksesi.

Pembaruan di bidang penjualan ada banyak hal. Kepemimpinan organisasi penjualan, konsep penjualan, strategi penjualan, kompetensi penjualan, dan lain sebagainya.

Karena dunia penjualan bergerak sedemikian cepat, secepat perubahan dunia itu sendiri. Orang penjualan tentu harus beradaptasi, diperbaharui. Agar tidak seperti dinosaurus. Mati.

Yang pertama harus diperbaharui adalah kompetensi. Yang tadinya gaptek (gagap teknologi) harus mulai melek, berubah, belajar, mengikuti. Yang tadinya tidak pernah mempelajari kompetensi, saat ini belajar lagi. Bahkan ambil sertifikasi.

Konsep, Cara dan strategi penjualan juga harus bervariasi. Transaksional, menjadi lebih ke konsultansi. Offline ditambah online. Dari PGPS menjadi basis kinerja.

Organisasi dimungkinkan berubah. Tunggal menjadi multi. Sentralisasi menjadi desentralisasi, atau sebaliknya. Atau mbingungi, sentralisasi tapi desentralisasi. Tapi pembaruan adalah sebuah kebutuhan.

Pembaruan juga dari sisi kepemimpinan organisasi penjualan. Yang diharapkan memperbaharui pemikiran dan semangat. Tidak lantas pemimpin sebelumnya 56 tahun, diganti dengan dua orang 28 tahunan. Usia bukan jaminan.

Pembaharuan pemimpin organisasi penjualan seperti memperbaharui ban mobil. Bannya baru, semuanya, empat-empatnya. Jika pengemudinya tidak berani injak gas, atau membiarkan roda berputar “sak karepe dewe“, tentu organisasi tidak bisa melaju dengan baik. Baru atau muda di sana tiada guna.

Perubahan, pergantian, pembaharuan adalah sunatullah. Karena kita tidak hidup selamanya. Baik sebagai manusia, sebagai pekerja, sebagai penjual, maupun sebagai pemimpin.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

….. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), …..
QS.Āli ‘Imrān [3]:140

Sebuah renungan, dalam penantian akan perubahan dan pembaharuan.

(Wiyanto Sudarsono)

Sumber gambar: <a href=”https://www.freepik.com/vectors/design”>Design vector created by freepik – www.freepik.com</a>

Posted on Leave a comment

Penjual Awuran

Saya turut bahagia. Beberapa rekan-rekan penjual beserta Distributor yang saya kenal berhasil mencapai target kinerja tahun ini. Bahkan sebelum tahun ini berakhir.

Ada yang mencapai lebih dari 110%, bahkan ada yang 140%. Saya tentu tidak berani berseloroh seperti kepada mereka yang mampu mencapai 100% di pertengahan tahun: targetnya yang salah. Tidak berani saya. Arahnya sudah tampak benar. Perbaikan jelas tetap diperlukan.

Penghargaan bagi tenaga penjual juga diberika . Munculnya Supervisor Penjualan dan Penjual terbaik juga diumumkan. Tidak hanya diumumkan, diberi apresiasi berupa hadiah yang bermanfaat.

Konsep Penjualan

Saya berharap, semua capaian ini, merupakan buah dari berbagai konsep yang pernah disampaikan beberapa waktu lalu. Juga merupakan hasil dari strategi yang dibangun. Tentu semua tidak bisa lepas dari karunia Tuhan.

Saya masih dalam keyakinan saya bahwa konsep itu perlu. Sangat perlu. Bahkan tanpa kita sadari, mungkin kita merupakan bagian dari suatu konsep besar yang sedang dijalankan.

Perlunya konsep ini adalah untuk dipraktikan. Tidak perlu njlimet tapi harus jalan. Demikian beberapa hasil obrolan saya dengan salah satu Supervisor Penjualan terbaik dan Distributor terbaik tahun ini.

Saya tidak tahu siapa Penjual saya yang terbaik. Karena semuanya pernah menjadi Sales of The Month. Ben Bosse sing mutusi“. Demikian kelakar salah satu Spv. Penjualan terbaik itu.

Bisnis itu risiko. Berjualan itu berisiko. Kalau tidak mau berisiko jalan berbisnis, jangan berjualan. Harga bukan segalanya, demikian bukan konsep dari Pak Wi?“. Goda Distributor peraih kinerja 111% pada pertengahan Desember ini. Ia mengutip salah satu subbab dalam buku MANTAP.

Nah, dengan tahu konsep, memahami risiko, kita akan tahu jalan keluar dan taktik penjualan yang tepat. Bahkan ilmu “awuran” kadang perlu dijalankan. Terutama di awal-awal produk dimunculkan. Demikian pendapat sebagian penjual.

Ngawur Kadang Perlu Pak Wi“. Kata sang Penjual terbaik ini.
Tapi jangan kayak Angkot. Srobot sana, srobot sini. Berhenti sana, gas sini, nek itu ngawur tapi ajur“. Timpal kawan obrolan kami.
Ngawur tapi Njalur seperti kereta api“. Terapkan jalurnya, rutenya, koridornya, cara mainnya, untuk kemudian dihajar penjualannya. Awuren selama berada di jalur itu.

Apa ini yang disebut penjualan cara Bonek”. Batin saya. Bagaimanapun, penjual dan Distributor membuktikan dengan angka penjualan. Tidak mengecewakan.

Saya pun turut berbahagia. Untuk mereka saya berbahagia. Untuk capaian yang dihasilkan. Ada strategi yang membekas, yang diwariskan dari program kala itu.

Selamat bagi para penjual atas capaian kinerja tahun ini. MasyaAllah laa quwwata illa billah.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Mengular Sabar

“Rute BANDAR LAMPUNG-JAKARTA TGL 21 DEC JAM 07.10 DIALIHKAN KE  JAM 10.00. Info hub callcenter. Terimakasih.”.

Di atas adalah potongan pesan singkat (SMS) dari maskapai yang hendak saya tumpangi hari ini. Ternyata masih ada layanan SMS itu.

Penerbangan digeser tiga jam lebih lambat. Saya tidak tahu, apakah itu terkait dengan kejadian tergelincirnya pesawat di Bandara Radin Inten II kemarin.

Saya tunda keberangkatan saya dari rumah. Semula jam 4.00 menjadi jam 7.00 WIB. Terasa dekat jarak rumah ke bandara. Karena tol Trans Sumatera.

Sesampai di bandara pukul 08.15. Pintu masuk keberangkatan ditutup. Antrean calon penumpang mengular. Memanjang sampai pintu masuk gedung parkir bandara.

Telat rapat sudah pasti. Agenda dimulai pukul 09.00. Rapat sesi pagi hari ini jelas lewat. Semoga siang nanti masih bisa mengikuti.

Kesabaranmu = Kualitas Layananmu

Tidak ada gunanya marah-marah pada sebuah layanan yang buruk. Hanya memperkeruh suasana hati. Oh, mungkin ada satu manfaat: plong, setelah meluapkan emosi. Haha

Sabar adalah jalan terbaik. Saya sering menghibur diri dan mencoba berempati. Saat mendapati antrean yang panjang hingga tepermanai.

      “Sabar, mereka sudah melakukan yang terbaik, jika mereka bisa melakukan dengan lebih baik dan lebih cepat, tentu mereka akan melakukannya“. Demikian kata saya mencoba bijak saja. Ungkapan yang lbih sering saya sampaikan ke diri saya pribadi.
Nggak lah. Mereka pasti minum kopi santai,  lihat gawai, cekikikan, tanpa memedulikan antrean“. Pikiran negatif bermunculan.
     “Jangan berpikir begitu. Itu mencerminkan kelakuan kita saat memberikan pelayanan kepada orang lain“. Si positif memberikan pandangan.
Heleh, kita tahulah cara kerja dia orang itu kekmana?!”.

Ya, berilah layanan yang terbaik, layanan prima, excellent services. Sehingga kita bisa berpikir bahwa orang lain juga melakukan hal yang sama dalam pelayanan. Jika ada keluhan, atau ketidaktepatan sampaikan dengan caya yang santun dan baik.

Berilah layanan yang hebat, jangan menunggu pelanggan sambat.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Sate Kerja Sama

Makan siang kali ini agak telat. Jam 15.08 kami baru masuk tempat makan. Ada urusan penting yang harus diselesaikan.

Seperti memakan sate, penyelesaian permasalahan harus bergiliran, dari ujung ke pangkal. Hati-hati ada tusukan di bagian depannya. Yang jika tertusuk rasanya sakit.

Alhamdulillah, permasalahan diatasi. Para pihak beriktikad baik menyelesaikan permasalahan.

Agenda itu kami pungkasi dengan makan bersama. Menu kali ini Sate. Tempatnya di Jalan Soekarno Hatta (by pass) Samping SPBU Kalibalok, Bandar Lampung. Sate Luwes dengan moto: Cepat Saji, Hangat & Fresh.

Sate dengan bumbu kecap yang nikmat. Semoga dapat mengakhiri permasalahan untuk kemudian diganti dan dilanjutkan dengan keberkahan.

Sehingga sate bisa menjadi simbol rangkaian keragaman dan kenikmatan dalam bekerja.

Tusuk sate yang lurus, menjadi punggung kerja sama. Kelurusan niat, kesamaan visi. Merangkai setiap pihak dalam satu tujuan yang sama. Tusuk ini harus ada, meski tidak dinikmati. Tapi ia merangkai dan menyatukan.

Daging, ati, dan lemak merupakan para pihak yang bekerja sama. Berbeda, namun menjadikannya nikmat, gurih dan bermanfaat.

Kecap, bawang, tomat, cabai, adalah aksesoris yang membuat nyaman saat bersantap. Seperti senyuman, keramahan, dan kata indah dalam pertemanan.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 2 Comments

Brainstorming Coffee

Ngopi saat ini jamak menjadi semacam gaya hidup sosial. Banyak yang terjadi di warung kopi. Obrolan positif sesama pria. Sampai yang berlanjut menjadi hal positif lainnya: garis dua. Bahaya.

Itu bedanya kopi dengan ngopi. Kopi adalah sebuah kata benda. Ngopi adalah kata kerja (mengopi: minum kopi). Kerjanya tidak sendiri, harus dengan orang lain agar bisa disebut ngopi.

Jika tidak ada iringan suara apapun saat ngopi, maka mengobrol adalah iringan yang paling menarik. Bukan ghibah –menggunjing– tentunya. Paling tidak itu harapan saya.

Di meja yang sama itu terjadi tukar pikiran. Tukar menukar ide. Atau belanja ide yang belum sempat kita miliki.

Itu yang terjadi pada kami. Rabu lalu. Saya, seorang Salesman Pertanian, Distributor juara, beberapa orang lain bertukar cerita. Bertukar inspirasi.

Saya kembali belajar bagaimana menjual. Bagaimana memanfaatkan jejaring.

Dua tahun ternyata cukup untuk menumpulkan sensitifitas penjualan. Saya benar-benar tercengang dengan diskusi itu. Seolah saya baru pertama kali menerima konsep-konsep itu.

Dan memang belajar dari pengalaman akan menajamkan pengetahuan. Memulihkan dan menambah kepekaan. Apalagi yang praktik penjualan saya sudah agak terpendam.

Ngopilah, ngobrol lah, berceritalah. Karena di sana banyak yang akan didapatkan. Hati-hati!! Tetap positifkan tujuan, agar ngopi membawa kemanfaatan.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Ledakan Rasa

Oleh Wiyanto Sudarsono

Dada ini rasanya sesak
Kaki ini susah diajak beranjak
Penat, buntu, bosan!
Ku bertanya pada diri: ada apa gerangan?

Apakah karena dia tak ada?
Berjarak tuk sementara
Hanya bisa berkirim warta suara
Sering kali gambar hidup melalui kamera

Ternyata itu tak cukup
Untuk hati yang merindu
Bertambah saat panggilan ditutup
Ternyata bukan obat rindu
Tapi candu….

Saat hendak bertemu
Ada dorongan ke dalam dada
Sebuah ledakan rasa
Berbeda…Bahkan dengan yang pertemuan pertama dulu

Ku berharap rindu ini bertahan
Menjadi bagian dari fithrah Tuhan
Sebagai hamba yang saling mencinta
Sebagai ibadah dan syukur kepada-Nya

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Melukis Hujan

Belakangan ini frekuensi turunnya hujan lebih sering. Membasahi setiap ciptaan di bumi yang dipayungi langsung oleh langit-Nya. Tanpa terkecuali.

Pengaruh hujan ini tidak hanya secara fisik dan indrawi -jadi lembab atau basah-. Pengaruhnya juga pada jiwa dan pikiran. Sejuk, adem, tenang. Pas buat berfikir -seharusnya-.

Musim hujan, waktu yang tepat untuk melukiskan cita dan tentu saja: cinta. Seharusnya banyak kita habiskan bersama yang tercinta. Termasuk cinta kepada diri sendiri saja.

Melukiskan kenangan tentang hujan. Bermain air bersama anak –hujan hujanan–. Atau minum secangkir kopi berdua di teras belakang. Atau menggerakkan jempol di gawai: menulis tentang rindu. Terlebih saat-saat sedang jauh dengannya atau dengannyi. Gula terasa pahit karena tercampur kopi single origin mandailing.

Awan hitam masih bergelayut di atas sana. Menanti saat tepat menyusul saudaranya yang telah turun pertama. Masih ada yang tersisa.

Apakah di desa atau kotamu sedang hujan? Apa yang kau lukis saat hujan itu?

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Layanan Andal

Seri Kedua, Serial Menjadi Orang Servis

Seri yang terlambat terbit. Tapi tidak mengapa, lebih baik terlambat, timbang terhenti.

Saya juga bersyukur –sedikit–, karena saya tidak berjanji bahwa akan menerbitkannya secara harian. Jika telah berjanji, saya bisa melanggar ukuran/dimensi layanan berkualitas. Artinya, layanan saya buruk, dalam hal keteraturan penerbitan tulisan.

Kalau sudah berjanji –kepada pelanggan– harus ditepati. Itulah dimensi reliability (keandalan). Berkualitas atau tidak ditentukan oleh seberapa baik layanan memenuhi dimensi-dimensinya.

Keandalan

Ukuran pertama kualitas layanan adalah keandalan (reliability). Layanan dikatakan baik jika mampu diberikan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan konsisten. Tanpa ada kesalahan. Yang dijanjikan tentu harus mampu menyesuaikan dan melampaui  kebutuhan dan keinginan (desire & anxiety) pelanggan.

Misal, ada pelanggan bertanya: “kapan Petro Gladiator-nya ada?”. Ketika penjual mengatakan “dua pekan lagi”, maka ketika itu ia berjanji. Janji untuk memberikan layanan. Berupa produk dalam hal ini Petro Gladiator untuk diperjualbelikan.

Ketika betul dalam dua pekan tersedia, berarti aspek keandalan ini tercapai. Jika belum tersedia, berarti tidak andal. Jika lebih cepat, berarti melampaui yang dijanjikan.

Beda lagi jika jawabannya: “Saya belum tahu kapan ada, belum ada kabar dari pabrik”. Ini bukannya “tidak berjanji”, ini membunuh harapan pelanggan.

Pelanggan bertanya “kapan”, berarti ia memiliki keinginan dan kebutuhan terhadap produk tersebut. Tanpa ada kepastian atau janji maka harapan pelanggan itu ambyar…

(Wiyanto Sudarsono)

Catatan:
An.dal; bermakna dapat dipercaya; memberikan hasil yang sama (konsisten) pada ujian atau percobaan yang berulang. Bentuk tidak baku dan jamak dituliskan dengan kata “handal”.