Posted on Leave a comment

Yang Penjual Tuju

Seri Ke-4, Menang Jualan di Sektor Pertanian

Gambar : nutshell.com

Sampai berbusa akan sulit menerima. Jika kita hendak menjual pupuk NPK kelas premium – – bukan kelas BBM– yang harga minimalnya Rp 8.000, – per kg dalam kemasan 50 kg. Kepada petani tanaman pangan (padi), yang RDKK pupuk bersubsidinya adalah 300 kg per ha, dan terpenuhi.

Jika ada penjual tetap keukeuh menjual kepada petani – petani seperti itu, saya salut dengan keuletan dan kesabaran yang dimiliki. Meskipun tenaga, waktu, pikiran, keuletan, dan kesabarannya dapat berbuah lebih manis jika dilakukan kepada petani-petani calon pelanggan yang tepat.

Bagaimana cara kita menempatkan usaha penjualan kita, biaya, waktu, pikiran, dll, untuk kelompok pelanggan sasaran (misalnya petani komoditas tertentu) yang tepat, itulah targeting. Jika kita tidak mengetahui calon pelanggan yang kita tuju, bisa sih dapat, tapi tidak efektif. Terlalu besar biaya, tenaga, waktu yang dikeluarkan, namun tidak tepat dan tidak menghasilkan penjualan yang maksimal.

Dengan targeting, penjual mengetahui ke mana dan ke petani atau toko siapa harus menawarkan produknya. Sehingga, kegiatan penjualan dan promosi tepat sasaran.

Perusahaan yang memproduksi produk yang kita jual (benih, pupuk, pestisida, ZPT, pembenahan tanah, alat dan mesin pertanian, serta sarana produksi pertanian lainnya), seharusnya memiliki petunjuk untuk itu. Produk ini untuk pelanggan yang seperti apa sebenarnya. Kita perlu bertanya untuk memudahkan kita. Meskipun, sebagai penjual kita juga harus mampu menentukannya di tingkat lapang.

Menentukan target pelanggan, selain dari panduan perusahaan, kita dapat memperhatikan karakteristik produk kita (harga, manfaat, keunggulan, perbedaan dan keunikannya). Karakter tadi disandingkan dengan kondisi geografis, daya beli petani, komoditas yang ditanam dan perkembangan harga komoditas, teknik budi daya, atau pertimbangan lainnya.

Misalnya, jangan menawarkan pupuk yang memiliki tingkat kelarutan rendah, kepada petani atau toko pertanian yang melayani petani dengan metode penggunanya dengan dikocor.

Jangan menawarkan herbisida, yang penggunaannya lahan harus di rendam, kepada petani pekebun kelapa sawit atau karet.

Jangan ragu, tawarkan produk premium ketika harga panen petani sedang bagus. Dan sebaliknya, jika kita tahu harga sedang di titik terendah, tawarkan produk yang sesuai. Bahkan, tawarkan produk ketika tepat selesai musim panen.

Masuklah ke Komunitas Petani

Manusia itu makhluk sosial. Dan menurut saya, petani adalah profesi yang paling sosial. Bersosialisasi dengan sesama Petani.

Petani pun, umumnya berkelompok. Lembaga petani. Yang selalu menjadi salah satu faktor yang dilihat dalam penelitian sosial ekonomi pertanian.

Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, lembaga sosial petani (kelompok pengajian misalnya) adalah pintu masuk bagi penjual. Meski jika pengajian diadakan di Masjid /tempat ibadah, saya menyarankan untuk cukup mengikuti saja. Aktivitas penjualan dapat dilakukan, jika kegiatan di rumah atau balai kampung.

Kita juga bisa masuk komunitas petani urban (perkotaan), komunitas hidroponik, komunitas petani unggul, komunitas petani karet, komunitas petani kentang, dll. Pastikan produk yang kita tawarkan tepat, sesuai dengan target kita.

Pahami kegelisahan/kekhawatiran dan keinginan calon pelanggan. Jika kita banyak mendengar dan mengupas semua yang terkait dengan konsumen pertanian di wilayah kita, kita tidak akan kesulitan menetapkan target.

Penjual yang tidak memahami pelanggan target dari masing-masing produknya, seperti seorang pria yang ingin menikah, tapi tidak tahu dengan siapa atau dengan wanita seperti apa ia ingin menikah.

(Wiyanto Sudarsono)

Sebagai catatan, pupuk dengan kelarutan yang rendah, belum tentu pupuk yang jelek, itu bisa karena perbedaan proses produksi, bahan baku, dan tujuan agar hara tidak mudah tercuci.

Posted on Leave a comment

Kunjungan Virtual

Seri Sisipan, Serial Menang Jualan di Sektor Pertanian

Gambar : dribbble.com

Saat ini tidak semua wilayah dapat kita kunjungi. Sentra pertanian sekalipun. Lahan pertaniannya mungkin bisa, tapi lokasi rumah atau toko pelanggan belum tentu bisa. Apalagi daerah yang sudah menerapkan karantina wilayah atau PSBB (Perbatasan Sosial Berskala Besar). Bisa tidak kembali penjual yang memasukinya. Paling tidak untuk 14 hari lamanya.

Pada kondisi normal, situasi yang mirip mungkin terjadi. Wilayah yang terisolir karena adanya longsor atau jembatan runtuh di jalan utama atau jalan satu-satunya.

Sebagai penjual, ini merupakan kendala tersendiri. Namun, bukan berarti tidak ada jalan. Kunjungan masih bisa dan harus tetap jalan. Kunjungan via daring (online). Via panggilan video atau suara.

Saya menyebutnya kunjungan virtual. Penjual pertanian jangan kalah dengan sektor konsumsi harian (rokok misalnya), telekomunikasi, properti, atau konstruksi. Penjual pertanian harus tetap bisa tampil atau hadir dengan menggunakan perangkat lunak komputer, misalnya internet. Jika pelanggan kita menggunakan gawai (HP) versi lama, belum smartphone, maka lakukan panggilan suara.

Minimal kita masih bisa ada peluang penjualan tipis-tipis. Jikapun tidak, ini dapat menjadikan kita penjual yang manusiawi. Penjual yang hadir tidak saat senang saja, tapi selalu hadir bagi konsumen, meski disaat sulit.

Tips Kunjungan Virtual

Lakukan panggilan sesuai jadwal. Jika kita biasanya berkunjung, saat ini kita teleponan.

Kita hendak melakukan panggilan video, buatlah janji terlebih dahulu. Agar pelanggan kita siap. Jika panggilan suara, lakukan di jam dimana pelanggan kita menerima kunjungan kita.

Tersenyumlah. Meski Saat panggilan suara. Tersenyumlah, akan terasa dalam suara kita, apalagi panggilan video. Yang terlihat jelas.

Hindari raut wajah kita yang menunjukan kebosanan. Anggukkan kepala dan condongkan badan jika setuju atau tertarik.

Lihatlah ke kamera, tutup gangguan atau notifikasi dan program lain di komputer atau gawai kita.

Duduk atau berdiri dengan tegap. Atur jarak dengan kamera, idealnya wajah kita kurang dari sepertiga video kita. Hindari gerakan yang berlebihan.

Tanyalah kabar, tanyakan kebutuhan pelanggan selama PSBB. Hanya saat semuanya terkondisi baik, baru lakukan penjualan. Saatnya kita menjadi penjual yang berempati. Berilah bantuan semaksimal mungkin yang kita bisa.

Jika wilayah masih bisa dimasuki secara terbatas, kita bisa melakukan prediksi kebutuhan dan penjadwalan pengiriman. Selama kita tidak berkunjung secara fisik. Lakukan diskusi dengan pelanggan.

Kita juga bisa memberikan pelayanan pengantaran langsung ke lahan pertanian. Misal, barang biasanya kita kirim ke kios. Nah, kita bisa menawarkan untuk mengirim langsung ke lahan petani pelanggan dari kios tersebut. Tapi, hati-hati pastikan petani tetap bertransaksi dengan kios.

Waktu-waktu ini membuat kita berubah. Cara berfikir, bertindak, dan bekerja. Harus “move on” kata orang.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

KONTROL JARAK

Seri ke-3, Serial Menang Jualan di Sektor Pertanian

Gambar : aororaoperations.wordpress.com

Terkait teritori, tiga hal yang harus kita perhatikan. Terutama untuk melakukan kunjungan, sebagai penjual di sektor pertanian. Jarak tempuh, kondisi geografis, kontrol teritori.

3/5. Jarak Tempuh

Jarak tempuh satu kecamatan dengan kecamatan lain bisa sangat berbeda. Sentra pertanian tanaman pangan (padi dan jagung) di dataran rendah, berbeda dengan sentra hortikultura di wilayah pegunungan. Variasi ini akan memengaruhi kinerja kita dalam melakukan kunjungan. Yang tentu akan berpengaruh pada kunjung efektif (kunjungan berbuah Penjualan).

Untuk mengetahui jarak tempuh kita harus PETAKAN. Membuat peta. Peta wilayah, peta pelanggan, dan rute kunjungan. Bisa satu peta satu kecamatan atau satu peta satu kabupaten, tergantung jumlah pelanggan. Bukan peta buta.

Peta hendaknya dibuat saat pertama kali melakukan kunjungan /keliling, atau orientasi wilayah. Jika saat ini belum punya, tidak ada salahnya kita membuat.

Jangan mengandalkan intuisi. Gunakan alat. Demikian pesan salah satu fasilitator dalam pelatihan online yang saya ikuti. Sekalipun alatnya manual. Kertas A4 atau buku gambar dan pensil. Percayalah, akan bermanfaat.

Peta, yang tujuannya akan memudahkan kita melakukan kunjungan, (1) harus dibuat melingkar, (2) perjalanan keliling upayakan tidak menyilang, (3) jangan melalui rute yang sama untuk pulang dan pergi ke pelanggan yang sama, (4) pelanggan yang berurutan kunjungi secara berurutan.

Misal, hari ini kita Jadwalkan melakukan kunjungan ke kecamatan Guyung dan Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi. Markas kita di Ngawi Kota. Pelanggan kita ada, Distributor, kios, dan petani kunci.

Pastikan rute kita melingkar, berdasarkan peta jalan. Bukan urutan pelanggan, harus Distributor dulu, baru kios, dst. Agar efektif.

Misal, Dari jalan poros Madiun-Ngawi, kita mulai Kec. Guyung sisi Utara, sisi Timur, ke selatan, masuk Kecamatan Gerih, ke barat masih kecamatan Gerih, kembali di Kec. Guyung sisi Barat, dan balik jalan poros lagi.

Jika dua kecamatan terlalu besar, 1 kecamatan saja. Dengan pola yang sama. Melingkar. 

4/5. Kontrol Teritori

Ini yang kita harus benar-benar sadari. Kita harus mengontrol teritori kita. Mana yang sudah kita kunjungi dan mana yang belum. Jangan sampai periode kita habis, ada pelanggan yang terlewat.

Dan, jangan sampai, sekian bulan kita bertempat di wilayah penjualan itu, tapi saat join visit (kunjungan bersama atasan), kita masih mengenalkan diri dengan pelanggan atau kios yang kita kunjungi. Kios resmi padahal.

Yang lebih penting lagi, sebagai penjual, kita juga AKAN DIKONTROL oleh atasan kita, oleh perusahaan kita. Penggunaan alat atau aplikasi yang berbasis online /GPS sangat dimungkinkan sekali. Dan itu bagus.

Untuk memastikan dan mengevaluasi kinerja kita. Sebagian yang belum terbiasa, mungkin akan risih. “kok seolah tidak dipercaya”. Bukan demikian sebenarnya. Alat sebenarnya untuk membantu kita. Mengingatkan kita terhadap janji dengan pelanggan, dan agar kita bisa mengevaluasi. Jika bekerja dengan baik, tidak masalah bukan, ada alat yang memantau maupun tidak.

5/5. Kondisi Geografis.

Kita juga hendaknya memahami kondisi geografis wilayah kita. Dimana berbukit, mana yang datar. Mana yang jalannya halus, mana yang terjal, bergelombang, aspal rusak, atau seperti kubangan.

Jika kita sering berkeliling, maka kita akan dapat seperti ungkapan “sambil merem saja, dimana lubangnya tahu”.

(Wiyanto Sudarsono).

Posted on Leave a comment

BEBAN WILAYAH

Seri ke-2, Serial Menang Jualan di Sektor Pertanian

Gambar : aororaoperatios.wordpress.com

Masih di bab teritori. Medan Penjualan. Dimanapun wilayah pertanian yang menjadi medan penjualan kita, yakinlah, pasti ada potensi. Selama yang ditanam adalah komoditas pertanian. Bukan beton, tiang pancang, atau aspal.

1/5. Potensi Wilayah

Potensinya bisa berbeda tergantung jumlah petani atau rumah tangga petani, komoditas unggulan, variasi komoditas yang ditanam, rata-rata luas lahan yang dikuasai per rumah tangga petani, rata-rata daya beli petani, rata-rata nilai tukar petani (NTP), jumlah toko pertanian, pasar, dan kondisi geografis. Sebagian datanya sudah disediakan BPS (Badan Pusat Statistik). Sisanya perlu kita kumpulkan.

Khusus untuk toko pertanian, perlu di data baik yang sudah menjadi pelanggan kita, maupun uang belum (calon pelanggan). Nama tokonya, pemiliknya, penjaganya, pamuniaganya, nomor HPnya. Paling tidak itu data awal. Tentu bisa didapat setelah melakukan prospecting (pencarian data calon pelanggan).

Mengetahui potensi wilayah, akan membuat penjual di sektor pertanian mampu memprediksi, memperkirakan, penjualan yang harus dilakukan per musim tanam per pelanggan. Jika terjadi kenaikan target, berapa yang masih bisa dihasilkan melalui pelanggan tetap/eksisting. Mana yang harus dicapai melalui pencarian pelanggan baru.

Jika kita (misal) adalah penjual pupuk, kita harus petakan wilayah. Wilayah mana pengguna pupuk bersubsidi saja (umumnya tanaman pangan). Mana yang sebagian menggunakan pupuk subsidi, sekaligus menggunakan nonsubsidi (campur), hortikultura misalnya. Kemudian, mana yang hanya menggunakan pupuk nonsubsidi saja. Bisa komoditas hortikultura atau perkebunan tertentu, atau yang memang tidak boleh mendapatkan Pupuk Subsidi.

Potensi wilayah juga akan menentukan bauran produk yang dapat ditawarkan ke toko. Pupuk tunggal, NPK, pupuk mikro. Atau herbisida saja, termasuk insektisida dan fungisidanya, termasuk bisa tidaknya ZPT, atau pembenahan tanah ditawarkan. Wilayah dengan dominasi kelapa sawit, tentu berbeda dengan yang sentra kentang atau bawang.

2/5. Beban Kerja

Beban kerja tergantung sejauh mana proses penjualan yang sudah kita lakukan. Semakin ke tengah proses yang sudah kita jalani (prospecting, approaching, probing, Presentasi, penanganan penolakan, negotiating, closing), semakin cepat proses kita ke pelanggan /calon pelanggan.

Ini juga sangat berkaitan seberapa sering kita (penjual) berkunjung ke toko pertanian, Distributor, petani kunci) dalam sehari atau seminggu. Kita harus tentukan targetnya (seharusnya bisa ditanyakan kepada atasan), dan perhatikan realisasinya. Di sisi lain kita (termasuk perusahaan atau atasan kita) harus memahami waktu perjalanan, jarak tempuh, perkiraan waktu menunggu, dan waktu kunjungan per pelanggan, dan lain sebagainya.

Coba sesekali kita hitung effective call. Panggilan efektif – – Yaitu kunjungan yang kita lakukan menghasilkan penjualan. Sumber utamanya adalah pelanggan saat ini. Pelanggan eksisting, kios resmi, kios yang sudah terdaftar. Tapi, kita tetap terus membutuhkan pelanggan baru.

Misal, sehari kita bisa melakukan 10 kunjungan kios, Distributor atau petani kunci. Dari 10, 5 diantaranya berhasil melakukan penjualan. Jika kunjungan kita tingkatkan menjadi 14 kios, asumsinya kita akan dapat 7 kios yang sukses.

Sedikit Tips dan Motivasi

Memang, beban kerja jika terlalu dipikir dapat membebani, tapi jika dijalankan akan terbiasa. Untuk lebih ringannya, lakukan perencanaan. Gunakan konsep SMART.

Rencanakan secara SPESIFIK mau berapa kios, distributor, petani, yang kunjungi dalam sehari, seminggu, atau sebulan. Atau kapan waktunya melakukan administrasi.

Tetapkan Ukurannya (MEASURABLE). 5 per hari, 25 per minggu, 100 kios per bulan. Pastikan rencana kita bukan hanya emosi atau ala kadarnya. Hanya memenuhi program atau perintah atasan semata. Optimis, menantang tapi memungkinkan untuk dicapai (ACHIEVABLE).

RELEVAN dengan apa yang kita kerjakan. Jangan merencanakan dan melakukan hal-hal yang tidak berkaitan dengan tujuan. Misal, mampir ngopi (3 jam), di warung kopi premium yang pelanggan kita tidak kesitu. Kalau penjualan ke pelanggan perusahaan pertanian, bisa jadi warung kopinya yang kelas premium.

Tetapkan batas waktunya (TIME BOUND). Jika kita misal, menetapkan mengunjungi 100 kios pertanian atau distributor atau petani kunci setiap bulan. Berarti seminggu kita harus 25 kios. Seminggu sekali kita evaluasi. Minggu kedua harusnya 50 kios.

Begitu memang idealnya. Tapi kita bisa mengelak, tidak bisa persis begitu. Tapi jika kita rencanakan begitu, melesetpun tidak jauh dari itu.

Rencana, rencana, rencana. Itu penting. Terlebih di era seperti ini, era dimana “ora obah, ora mamah. Sing obah, durung mesti mamah (mungkin karena puasa)”.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

MEDAN PENJUALAN

Seri ke-1, Serial Menang Jualan di Sektor Pertanian

Gambar : freepngimg.com

Penjualan mirip sekali dengan peperangan. Ada medannya, dan korbannya. Perang korbannya nyawa – – harta dan jiwa, jika penjualan korbannya biaya dan tidak tercapainya rencana. Itu mengapa banyak strategi penjualan yang diadopsi dari strategi peperangan.

Medan (teritori) atau wilayah penjualan, sebenarnya merupakan penetapan dan pembatasan tanggung jawab kerja, untuk tenaga penjual. Bisa juga untuk tim penjualan. Agar tidak melebar, memanjang, dan meluas. Penetapan medan untuk mempermudah rencana, strategi, operasional dan evaluasi.

Penetapannya bisa atas wilayah geografis (kecamatan, kabupaten, keresidenan, provinsi). Terutama penjualan untuk pasar ritel. Untuk pasar perusahaan (B2B), dan bisa ritel juga sih, ditetapkan berdasarkan jumlah konsumen yang dijangkau oleh tenaga penjual.

Penjual yang merasa cocok dan puas dengan medan penjualannya, diharapkan akan berkinerja maksimal. Wilayahnya pas, tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil.

Penjual di sektor pertanian harus paham betul wilayah kerjanya. Supaya tidak memasuki wilayah penjual lain (sebagai etika bisnis) atau wilayahnya dimasuki penjual lain. Belum lagi pesaing.

Beberapa diantara yang harus diketahui adalah potensi pertanian adalah komoditas, pola tanam, luas areal masing-masing komoditas,  jumlah petani dan rumah tangga petani, rata-rata luas garapan, jumlah toko pertanian, Pengecer, pedagang besar, yang sudah kita masuki barangnya maupun yang belum, dan tingkat daya beli dan penggunaan petani di wilayah tersebut. Termasuk pertumbuhan ekonomi, harga komoditas pertanian, termasuk tengkulak pembeli hasil pertanian harus diketahui.

Penguasaan wilayah sama pentingnya dengan keterampilan penjualan. Pengelolaan wilayah akan memastikan bahwa seluruh pelanggan terlayani dengan baik. Terkunjungi secara rutin. Terprediksi pembeliannya dan tertagih piutangnya.

Sayangnya, kemampuan ini tidak banyak diberikan dan dikembangkan oleh perusahaan dan oleh penjual sendiri. Akibatnya, jika target tidak tercapai seringkali tim promosi yang disalahkan. Promosi kurang nendang lah, materi promosi jadul lah, dan lah-lah lainnya. Terlebih lagi jika memang tidak ada program promosi.

Pengelolaan Medan Penjualan, sangat diperlukan agar (1) cakupan wilayah lebih baik, (2) penghematan biaya penjualan,  (3) peningkatan pelayanan, (4) evaluasi kinerja dan Permasalahan termasuk tindak lanjutnya, akurat dan tepat.

Tidak tahu Medan, tidak akan ketemu dimana Ucok Durian. Tak paham wilayah penjualan, mencapai target akan ngos-ngosan.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Buku Berhari-hari

Tangkapan layar gawai

Membuka kunci gawai mendapat pemberitahuan. Hari ini 23 April adalah hari buku sedunia. Entah aplikasi apa yang memberi tahu. Saya jadi tertarik menuliskannya.

Buku adalah jendela dunia. Demikian guru SD dulu menasihati. Untuk meningkatkan minat baca dan literasi.

Dan itu benar. Jendela untuk melihat yang tidak terjangkau oleh kita saat ini. Bahkan melongok ke dunia masa lalu. Memperkirakan masa depan. Melongok ke dunia lain. Bahkan dunia yang tidak ada (fantasi) atau yang diyakini belum pernah ada. Mungkin juga, diyakini tidak akan pernah ada. Mengintip sesuatu yang mungkin semula tidak terlintas.

Buku dan media tulisan adalah sumber ilmu dan informasi. Tapi sumber yang paling membutuhkan upaya menggapainya.

Paling tidak ada tiga media yang digunakan untuk mempelajari ilmu dari sumbernya. Audio (suara), visual (penglihatan), dan Audio Visual.

Era saat ini, media pertama dan ketiga menjadikan ilmu lebih mudah didapat. Atau informasi lebih mudah diperoleh. Karena media tersebut, kita relatif pasif. Informasi yang mendatangi kita lewat suara atau gambar.

Buku atau sumber bacaan (terdiri dari huruf dan sedikit angka) adalah sumber ilmu dan informasi yang membutuhkan keaktifan. Beli, pinjam, unduh (buku elektronik), buka/klik (termasuk mencari di mesin pencari), baca, memahami, dan seterusnya.

Membaca berbeda dengan melihat dan  mendengar (bedakan juga dengan memperhatikan dan mendengarkan). Membaca butuh keterampilan.

Keterampilan dasarnya adalah membedakan, merangkai dan membunyikan huruf/kata. Termasuk memahaminya sebagaimana dimaksud. Seperti yg sering dicontohkan. Tulisan “apel”, dipahami sebagai buah apel. Bukan sebuah komputer jinjing atau gawai dengan harga tingkat atas (high end). Ada lagi keterampilan memperoleh informasi dari buku. Menganalisisnya, membandingkan, dan mengomentarinya. Itu level membaca.

Membaca buku, itu ada bukunya. Ada pelatihannya. Di Facebook sering muncul iklannya.

Ramadhan kali ini, mulai besok insyaAllah, mari kita jangan lupa sempatkan menyelesaikan buku. Satu dua buku. Mungkin bisa berhari-hari dengan buku. Lumayan.

Buku yang menambah keimanan, kejernihan hati dan pikiran, mendekatkan kita kepada Allah pencipta alam adalah yang terbaik. Al-Qur’an bacaan terbaik.

Semoga kita yang keluar dari Ramadhan dalam keadaan yang beruntung.

Selamat menunaikan ibadah Ramadhan dan selamat membaca buku.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Resep 7T

Mukadimah Serial Menang Jualan di Sektor Pertanian

Judul kecil – – tapi panjang, di bawah judul utama, insya Allah akan selalu muncul di tiap seri. Selain untuk memfokuskan bahasan, ini juga untuk mengingatkan saya. Bahwa catatan ini bukan sekadar adopsi dari konsep yang ada. Konsep pemasaran atau penjualan secara umum. Harus ada arah ke penjualan di sektor pertanian.

Penjual (Salesman), seseorang yang kadang dibutuhkan dan bahkan dicari. Kadang ya dihindari, tapi tidak selalu dibenci. Apalagi penjual di sektor pertanian.

Pembeli sektor pertanian (baik petani, Kios, Distributor) adalah orang berpengalaman. Bertahun-tahun. Jika sedang bertemu yang tidak tepat, penjual pertanian dinilai banyak bicara, kurang pengalaman, penuh teori, miskin praktik.

Penjual juga kadang sejalan dengan anggapan ini. Terlalu berlebihan dalam memberikan harapan. Misal, pakai herbi (maksudnya, herbisida) ini Pak, rumput model apapun langsung “sek” (mati). Pakai insek (insektisida) iki lho pak, sembarang uler / ulat “modiar” (kematian level tertinggi).

Contoh lain, “Pakai benih ini, hasilnya 12 ton.” Poinnya itu, tanpa penjelasan lanjutan terkait hasil yang dijanjikan. Petani kadang mengangguk, tapi dalam hatinya mesem, “opo iyo to mas“. Padahal yang sebutkan penjual adalah potensi panen, dibawah ketentuan “ceteris paribus” – -dengan hal-hal lainnya tetap sama.– Pupuknya pas, HPT terkendali, cuaca kondisi optimal, dll.

Semoga seri-seri dalam serial kita kali ini, dapat menambah wawasan kita tentang bagaimana menang berjualan di sektor pertanian. Sebuah sektor yang besar. Tempat dimana sebagian besar penduduk Indonesia menjemput rezeki.

Tujuh T

Di perpupukan kita kenal 6 T (enam tepat). Tepat jenis, Tepat Jumlah, Tepat Waktu, Tepat Mutu, Tepat Tempat, Tepat harga. Prinsip bagaimana pupuk dijual dan disalurkan kepada petani.

Dalam buku WOW to WIN ada konsep tujuh T (7T). Yang merangkum keterampilan utama dan keterampilan penunjang.

Konsep ini, akan memandu kita memahami wilayah (TERITORI) yang kita masuki. Atau wilayah penjualan kita, sesuai yang telah direncanakan. Tentu maksudnya adalah wilayah pertanian atau pasar pertanian sasaran.

Mengetahui siapa (TARGET) yang dituju. Toko pertanian, petani kunci, atau lainnya. Memilih TAKTIK yang digunakan untuk menghadapi pelanggan yang beragam. Beragam komoditas yang ditanam, beragam karakter dan kemauan.

Berpenampilan (TAMPIL/TANGIBLE) yang sesuai dan meninggalkan kesan. Agar tidak salah kostum.

Mengoptimalkan penggunaan TEKNOLOGI, sehingga mampu bekerja layaknya TIM yang hebat, dan TERPERCAYA (Trust).

Pesan berikutnya dari konsep ini adalah konsumen saat ini, tidak ingin seperti raja. Tapi lebih ingin menjadi sahabat. Hubungan yang dekat dan hangat. Jadikan semua ini investasi. Hasilnya tidak harus segera.

Dengan mengadopsi 7T diharapkan kita bisa menjadi penjual yang mumpuni meski target besar – – dan mungkin berat, di tengah persaingan ketat.  Namun yang paling penting kita bisa belajar dan menjalani kehidupan penjualan dengan bahagia.

Sehingga, jualan jalan, hubungan tetap aman, seduluran lebih panjang.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 3 Comments

Resep WOW

(Masih) Pengantar Serial Menang Jualan di Sektor Pertanian

Bersatunya kata dan perbuatan adalah sesuatu yang berlaku di seluruh aspek kehidupan. Kebalikannya, mencla-mencle dapat membuat kita (terlebih lagi seorang penjual) menjadi tidak dipercaya. Itu adalah salah satu olahan dari tujuh resep menjadi penjual yang baik. Penjual yang berkarakter baik.

Ada tujuh resep yang diberikan oleh pakar pemasaran asal Indonesia (Hermawan Kartajaya). Agar kita bisa menjadi penjual yang WOW. Tidak hanya sekadar OKE atau AHA, tapi WOW. Resepnya disingkat STAR.

Pertama, Satukan kata dan perbuatan. Jika kita sudah berjanji kepada Petani akan melihat tanamannya pada hari Senin pukul 08.00 pagi. Maka kita harus datang di jam itu. Jangan terlambat.

Jika kita tahu, pupuk kita, unsur Nitrogen (N)-nya dari Urea atau Amoniak, atau paling tidak, kita belum tahu kalau ada N dari Nitrat atau tidak, jangan sekali-kali kita bilang N-nya dari Nitrat.

Jika kita belum pernah mencoba melarutkan pupuk yang kita jual ke air, jangan bilang pupuk kita 100% larut dalam air.

Jangan pernah sekalipun membohongi pelanggan. Sekecil apapun kebohongan itu, reputasi kita sebagai penjual dan produk kita adalah jaminannya.

Kebohongan bisa dilakukan karena sengaja, atau karena ketidaktahuan kita. Kalau tidak tahu itu bahaya, kalau sengaja lebih bahaya lagi.

Intinya, kita harus konsisten antara perkataan dan janji dengan kenyataan.

Kedua, Tambahkan kejutan bagi pelanggan. Jika kita janjian dengan petani, sesekali bawalah oleh-oleh. Sebagai kejutan baginya dan keluarga. Oleh-oleh tidak selalu mahal.

Saat kita tahu, pemilik toko pertanian merayakan ulang tahun pernikahannya (mungkin mereka sendiri tidak sadar), atau saat anaknya telah diwisuda menjadi sarjana, buat dan berikanlah ucapan.

Itu akan membuat pelanggan merasa WOW. Karena tidak diduga.

Ketiga, Ajari atau Arahkan pelanggan untuk tumbuh. Penjual pertanian hendaknya mengembangkan diri, tidak hanya sekadar sebagai penjual tapi konsultan.

Misal, kita tahu pelanggan kita hendak tanam cabai. Tapi kita juga tahu ia sering tidak fokus, sering pergi-pergi. Atau kita punya informasi cuaca dan curah hujan, akan tidak mendukung untuk cabai. Banyak HPT. Sebagai konsultan, kita hendaknya memberi saran ke pelanggan kita. Jangan tanam cabai, tanamlah yang lain. Tanamlah cabai tapi harus begini dan begitu.

Keempat, Rawat pertemanan untuk jualan. Kita harus mengembangkan hubungan dengan pelanggan sampai ke level pertemanan. Bukan sekadar pembeli dan penjual. Transaksional.

Seperti teman, salah diingatkan. Jika bagus dan benar berikan pujian. Ada peluang baru, disampaikan. Ada varietas baru (meski bukan produk kita) yang kita yakin baik, kita bisa sarankan. Dengan begitu, kita bisa mengembangkan jaringan dan berpotensi berjualan lebih luas.

Menjual hendaknya memperhatikan aspek kemanusiaan. Bukan sekadar keuntungan. Mengedepankan pada karakter dalam pelayanan, keuntungan akan datang.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 2 Comments

Bekal Penjual

Pengantar Serial Menang Jualan di Sektor Pertanian (lagi)

Gambar : clipartkey.com

Saya masih terngiang dengan cerita seorang penjual sarana produksi pertanian. Di salah satu desa di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung. Toko Petani, demikian penjual ini menamai kios pertaniannya.

Pernah penjual kita ini didatangi petani. Mencari pestisida. Sudah menyebut merek. Cukup tinggi harga pestisida yang disebutkan.

Sambil mencarikan pestisida, penjual ini bertanya tentang apa yang di tanam, dan apa yang terjadi dengan tanamannya.

Setelah petani sedikit bercerita, penjual menyarankan untuk tidak perlu menggunakan pestisida dimaksud.

Permasalahan bukan karena adanya serangan hama atau penyakit tanaman. Tapi pada kondisi tanah yang kurang sehat.

Akhirnya petanipun tidak jadi membeli pestisida. Malah membeli pembenah tanah yang harganya jauh di bawah pestisida tersebut. Setelah mendapat saran dari penjual kita.

Belakangan, pemilik kios yang sekaligus penjual ini, lebih berperan sebagai konsultan pertanian. Untuk urusan transaksi, ia sudah memiliki staf.

Sering kali petani datang ke kios, yang ditanya pertama kali bukan produk. Tapi mencari “Mas Wahyu”, nama penjual atau konsultan kita ini. Untuk berkonsultasi. Bahkan terkadang, tidak diperlukan pembelian produk apapun di Toko Petani, untuk penyelesaian masalah petani.

Harus Lebih dan Lebih

Sebagai seorang penjual, kita harus memiliki berbagai keterampilan. Keterampilan utama (Hard skills) maupun ketrampilan penunjang (soft skills). Kedua ketrampilan ini harus senantiasa ditingkatkan. Termasuk keterampilan – keterampilan khusus untuk menjawab tantangan penjualan.

Keterampilan utama mengacu pada pengetahuan tentang dunia penjualan kita berada. Penjual di dunia pertanian tentu harus paham seluk beluk pertanian. Terutama di wilayah penjualannya.

Jika kita penjual pupuk misalnya. Pengetahuan kita harus mencakup teknis budidaya seluruh komoditas atau tanaman yang di tanam petani di wilayah kita. Pengetahuan kita jangan hanya padi atau jagung saja.

Mulai dari pengolahan tanah yang baik untuk berbagai tanaman, benih atau bibit yang berkualitas, dosis dan waktu pemupukan yang tepat, termasuk jenis dan karakteristik hara, pengelolaan kebutuhan air (termasuk alatnya), pestisida untuk pencegahan dan penanggulangan serangan.

Fitur, keunggulan, dan manfaat produk pupuk kita sendiri tentu mutlak wajib diketahui. Termasuk perbandingannya dengan pesaing. Tren dunia pertanian secara umum dan tren masing-masing komoditas. Intinya, pengetahuan produk dan pertanian.

Termasuk keterampilan juga adalah penampilan. Rambut, pakaian, perlu disesuaikan. Aneh bukan jika sebagai penjual pertanian, kita menemui petani dengan memakai dasi? Celana jins, kaos polo, sepatu lapang, saya nilai lebih tepat. Jika menjual ke perusahaan pertanian iya, berdasi mungkin bisa diterima.

Sebagai penjual, penguasaan teknik menjual adalah keterampilan utama. Bagaimana mencari calon pelanggan sampai penutupan dan pelayanan setelah penjualan.

Keterampilan penunjang (soft skill) mengacu pada kemampuan kita dalam berkomunikasi dengan pelanggan. Ini benar-benar melibatkan sentuhan rasa dan seni. Kita perlu banyak mendengar, jangan sampai terpancing untuk banyak bicara. Ingat kita memiliki dua telinga dan satu mulut.

Pelanggan adalah teman. Perlu ketulusan. Bukan objek yang bisa diewer-ewer (diarahkan semau kita). Pelanggan bukan juga raja, yang bisa kita “jilat”.

Komunikasi sebagai manusia dan teman harus diutamakan. Dengan ini kita berharap mendapat tempat di hati konsumen. Dengan ini kita mendapat cinta dari konsumen.

Kalau sudah cinta, pahitnya kopi terasa manis. Yen wes tresno, paite kopi rasane legi.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 2 Comments

Menang Jualan di Sektor Pertanian

Sebuah Pengantar

Gambar : galamedianews.com

Bismillah.
Ternyata tanpa adanya target dan tujuan, kita akan kehilangan arah. Seperti yang saya alami 20 hari ini. Hanya empat catatan yang saya hasilkan selama 20 hari ini. Artinya satu judul catatan per lima hari yang saya unggah di blog ini (wiyantosudarsono.id). Atau 0,2 catatan per hari. Padahal saya punya angan-angan untuk menulis dua catatan setiap hari. Seperti Pak Made Wirya di gemahripah.co.

Dua artikel yang saya angankan adalah satu artikel tentang penjualan atau pemasaran. Satu artikel tentang hal lain. Dan saya pernah berhasil. Beberapa hari.

Belakangan entah mengapa hilang hasrat menulis. Mungkin karena saya sudah sangat kurang membaca. Hari-hari ini saya hanya berkutat dengan Biografi Abu Bakar. Terpesona saya dibuatnya. Sehingga saya enggan untuk membaca yang lain. Dan saya begitu pelan membaca biografi itu.

Sekali lagi, Bismillah. Saya akan memulai serial baru. Artinya mulai membaca dan menuliskannya kembali.

Saya akan mengkhususkan diri untuk membahas tentang penjualan di sektor pertanian. Tentu dengan referensi penjualan dan pemasaran yang umum, kemudian saya akan arahkan ke penerapannya di sektor pertanian.

Saya akan berusaha memberikan contoh yang pernah saya alami, saya dengar, atau mungkin sekadar ilustrasi.

Buku yang akan saya gunakan sebagai acuan adalah WOW to WIN yang ditulis oleh Sigit Kurniawan dkk dari Majalah Marketeers. Mungkin dengan sedikit tambahan dari buku lain, atau materi pelatihan yang saya ingat dan terlintas saat penulisan. Termasuk, materi yang sedang saya ikuti di hari Selasa dan Kamis dalam dua pekan ini, yaitu jualan di waktu-waktu sulit (Selling in Difficult Time).

Seperti biasa, artikel saya upayakan tidak terlalu panjang. Agar bisa dibaca sambil pakai sepatu, sambil jalan dari dan ke tempat parkir, saat di lift, atau saat BAB.

Semoga bermanfaat.

Eits, belum selesai. Sebentar lagi Ramadhan. Bagai pembaca yang beragama Islam, mari siapkan diri kita dengan bekal untuk menjalankan ibadah Ramadhan. Bekal ilmu (fiqih puasa, shalat tarawih, dan saat ini mungkin fiqih ibadah di tengah pandemi), bekal keimanan, menata dan pengkondisian hati, kesehatan fisik, semangat, dan persiapan lainnya.

Semoga Allah merahmati dan mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan, dan memudahkan kita dalam beribadah di dalamnya, serta menerima amal kebaikan kita. Aamiin…

(Wiyanto Sudarsono)