Posted on Leave a comment

Kesepian Karya

Kesepian adalah ketika tidak ada keluarga untuk bercengkrama. Tidak ada rekan kerja untuk diajak diskusi dan bicara. Tidak ada bacaan untuk diselesaikan. Tidak ada karya yang dihasilkan.

Mungkin sebagian kita pernah, atau sedang dalam kondisi demikian. Kegiatan yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Karena perubahan kondisi baik di dalam maupun dari luar diri.

Hal yang bisa dilakukannya adalah mengambil langkah perubahan. Jika sedang belum ada keluarga atau jauh dari keluarga, saatnya kita ambil gawai. Panggilan video atau mencari tiket ke lokasi mereka. Perlu merancang startegi untuk bersama.

Atau saatnya menyusun mimpi berkeluarga. Menyusun prioritas dan cara untuk mencari jodoh yang sesuai.

Jika terkait dengan pekerjaan, mungkin bisa dengan membuka diri. Ngobrol dengan rekan kerja di luar bagian kita. Atau mengobrol dengan orang yang sekondisi. Siapa tahu ada inspirasi.

Malam ini saya mengambil langkah literasi. Membuka plastik yang membungkus buku di meja konsol di belakang. Memilih buku yang paling menarik. Membaca sekilas dan memutuskan untuk membaca lebih serius di akhir pekan.

Hasilnya… Kita tunggu saja. Yang jelas langkah awal telah diambil. Semoga semangat tetap stabil. Bismillah.

Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allahjangan engkau lemah,”

(HR. Muslim).

–Wiyanto Sudarsono–

Posted on Leave a comment

Motivasi Mulai

Jemputlah dia!

Bismillah. Mulai lagi.

Berbulan lamanya absen dari kegiatan literasi. Wabil khusus: menulis. Sejak 26 Juni tanpa unggahan serius di blog, IG, atau FB.

Kangen rasanya. Merasakan sensasi menulis dan mengunggah tulisan. Tanpa memedulikan siapa yang  baca. Bahkan pada tataran tidak peduli ada yang baca atau tidak. Tapi ada kebahagiaan tersendiri dalam menulis.

Sebenarnya beberapa waktu lalu sempat ada draft tulisan. Tentang perjalanan udara dalam situasi PPKM. Piye Piye Kudu Mangan. Ups… Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Atau apalah  kepanjangannya. Silakan cari  yang lucu-lucu itu.

Draft tersebut urung terselesaikan. Jadi tidak diunggah. Bahkan bisa lebih menarik jika ditambah perjalanan udara bersama tiga orang anak dibawah 12 tahun. Jumat lalu. Dengan semakin transit. Totalnya perjalanan keluar rumah sampai tujuan adalah 12 jam. Menantang.

Menulis itu, motivasi kuncinya. Tekad kuat atau azam lubang kuncinya. Menggerakkan jempol di gawai adalah pintunya.

Tak Dinyana

Gawai berdering. Tak dinyana, kawan dari jogja menelepon. Diskusi tentang salah satu motivasi: keluarga. Ia sedang jauh dengan istri dan anak-anaknya. Sedikit menurun motivasinya. Tepatnya agak berantakan hidupnya. Hanya hitungan hari saja sebenarnya.

Tebakan saya soal yang ia rasa, akurat. 100% tepat. Tiga atau empat hal saya sebutkan. Ia benarkan. Gejala-gejala kangen keluarga. Haha

Kebiasaan lama. Telepon kawan, tatkala jauh dari keluarga. Langkah yang benar. Jika ada keluarga,kegiatan selepas bekerja adalah cengkerama dengan keluarga.

Begitu berharga keluarga baginya. Saya sepakat itu. Hingga ia sulit konsentrasi ketika jauh dari mereka.

Mungkin karena hanya punya satu keluarga. Jika, dua, tiga atau empat keluarga bisa beda cerita. Gurau saya kepada orang di seberang telepon sana.

Jika Anda malas bangun pagi. Agenda tidak selesai. Sulit konsentrasi. Malas pulang ke rumah selepas kerja. Dan keluarga Anda sedang mudik atau berjarak. Itu saatnya ada jemput mereka atau bergabung bersama mereka. Kerjaan? Kan WFH.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Target Momen

Tidak semua petani dapat menjadi pelanggan kita. Bukan pesimis, tapi realistis. Fakta juga demikian.

Selain karena keterbatasan, persaingan, bahkan ketika tanpa pesaing sekalipun, kota memang akan sulit memuaskan semua orang. Meski produk yang kita tawarkan lengkap. Tunggal, majemuk, makro, mikro, berbagai formula, bisa custom, dan seterusnya…. Ada saja kurangnya. Karena itu kita harus punya target.

Ukuran itu Penting

Misal kita akan berjualan pupuk di sentra komoditas bawang putih di NTB. Mikir juga cari contoh komoditas. Karena mau padu, gengsi. Masak padi terus, jagung terus.

Kita perlu melihat. Apakah sentra disini potensi pasarnya masih luas? Apakah masih Menguntungkan? Tidak hanya saat ini, apakah kedepannya masih bagus? Kebutuhan pupuk nya, pas, kelebihan atau kurang?

Jika masih kecil, mungkin kita harus menunggu momen di target kita. Seperti beberapa waktu lalu, pupuk Impor kosong!! Celakanya, impor kosong pabrik kita MATI!!

Masih tumbuhkah?

Kita juga perlu mengukur pertumbuhan penjualan kita. Apalagi di awal-awal. Rendah tidak apa-apa yang penting tumbuh. Akan ada momen pertumbuhan itu meroket!

Jangan sampai habis-habisan, namun pertumbuhan berhenti atau negatif. Sudah sampai puncak kurva. Saatnya cari segmen dan target baru.

Data Saing

Pastikan kita mengetahui, memahami, dan mampu menyampaikan keunggulan produk dan brand kita. Zn itu apa kelebihannya jika ada din pupuk, dibanding pupuk tanpa Zn.

Termasuk, apakah keunggulan kita itu direspon baik di pasar sasaran kita. Misal NPK dengan Zn di komoditas sawit. Unggulan kah kita? Jika tidak, maka saatnya produk kota lain di pasar itu. Atau cari pasar untuk produk Zn kita.

Kemudian, kompetisi. Jika pasar banyak kompetitor maka artinya pasar itu menarik. Tapi belum tentu menguntungkan. Termasuk kita masuki semua pengecer dengan barang kita juga belum tentu menguntungkan. Sebab menciptakan persaingan tidak sehat di pasar.

Intinya, target tidak diam, tidak permanen. Apalagi itu itu saja. Target pasar kita harus tumbuh, berubah, berganti, dan bertambah. Tanda bahaya jika kita sudah tidak punya target baru. Atau tidak punya momen dengan target saat ini.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Segmen Momen

Dua tahun ini, tentu Pandemi adalah yang paling mengejutkan. Mungkin terbesar setelah Perang Dunia II.

Mengubah banyak hal. Pola konsumsi, cara konsumsi, transportasi, bahkan sampai tingkat kehidupan individu.

Sektor yang tidak seberapa besar perubahannya, dibanding yang lain, mungkin adalah pertanian. Pertanian budidaya lebih tepatnya. Terdampak, tapi tidak sebesar sektor lain. Alhamdulillah.

Beberapa waktu lalu, diskusi tentang segmentasi di salah satu WA Grup cukup ramai. (Baca: Momentum Mengeluh). Ternyata sampai juga kita di persinggungan dengannya.

Segmentasi pasar produk sarana produk pertanian, mungkin tidak jauh berbeda antara sebelum pandemi dan saat ini (masih pandemi).

Segmentasi statis dengan membagi pasar berdasarkan kawasan pertanian, dataran rendah, tinggi, irigasi teknis dan tadah hujan, provinsi/Kabupaten masih relevan. Luas areal pertanaman, komoditas atau subsektor yang ditanam, atau usia kebun, juga masih menjadi segmentasi yang bisa digunakan.

Sesitivitas pelanggan tehadap harga, cara menggunakan produk, perilaku budidaya, keberanian mengambil risiko, bisa menambah kaya segmentasi yang dimiliki. Lebih banyak segmen apakah lebih baik? Tidak juga. Belum tentu.

Yang jelas, memiliki segmentasi lebih baik dari pada tidak ada. Agar strategi tidak gebyah uyah, sembarang boleh. Kita tidak harus menjual semua produk kita di seluruh pasar. Cukup sediakan dan jual di pasar sasaran saja. Sehingga stok tidak perlu berulang tahun.

Sebagai penjual, jangan juga suka meminta produk, atau ukuran produk yang belum tentu sesuai dengan strategi. Biasanya hanya sebagai alasan tidak tercapainya target. Ups. Pelanggan maunya kemasan 5kg. Misal demikian. Setelah disediakan juga tidak bergerak.

Setiap produk ada segmennya. Setiap segmen ada produk dan brandnya. Termasuk gambar pada kemasan. Termasuk cara komunikasinya.

Tentukan segmen kita, pastikan produk, brand, kemasan yang sesuai. Dan mari jualan!!

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Momentum Internal

Pada akhirnya semua kembali ke kita. Kita yang harus bersikap, beradaptasi, merancang dan melaksanakan strategi. Kita yang dimaksud adalah organisasi atau perusahaan, bisa juga pribadi.

Seperti apapun perubahan lingkungan bisnis dan hidup. Sekompleks atau sesederhana apapun kemauan pelanggan. Seagresif atau se-woles apapun pesaing (menurut kita). Akhirnya kita yang harus adaptasi. Untuk tetap produksi, memasarkan, dan membuat profit.

Kita yang harus bertahan. Kita yang harus tumbuh berjuang. Kita yang harus terus berkembang.

Untuk dapat melakukannya, kita harus meramu strategi. Strategi adalah semacam memilih dari serangkaian pilihan yang ada, untuk situasi, kondisi dan momentum yang tepat. Cepat dan tepat. Tidak terlambat.

Misalkan, saat petani membutuhkan pupuk dasar P. Pupuk bersubsidi SP-36 sudah tidak bisa diharapkan.

Sebagai penjual yang katanya jualan solusi, kita punya pilihan. Menyediakan pupuk P kualitas terbaik, TSP (P: 46%). Tentu dengan harga yang sesuai. Atau pupuk dengan kandungan maksimal 20%? Dengan harga yang bersaing. Atau mau menyediakan pupuk Fosfat alam kualitas bagus. Tentu dengan harga yang semoga bisa bagus. Itu pilihan. Kita yang memilih.

Atau ketika pelanggan kita menginginkan NPK formula tertentu. Kita punya formula lain. Kita pun punya pilihan. Berkata mohon maaf belum bisa produksi karena a, b, c, d. Atau menawarkan: kami sementara punya ini. Untuk dapat formula itu kita bisa tambahkan Urea sekian, KCL sekian, Kieserit sekian. Semua kami yang sediakan Pak. Misal demikian. Ada pilihan yang bisa kita ambil.

Bila kita bisa menyesuaikan startegi dengan momentum yang pas, klik, bukan tidak mungkin kita memiliki kesempatan. Kesempatan untuk bertahan dan berkembang.

Ada masa dimana anak tumbuh cepat. Demikian dengan usaha. Selama punya startegi yang sesuai lingkungan dan kondisi. Strategi apa yang kita gunakan di setiap momentum yang ada?

(Wiyanto Sudarsono)

Bacaan:
Momentum, 18 Kunci Utama Penggerak Bisnis. Hermawan Kartajaya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2019.

Posted on 1 Comment

Momentum Mengeluh

Sebenarnya, tidak salah pelanggan mengeluh. Misal mengeluh soal pengiriman atau penyediaan barang yang lambat. Padahal pelanggan sudah bayar. Terpaksa mereka menunggu sebulan. Pelanggan memaki, meski tak terdengar oleh telinga kanan dan kiri.

Misla juga pelanggan menelepon soal kualitas tampilan dan kemasan.Membuat kita –penjual– enggan mengangkat telepon genggam. Bahkan pelanggan tertentu dicap sebagai pelanggan “vokal”, “bawel”, atau “cerewet”.

Sikap terhadap keluhan sebenarnya ada tiga. Pertama, abaikan, anggap sebagai angin lalu. Jawab sekadarnya “baik akan kami koordinasikan”. Kedua, tanggapi dengan lebih baik. Tindak lanjuti sesuai SOP, yang kita sudah tahu “tidak akan banyak perubahan”. Ketiga, jadikan momentum untuk memperbaiki diri dan organisasi agar semakin relevan dengan pelanggan. Butuh perjuangan.

Keluhan pelanggan, atau pelanggan yang sedang tidak senang, adalah sumber pembelajaran untuk perbaikan dan pengembangan. Paling tidak itu yang diajarkan oleh pemasaran —service operation–. Dan kita tahu itu.

Kita hendaknya bersyukur jika pelanggan mengeluh dan telepon kita. Terlebih jika kita adalah seorang penjual. Atau orang yang melayani pelanggan langsung. Akan sangat sayang jika pelanggan tiba-tiba beralih ke brand lain. Atau yang agak mending adalah menelepon atasan kita.

Pun, jika pelanggan telepon atasan, manajer, GM atau Direksi kita soal layanan kita? Apa sikap kita? Jengkel, memprotes, memaki? Atau kita instrospeksi diri, kemudian memperbaiki kekurangan kita?! Jawaban kita menentukan level layanan kita.

Jangan sampai kita salah memahami pelanggan. Awal kemunduran dan hilangnya perusahaan-perusahaan besar masa lalu, salah satunya gagal paham terhadap pelanggan. Dan gagal memanfaatkan momentum bersama pelanggan. Termasuk memanfaatkan momentum keluhan dari pelanggan.

Memang tidak mungkin memuaskan semua pelanggan dan semua keinginan pelanggan. Tapi ada momentum penting yang akan memberi dampak besar. Salah satunya, jika pelanggan mengeluh, tapi masih mau bercakap dengan kita.

(Wiyanto Sudarsono)

Bacaan:
Momentum, 18 Kunci Utama Penggerak Bisnis. Hermawan Kartajaya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2019.

Posted on Leave a comment

Momentum Terpaksa: Pesaing

Pilih teh atau kopi?

Jika Anda ditinggalkan pasangan Anda, karena memilih tresno liyane, apa yang anda lakukan? Menangis sejadinya, atau memperbaiki diri? Penampilan, sikap, dan keuangan.

Persaingan memang seolah akan memunculkan siapa yang unggul dan siapa yang gugur. Meski ada sisi dimana persaingan mendorong orang atau organisasi menunjukkan yang terbaik.

Situasi

Tingkat persaingan dipengaruhi oleh, kondisi umum lingkungan bisnis atau industri. Jumlah pesaing, kemudahan masuk industri, termasuk keberadaan dan jumlah produk pengganti.

Tingkat persaingan di pasar UREA dalam industri pupuk, lebih rendah dibandingkan NPK. Teknologi yang sulit, bahan baku yang terbatas menjadi penghalang masuknya pesaing di pasar Urea.

Beda dengan NPK dan organik. Persaingannya begitu banyaknya. Berbagai formula NPK yang dapat saling menggantikan. Baik yang lokal maupun impor. Termasuk produk alternatif (baca: abal-abal).

Agresif

Agresivitas pesaing  juga bisa membuat keder. Komunikasi pemasarannya begitu jor-joran. Insentif penjualan yang menggiurkan.

Meski tidak hanya itu, kreativitas dan efektivitas strategi yang digunakan sangat diperlukan. Mengantisipasi dan memantau gerak kompetitor sangat perlu. Namun, harus membuahkan hasil berupa rekomendasi untuk antisipasi perkembangan berikutnya.

Kemampuan

Kemampuan kompetitor berkisar soal keuangan, SDM, Teknologi dan aset lainnya. Meskipun memiliki semuanya bukan jaminan.

Antisipasi terhadap tantangan sangat perlu. Untuk mengukur sejauh mana kemampuan kita, dan sampai kapan bisa bertahan pada tingkat persaingan.

Hampir semua pemasar dan penjual yang tahu ini. Banyak yang belum paham, sehingga melewatkan momentum (persaingan) yang memaksa berubah untuk memperbaiki diri dan Organisasi. Pesaing sebagai pelecut perbaikan dan strategi.

Jangan sampai, di tengah persaingan yang begitu keras, namun masih PeDe untuk anteng wae, berlindung dibalik nama besar dan kesuksesan masa lalu. Tertipu. Atau, berlindung di bisnis dengan Pemerintah berselimut baju subsidi. Semoga kita tidak begitu.

(Wiyanto Sudarsono)

Bacaan:
Momentum, 18 Kunci Utama Penggerak Bisnis. Hermawan Kartajaya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2019.

Posted on Leave a comment

Momentum Berubah

Power Rangers. //id.pinterest.com

Saat ini, sebagaimana kita ketahui dan rasakan, banyak sekali terjadi perubahan dalam proses dan operasional bisnis. Terencana maupun terpaksa. Dengan tingkat kedalaman yang biasa –hanya melakukan apa yang seharusnya– ataupun yang radikal.

Pemicunya macam-macam. Dari sisi ekonomi: keterpurukan ekonomi karena pandemi. Politik dan hukum: larangan pertemuan tatap muka. Larangan acara yang bersifat mengumpulkan massa. Bagi yang biasa berceloteh di depan khalayak ini menjadi masalah.

Dari aspek pasar, penurunan daya beli konsumen. Karena pendapatan turun. Karena harga hasil panen turun. Karena (misal) produknya di ekspor. Pasar ekspor lesu (lagi-lagi) karena pandemi.

Silakan diingat perubahan teknologi, sosial budaya, di industri kita. Nggak usah jauh-jauh, selama 2020-2021 ini saja.

Dalam hal yang bersifat operasional: pertemuan. Dengan tim atau dengan pelanggan. Lebih banyak daring daripada tatap muka langsung. Rasanya tentu beda.

Pun dengan proses bisnis. Yang biasa disebut transformasi. Baik yang sifat inisiasi atau mandatori.

Perubahan yang radikal, seperti merger perusahaan. Atau sentralisasi fungsi ke induk usaha. Atau menyapih bahkan menutup bisnis yang tidak menguntungkan.

Perubahan mengubah objek perubahan. Yang sadar akan menyiapkan dan rela segera berubah. Yang tidak atau kurang sadar, akan terpaksa diubah.

Kesempatan Berbuat

Kondisi ini sebenarnya merupakan momentum. Untuk menstandardisasi apa yang sebelumnya jauh panggang dari api. Mengusulkan sesuatu yang lebih ideal.

Dalam kondisi krisis seperti ini, usulan apapun akan dipertimbangkan. Karena bisa jadi banyak orang tampaknya juga terkaget-kaget.

Nyaris tidak tahu apa yang harus dilakukan. Seperti orang tenggelam. Apapun yang muncul di permukaan akan disambar. Tapi usulah yang baik-baik. Baik secara tujuan dan isi.

Beda jika nanti kondisi menjadi lebih “stabil” lagi. Kita akan ditantang dengan banyak pertanyaan. Karena mengubah yang stabil.

Contoh! Menambah tenaga penjual saat kondisi stabil, ampun-ampun. Mungkin saat ini bisa lebih mudah, sing penting tujuannya meningkatkan penjualan.

Ngusul insentif bagi tenaga penjual setengah mati. Dulu. Mungkin saat ini lebih bisa. Atau lebih sulit. Ini perubahan, tidak ada yang tahu pasti.

Iklan di TV. Dulu, belum pernah. Saya belum pernah lihat iklan pupuk, pestisida, atau pertanian di TV swasta Nasional. Saat ini, mungkin bisa. anggaran promosi tatap muka banyak yang diparkirkan.

Ayo siapa yang punya usul. Silakan tinggalkan komentar di bawah.

(Wiyanto Sudarsono)

Bacaan:
Momentum, 18 Kunci Utama Penggerak Bisnis. Hermawan Kartajaya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2019.

Posted on Leave a comment

Momentum Pemasaran Musiman

Saya memiliki keyakinan, setiap orang, usaha, ataupun organisasi akan memiliki saat untuk berkembang. Tumbuh meroket, melejit, yakni saat bertemu momentum yang pas. Waktu yang tepat. Tempat yang tepat. Situasi yang tepat. Tipping point-nya lah.

Istikamah, fokus adalah salah satu hal yang membuka peluang untuk dapat momentum itu. Fokus mengamati, fokus mengembangkan diri dan organisasi, serta fokus dalam ibadah dan berdoa.

Momentum juga perlu diupayakan bahkan diciptakan. Terutama dalam pemasaran. Lebih lagi dalam pertanian. Karena momentum berkelebat di depan mata kita. Sangat sayang jika dibiarkan begitu saja.

Membaca Momentum

Momentum di pertanian sangat terkait dengan musim. Musim tanam, musim panen, musim hujan, musim kemarau, atau musim buah tertentu.

Selain musim, ada momentum yang ada di masyakarat umum, juga berdampak di pertanian. Sebut saja misalnya ramadan dan lebaran, idul kurban, libur atau hari pertama sekolah, musim pernikahan (bulan haji), hari tembakau, hari bumi dll.

Kegiatannya pemasaran dan penjualan, tentunya akan sangat dipengaruhi oleh musim ini. Juga, kita harusnya mampu memanfaatkan musim-musim ini dalam merencanakan dan melaksanakan program pemasaran.

Selain waktunya, tentu yang perlu dilihat adalah luasnya momentum. Karena sifatnya musiman, bisa jadi sangat lokal momentum itu. Satu desa, kecamatan, atau provinsi. Atau bisa juga cukup luas, menasional, seperti lebaran atau idul kurban.

Bahkan, momentum juga bisa diciptakan. Misal mementum saat peluncuran produk baru. Saat ulang tahun perusahaan, ulang tahun perusahaan pelanggan.

Memanfaatkan Momentum

Momentum akan sia-sia jika disikapi dengan biasa. Berlalu begitu saja.

Tiap-tiap momentum perlu direncanakan dan dilakukan sebuah program dan kegiatan. Untuk meningkatkan brand awareness, atau mendorong penjualan. Untuk mengakuisisi pelanggan atau meningkatkan loyalitasnya.

Sudahkah kita memiliki perencanaan macam itu? Jika belum, kita perlu lakukan sesuatu.

(Wiyanto Sudarsono)

Bacaan:
Momentum, 18 Kunci Utama Penggerak Bisnis. Hermawan Kartajaya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2019.

Posted on Leave a comment

Ruang Kosong

Pandemi Covid-19 telah mengubah banyak kondisi. Dari kehidupan sosial hingga pribadi. Dari jadwal kerja hingga cara berpromosi.

Menumpang bus shuttle dari hotel transit ke Bandara Soekarno-Hatta, mata saya menangkap beberapa sudut ruang promosi berwarna putih. Kosong tanpa produk dan jenama yang menggunakan jasa. Hanya “ruang kosong” bertuliskan informasi nomor yang dapat dihubungi jika berminat menggunakan jasanya.

Pandemi ini membuat banyak perusahaan mengalami guncangan keuangan. Banyak biaya yang tidak mampu ditutupi dari aktivitas penjualannya. Jangankan untuk promosi, mampu mempertahankan karyawan sudah menjadi prestasi.

Kalau terpaksa, pengurangan gaji atau bahkan jumlah karyawan menjadi pilihan. Menyisakan ruang kosong di kantor, di hati karyawan dan keluarga, bisa jadi termasuk ruang di dompet dan rekening para manajemennya.

Lain dengan beberapa perusahaan yang masih tumbuh. Anggaran promosi sisa tak terpakai. Seolah tak butuh. Karena tidak dapat dilakukannya promosi yang sifatnya tatap muka.

Media sosial menjadi pelipur nestapa. Komunikasi dunia maya. Menyasar pelanggan muda. Meski masih sadar, bahwa pelanggan saat ini masih banyak yang tua.

Ini mungkin momentum untuk merenung dan berpikir. Memperbaiki strategi. Jika biasanya sibuk dengan rutinitas harian. Mungkin saatnya mengganti dan memperbaiki peranti promosi. Menilik cara komunikasi yang lain. Tak. Menutup kemungkinan media jaya di masa silam: radio dan televisi.

Ini mungkin momentum tepat untuk berkaca diri. Membayangkan setiap kondisi yang mungkin terjadi. Kemudian melakukan antisipasi. Sehingga organisasi tumbuh dalam Kondisi apapun.

Sehingga tidak sampai ada ruang kosong atau minus di laporan keuangan. Kalaupun terjadi tidak lama. Untuk kemudian positif kembali.

(Wiyanto Sudarsono)