Posted on Leave a comment

Tontonan, Pandemi dan Penjualan

Bagian 1 dari 3

(Freepik)

Ini adalah sebuah catatan tentang (mungkin) hasil membaca. Sambil merenung, melayangkan pikiran kesana dan kemari. Menghubungkan kondisi, bacaan masa lalu, pengalaman dan harapan yang beseliweran diingatan.

Tontonan

Dunia dimana tempat teratas dalam skala nilainya diisi oleh kebutuhan hiburan. Dimana bersenang- senang, lari dari kesuntukan, menjadi hasrat universal. Itulah yang dimaksud dengan peradaban tontonan.  Peradaban dimana kita saat ini hidup dan tinggal. Paling tidak menurut Mario Vargas Llosa. Peraih Nobel Sastra tahun 2010.

Peradaban tontonan menempatkan kebutuhan tersier sebagai sebuah nilai ekonomi yang besar. Baik dari sisi produksi dan konsumsi. Hiburan, rekreasi, dan keasyikan bisa menyedot nilai uang yang besar sekali. Bisa jadi mengalahkan kebutuhan hidup primer dan sekunder kebanyakan manusia.

Sah sah saja sebenarnya. Selama mampu dan legal cara menikmatinya. Namun, kecenderung untuk bersenang-senang ternyata memiliki konsekuensi yang besar. Masih menurut Llosa (2012), konsekuensi peradaban tontonan diantaranya adalah banalisasi (kekerasan) kebudayaan, menyebarnya kedangkalan, dan merebaknya jurnalisme yang hidup dari gosip dan skandal.

Dunia kita saat ini penuh dengan kenyataan akan peradaban tontonan. Penghibur, pelawak adalah raja. Kebudayaan dan sastra bergeser menjadi “semata-mata” hiburan.

Dunia tontonan, juga ditandai dengan memudarnya peran kaum intelektual. Menjamurnya tontonan berfaedah rendah. Dan tidak lakunya karya yang ditujukan untuk menjadi makanan bagi pikiran.

Lihatlah beberapa acara pertunjukan di kotak hitam rumah kita (Televisi). Memukul sterofoam, menertawakan kondisi diri -dan lawan main-, ejekan dan kadang terpleset makian, menjadi tontonan utama.

Mungkin kita bisa memasukkan pencarian bakat, menyanyi atau apapun lah. Acara diputar berjam-jam, dengan mendulang uang dari SMS premium, dan parahnya tayang di jam utama menjadi ciri peradaban kita, di Indonesia.

Contoh di atas dapat dimasukkan sebagai hal apik untuk ciri peradaban ini: pemiskinan gagasan sebagai motor penggerak kehidupan kebudayaan. Ide tontonan sendiri mungkin sudah mulai habis. Dengan di-remake beberapa tontonan dan acara.

Bersambung……

(Wiyanto Sudarsono)

Bahan Bacaan: Mario Vargas Llosa. Peradaban Tontonan (2012) dalam Matinya Penulis Besar (2018) kumpulan tulisan Mario Vargas Llosa yang di terjemahkan oleh Ronny Agustinus. Immortal Publishing dan Octopus, Sleman, Yogyakarta.

Sumber gambar: People vector created by pch.vector – www.freepik.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *