Belakangan ini frekuensi turunnya hujan lebih sering. Membasahi setiap ciptaan di bumi yang dipayungi langsung oleh langit-Nya. Tanpa terkecuali.
Pengaruh hujan ini tidak hanya secara fisik dan indrawi -jadi lembab atau basah-. Pengaruhnya juga pada jiwa dan pikiran. Sejuk, adem, tenang. Pas buat berfikir -seharusnya-.
Musim hujan, waktu yang tepat untuk melukiskan cita dan tentu saja: cinta. Seharusnya banyak kita habiskan bersama yang tercinta. Termasuk cinta kepada diri sendiri saja.
Melukiskan kenangan tentang hujan. Bermain air bersama anak –hujan hujanan–. Atau minum secangkir kopi berdua di teras belakang. Atau menggerakkan jempol di gawai: menulis tentang rindu. Terlebih saat-saat sedang jauh dengannya atau dengannyi. Gula terasa pahit karena tercampur kopi single origin mandailing.
Awan hitam masih bergelayut di atas sana. Menanti saat tepat menyusul saudaranya yang telah turun pertama. Masih ada yang tersisa.
Apakah di desa atau kotamu sedang hujan? Apa yang kau lukis saat hujan itu?
Seri yang terlambat terbit. Tapi tidak mengapa, lebih baik terlambat, timbang terhenti.
Saya juga bersyukur –sedikit–, karena saya tidak berjanji bahwa akan menerbitkannya secara harian. Jika telah berjanji, saya bisa melanggar ukuran/dimensi layanan berkualitas. Artinya, layanan saya buruk, dalam hal keteraturan penerbitan tulisan.
Kalau sudah berjanji –kepada pelanggan– harus ditepati. Itulah dimensi reliability (keandalan). Berkualitas atau tidak ditentukan oleh seberapa baik layanan memenuhi dimensi-dimensinya.
Keandalan
Ukuran pertama kualitas layanan adalah keandalan (reliability). Layanan dikatakan baik jika mampu diberikan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan konsisten. Tanpa ada kesalahan. Yang dijanjikan tentu harus mampu menyesuaikan dan melampaui kebutuhan dan keinginan (desire & anxiety) pelanggan.
Misal, ada pelanggan bertanya: “kapan Petro Gladiator-nya ada?”. Ketika penjual mengatakan “dua pekan lagi”, maka ketika itu ia berjanji. Janji untuk memberikan layanan. Berupa produk dalam hal ini Petro Gladiator untuk diperjualbelikan.
Ketika betul dalam dua pekan tersedia, berarti aspek keandalan ini tercapai. Jika belum tersedia, berarti tidak andal. Jika lebih cepat, berarti melampaui yang dijanjikan.
Beda lagi jika jawabannya: “Saya belum tahu kapan ada, belum ada kabar dari pabrik”. Ini bukannya “tidak berjanji”, ini membunuh harapan pelanggan.
Pelanggan bertanya “kapan”, berarti ia memiliki keinginan dan kebutuhan terhadap produk tersebut. Tanpa ada kepastian atau janji maka harapan pelanggan itu ambyar…
(Wiyanto Sudarsono)
Catatan: An.dal; bermakna dapat dipercaya; memberikan hasil yang sama (konsisten) pada ujian atau percobaan yang berulang. Bentuk tidak baku dan jamak dituliskan dengan kata “handal”.
Sekarang sebagian kita kembali mengikuti orang terdahulu. Berbangga dengan kuantitas. Jumlah yang banyak. Atau mungkin umat manusia tidak pernah beranjak dari hal itu.
Kebanggan atas capaian diri atau ketakjuban atas capaian orang lain yang disuka. Ukuran saat ini ukurannya lebih nyata (real time) dalam hitungan statistika.
Bangga atau takjub dengan pelanggan (subscriber), penonton (viewer), tanda suka/jempol (like) atau super, dan pengikut (follower) . Hati berbunga jika postingan banyak yang me-like. Takjub dengan banyaknya subscriber orang tertentu. Senang dengan jumlah viewer video yang diunggah. Membanggakan kenaikan jumlah followers. Dan sedih, kecewa, tidak semangat jika yang terjadi sebaliknya.
Penjual berbangga dengan jumlah pelanggan. Termasuk pembelian berulangnya. Juga pelanggan barunya yang selalu ada.
Calon kepala daerah, DPR/D, gembira dengan banyaknya massa kampanye. Atau dengan hasil survei yang menyatakan pemilihnya lebih banyak. Apapun dan siapapun lembaga survei dan metodenya. Pokoknya menang jumlah!!
Tak lupa petani, bungah (gembira) dengan banyaknya hasil panen. Terkadang hanya karena menilai tepat dalam memilih benih/ bibit. Cermat dalam mengatur jenis dan dosis pupuk. Hebat dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
Padahal kita telah diberi contoh. Sosok jiwa yang membanggakan jumlah. Pelajaran dari pemilik dua kebun dalam surat Al-Kahf: 32-44. Ia (pemilik kebun) memiliki kekayaan besar, maka dia berkata kepada kawannya ketika bercakap-cakap dengannya, “Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat”.
Begitu bangganya dengan jumlah. Padahal jumlah itu bukanlah karena usahanya. Melainkan karunia dari Tuhan. Dan sangat mudah semua itu diambilnya kembali atau sangat mudah musnah dan hangus jika Allah menghendaki.
Keberkahan adalah Kunci
Jumlah bukanlah soal utama. Hal yang paling utama adalah keberkahan.
Ustadz kami (Ahmad Sabiq, Lc) menyatakan, saat menceritakan doa keberkahan Rasulullah terhadap makanan para prajurit pada Perang Tabuk: “Sedikit kalau berkah akan cukup, banyak kalau berkah akan manfaat, apapun itu, waktu, harta, jabatan”.
Semoga Allah menjadikan kita hamba yang bersyukur atas karunia-Nya. Semoga Allah memberkahi setiap karunia-Nya berapapun jumlah dan apapun jenisnya.
Masyarakat Indonesia terbiasa dengan nama yang hanya satu kata. Terutama masyarakat Jawa. Sebutlah misalnya Tugino, Suparno, Suroso, Suyati, dan Su- Su- lainnya. Masyarakat Jawa memang tidak mengenal nama keluarga atau marga.
Beberapa suku di Indonesia memang memiliki marga. Sebutlah misalnya Suku Batak di Sumatera Utara. Marga melekat erat dalam nama dan adat.
Adapun saya, nama saya resmi adalah satu kata: WIYANTO. Sangat konservatif, khas nama Jawa.
Saya menambahkan nama SUDARSONO sebagai nama keluarga. Dan itu adalah nama Bapak saya. Jadilah WIYANTO SUDARSONO sebagai nama saya di karya tulis, media sosial, bahkan di beberapa sertifikat pelatihan.
Pengalaman dalam membuat paspor ada nama tambahan (additional name) ternyata. Nama dengan tiga kata. Jadilah nama saya Wiyanto Sudarsono Wijanto. Wijanto adalah nama belakang kakek saya dari jalur ayah.
Penggunaan nama belakang, saya lanjutkan ke anak. Semua anak-anak saya ada nama belakang “Sudarsono”. Sebagai pesan: jagalah nama baik keluarga. Oh, adik-adik saya juga melalukan hal serupa. Menyematkan nama ” Sudarsono” sebagai belakang nama mereka. Jadi nama beken, ups nama keluarga.
Secara jumlah, nama anak pertama saya malahan empat kata. Itu karena, awal merancang nama ada di musim Pemilu. Penuh singkatan nama.
Jika hanya tiga kata, singkatannya ASS. Jadi kurang enak maknanya dalam bahasa Inggris. Makanya ditambahi agar jadi MASS. Anak kedua dan ketiga cukup tiga kata. Sudah berpengalaman.
“Nanti kalau ujian banyak nulis atau ngureki (menghitamkan) di lembar jawaban”. Pendapat Mbah-nya dalam suatu kesempatan. ” Jamannya ujian, cukup klik saja Ti”. Jawab Bundanya anak-anak.
Ternyata tidak hanya arti sebuah nama. Sejumlah kata dalam nama pun, juga memiliki arti. Paling tidak menjadi pemikiran dalam memberi nama.
Berbeda dengan nama sebuah brand atau jenama produk. Makin pendek makin baik. Karena mudah diingat. Maksimal empat suku kata, demikian pendapat yang pernah saya dengan. Sebut saja PHONSKA (phons.ka. dua sukunkata), Petro NITRAT, Teballo, PETRO, Kebomas. Merek pupuk dan pestisida di pasar pertanian.
Produk yang kita atau perusahaan hasilkan itu ada dua. Barang dan jasa. Barang bisa dilihat, disentuh, dan tentu saja dinilai. Sebut saja pupuk, pestisida, benih.
Jasa, tidak terlihat secara fisik, tidak bisa disentuh, pada dasarnya tidak berwujud, namun bisa dirasakan dan dinilai. Jasa dalam istilah bahasa Inggris disebut service.
Contoh penjual jasa adalah penjahit baju (tailor). Bukan bajunya yang dijual, tapi hasil dari kegiatan mengubah lembaran kain menjadi baju yang dijual. Itulah jasa.
Contoh lain jasa sewa alat panen padi (combine harvester). Alat panennya ada, padinya ada, tapi bukan itu yang dijual. Yang dijual “upaya” memanen butir padi. Itu juga jasa.
Nah, servis yang dimaksud sebagai layanan itu bukan jasa yang dihasilkan orang atau perusahaan. Tapi sebagai sebuah aktivitas yang mendatangkan manfaat atau nilai yang tidak terlihat (intangible) bagi pelanggan. Layanan ini melekat pada barang ataupun jasa yang ditawarkan kepada pelanggan.
Layanan adalah paradigma untuk menciptakan sebuah nilai bagi pelanggan melalui produk baik barang maupun jasa, termasuk hal-hal yang terkait dengannya secara langsung maupun tidak. Bahkan sejatinya, setiap bisnis adalah bisnis layanan.
Bisnis itu melayani pelanggan. Melayani kebutuhan pelanggan dengan solusi. Melayani dengan produk dan jasa yang dimiliki. Melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya dan sepenuh hati.
(Wiyanto Sudarsono)
Sumber Bacaan dan gambar:
– The Official MIM Academy Coursebook: Service Operation. 2009. Desi Handayani, dkk. Esensi (Erlangga Group)
Beragam tanggapan yang masuk ke saya. Menanggapi tulisan sebelumnya “Memilih”. Ada yang meminta pemasaran. Ada yang meminta keduanya: kepemimpinan dan pemasaran.
Saya harus memilih. Karena saat ini belum bisa mempelajari kembali dua-duanya, secara bersamaan. Mempelajari termasuk menuliskan kembali dan membagikannya. Pilihan jatuh pada PEMASARAN, di bagian layanan: service.
Ada beberapa pertimbangan. Pertama, awal bulan ini saya baru saja mengambil sertifikasi sebagai Tenaga Pemasar Operasional Area Kerja Pengelolaan Pelayanan (Service Operation) dari BNSP. Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Jadi masih hangat.
Kedua, layanan merupakan bagian penting untuk meningkatkan nilai (value) perusahaan atau usaha kita. Bersama dengan brand dan proses. Sesuai dengan konsep sembilan elemen inti (nine core elements) dalam arsitektur pemasaran oleh Markplus. Bagi yang baru mengikuti tutorial Sales Operation pasti kenal konsep ini.
Ketiga, layanan sebagai pembeda. Kualitas barang boleh jadi sama. Harga bisa jadi sama atau sedikit lebih mahal. Dengan tambahan layanan hal itu akan terbayarkan. Pilih mana, membeli pupuk di toko yang penjualanya prengutan (suka merengut, jutek) atau yang suka menyambut dengan senyuman? Senyum adalah bagian dari layanan.
Keempat, layanan dapat menciptakan pelanggan loyal. Jika pelanggan telah loyal, tidak hanya akan membeli kembali, tapi juga akan woro-woro ke calon pelanggan lainnya.
Kelima, layanan di semua lini. Hakikatnya kita itu melayani pelanggan. Pelanggan eksternal (pembeli, pihak berkepentingan) atau internal (unit kerja lain, atau anggota tim). Dan tidak ada penjualan produk tanpa layanan. Sesederhana apapun layanan itu.
Lima saja cukuplah sebagai alasan terpilihnya layanan atau service sebagai serial kali ini. Sangking pentingnya layanan, makanya ada sertifikasinya juga. Bersama dengan penjualan dan pengelolaan merek.
Saya akan mengambil acuan dari beberapa buku, pertama Service Operation The Official MIM Academy Coursebook, buku panduan untuk sertifkasi bidang layanan. Kedua adalah Hearty Service, Service itu di sini (silakan sambil tunjuk dada kiri). Ketiga WOW Service is Care.
Seperti biasa, serial ini tidak boleh terlalu panjang. Saya usahakan hanya 300 – 500 kata. Pengantar ini tampaknya kepanjangan. Agar kita bisa membaca dengan ringan sambil nunggu tamu, atau apapun yang ditunggu tidak dalam waktu lama.
Saya sedang mempertimbangkan untuk kembali menulis serial. Tentu dalam rangka saya mempelajari sesuatu. Ini berarti juga saya sedang mempetimbangkan untuk mempelajari sesuatu itu.
Pertama adalah tentang leadership, kepemimpinan. Oh ya, yakin mau menulis tentang itu? Memang sudah jadi pemimpin yang baik? Pemimpin yang berhasil?
Eits, jangan salah, di awal kan tujuan utamanya adalah belajar. Karena belajar, makanya masih berproses. Daripada belajar sendiri, lebih baik sambil dibagi.
Kedua, tentang pemasaran. Lho, bukanya sekarang tidak jadi pemasar? Bukanya sekarang tidak jadi penjual?
Benar, ya itu tadi, pengen belajar lagi. Biar tidak lupa. Pemasaran begitu dinamis, jika berhenti belajar bisa ketinggalan.
Lalu, pilih yang mana?
Belum tahu, tunggu saja. Salah satu dari itu. Atau mungkin malah tertarik hal lain. Haha. Karena belajar, tentu akan ada acuan. Saya akan menggunakan referensi.
Buku saya baca, di ringkas, ditulis kembali, diberi cantoh dari pengalaman, cerita, atau kisah. Semoga kesampaian.
Sembilan sebuah bilangan istimewa. Angka satuan terbesar dalam angka Arab (0-9). Semoga juga menunjukkan besarnya rasa syukur kami atas rahmat Allah.
Alhamdulillahiladzi bini’matihi tatimushalihaat, sembilan tahun adalah usia pernikahan kami. Sabtu ini, sudah lebih dari 9 tahun kami menikah.
Banyak hal yang harus kami syukuri, sebanyak atau lebih banyak lagi harapan kami. Tahun kesepuluh kami. Saya sudah memintanyi untuk menuliskan kembali resolusi kami. Terkait ibadah, anak-anak, dan mimpi-mimpi kami.
Sembilan tahun, di empat pulau atau daratan kami hidup bersama, untuk waktu yang relatif lama tau hanya sesaat saja. Sulawesi, Jawa, Sumatera, dan Asia.
Nawa Cinta, sembilan tahun cinta. Kami bermohon kepada Allah ampunan atas Dosa dan kesalahan di masa yang lewat. Kami bermohon petunjuk dan bimbingan Allah untuk masa yang akan datang. Semoga selalu mencurahkan kepada kami sakinah dan ketakwaan. Hanya kepada Allah kami memohon pertolongan.
Menyampaikan gagasan membutuhkan inspirasi. Bahkan beberapa tahap sebelum disampaikan. Gagasan itu sendiri, muncul dari inspirasi.
Itu mengapa kondisi ideal untuk menumbuhkan inspirasi harus dicipta. Agar inspirasi tumbuh subur. Seperti jamur di musim hujan.
Saya kembali mendapatkan secercah jawaban dari sebuah kebuntuan. Inspirasilah pendobrak kebuntuan itu.
Inspirasi muncul sebelum gagasan. Untuk menjadi gagasan inspirasi perlu dikembangkan, dipikirkan, diungkapkan, dengan lisan atau tulisan.
Untuk tumbuh inspirasi atau lahir inspirasi, dibutuhkan kondisi yang rileks. Boleh bercampur dengan stres. Tapi tidak boleh terlalu tinggi. Demikian pendapat Agus Mustofa (2020).
Saya mengerti kondisi saya belakangan ini. Mungkin sedikit stres. Karena tugas pelatihan, PR pekerjaan yang menggelayut pikiran.
Termasuk tidak selalu berhasilnya membuat sebuat tulisan. Sehingga buntu. Harusnya dibawa rileks saja. Dinikmati. Bukan sebagai beban tapi sebuah kenikmatan.
Lha bagaimana lagi, sudah berkomitmen. Pekerjaan, pelatihan (penngikatan kompetensi diri), menulis, sudah menjadi sebuat kebulatan yang menyatu dalam diri. Niatkan sebagai ibadah.
Jangan sampai niatnya beternak inspirasi, malah stres yang menjadi-jadi. Niatkan ibadah, nikmati, dan lakukan saja.
Bukankah semua hal yang positif akan menjadi ibadah jika diniatkan demikian? Bismillah.
(Wiyanto Sudarsono)
Bahan bacaan: Beternak Inspirasi. Agus Mustofa. 2020. Harian Disway Edisi Jumat, 14 November 2020, Hal.8-9.
Senja menyapa di sela-sela tanaman perkebunan karet. Tersirat dalam benak saya, sebuah harapan besar dari para petani karet.
Perkebunan karet di atas terletak di desa/tiyuh Mulya Kencana, Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung. Sebuah daerah yang didominasi oleh perkebunan karet, yang juga menjadi sumber mata pencarian dan penghasilan utama masyarakat di daerah tersebut.
Harapan setiap petani adalah untuk mendapatkan harga yang lebih baik. Para petani yang setiap hari bekerja, berkeringat, berharap dengan hasil yang cukup. Cukup untuk menunjangan kebutuhan hidup, cukup membiyayai sekolah anak, agar kelak anaknya mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Para pelaku perkebunan karet selalu dilema/bingung dalam menyiasati naik turunya harga yang tidak setabil. Saya rasa, saat ini untuk memenuhi kebutuhan sehari hari pun sulit.
Tidak ada yang mudah tentunya, tapi bisa diupayakan untuk mencukupi kebutuhan sehari hari. Karena mereka tinggal di desa, dengan mudah mendapatakan sayur sayuran dari tetangga. Nempil istilah kami. Khas kehidupan sosial masyarakat desa.
Kualitas & Harga
Lump kami bisa menyebunya dengan CL (Coagulump). Lateks yang sudah d bekukan. Ada beberapa macam pihak yang menampung hasil perkebunan dari petani di sini. Ada kelompok Tani dan tengkulak.
Kelompok tani merupakan sebuah organisasi yang di bentuk oleh para petani di sini. Mereka berharap mendapatkan saluran pemasran yang tepat untuk mendapatkan harga yang lebih baik.
Kedua Tengkulak. Sebagian petani biasnya juga menjual hasil kebun mereka ke Tengkulak yang datang ke desa kami. Satu atau dua minggu sekali. Harapan petani tetap sama, mendapatakan penawaran harga setinggi mungkin.
Nahas bagi petani yang tidak pernah menjaga kualitas lumpnya. Mereka hanya menjual berat, tidak pernah menjaga kualitas. Untuk mendapatkan harga yang tinggi akan sangat sulit.
Mau mendapat berat harga rendah, atau harga baik dengan berat yang layak?
*) Syaiful Iskandar adalah mahasiswa tingkat akhir dari Sekolah Tinggi Pertanian STIPER Yogyakarta. Kuliah online, bisnis, dan mengamati pertanian desa adalah kegiatannya saat ini.