Perjuangan dan Harapan
Oleh Wiyanto Sudarsono & Dian Lusiyanti (Ed.)
Ini adalah hari-hari karantina/isolasi mandiri. Lamanya tujuh hari, setelah saya diputuskan dapat pulang dari RSPG (Rumah Sakit Petrokimia Gresik) pada 22 Juli.
Syukur terus kami panjatkan, karena Allah berkenan memberi saya kesembuhan dari penyakit yang begitu populer saat ini, Covid-19 (Corona Virus Disease 2019). Covid-19 disebabkan infeksi virus corona baru yang diberi label SARS-CoV-2, dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika lancar, insya Allah, saya sudah kembali beraktivitas pada Kamis, 30 Juli. Saya sudah dapat bertemu orang, dan tentu WAJIB menjalankan protokol kesehatan Covid-19.
Kenalan dengan Covid
Saya pertama kali mengetahui virus corona dari tulisan Pak Dahlan Iskan di blognya disway.id. Begitu sering beliau membahas virus corona, seingat saya mulai Oktober atau November 2019. Begitu seringnya, sehingga pembaca ada yang menanggapi dengan nyinyir, dan nada bosan. Minimal timbul perasaan “corona lagi – corona lagi, atau virus wuhan lagi – virus wahana lagi”. Saya juga tahu, waktu itu, ada yang beranggapan virus corona tidak akan masuk Indonesia, karena panas dan beriklim tropis.
Namun, pada 2 Maret 2020, pembaca seolah bungkam, kaget, tercengang, dan seolah tidak percaya. Kasus pertama Covid-19 muncul di Indonesia. Pembaca seolah merefleksi kembali, “ini toh yang dulu diingatkan untuk hati-hati, untuk mempersiapkan jika datang virus yang membawa penyakit”, kemudian menjadi pandemi ini. Kita sudah diingatkan sebenarnya, oleh Pak Dahlan Iskan, melalui tulisannya yang berulang –ulang. Membahas corona, Wuhan, Tiongkok. Pembahasan seperti itu sampai berseri-seri di disway.id.
Diampiri Covid-19
Saya selalu tidak punya jawaban, atau bingung ketika ditanya: “Kok bisa kena Covid bagaimana?”. Saya bingung mau jawab apa. Karena, kita dapat terkena covid karena terinfeksi virus corona yang disebut SARS-CoV-2. Virusnya tidak terlihat mata secara langsung, sehingga saya tidak tahu pastinya kapan, bagaimana, dan dari siapa si corona masuk ke tubuh saya.
Saya biasanya hanya menjawab: “qadarullah, mungkin pas kondisi tubuh saya sedang kurang fit.” Di satu lantai kantor saya, terlebih dahulu ada anggota keluarga karyawan positif covid, dilanjutkan ada karyawan yang juga positif covid. Tentunya kami satu toilet dan satu musala.
Saya tidak tahu pastinya terinfeksi dimana. Saya juga keluar rumah, untuk kebutuhan sehari-hari. Keluar sudah pakai masker, berusaha sebisa mungkin jaga jarak. Tetap kena, ya berarti sudah takdir Allah, sudah begitu yang tertulis di Lauhful Mahfuz.
Saya terinfeksi virus corona sekitar akhir Juni. Gejala mulai muncul di tanggal 29 Juni. Gejala yang muncul adalah demam dan nyeri sendi. Tanggal 30 Juni saya tidak masuk kantor, izin sakit.
Tanggal 1 Juli saya masuk kantor lagi, tapi sepulang kantor (pukul 16.15-an) langsung ke UGD, karena demam sudah tiga hari. Saya lakukan cek darah, rapid test, dan foto thorax. Pukul 19.30, saya ke UGD lagi, konsultasi hasil rapid dan foto thorax. Hasil rapid saya: non reaktif. Saya ceritakan bahwa saya demam dan persendian terasa sakit. Saya ceritakan juga bahwa saya mengonsumsi Allopurinol 300 mg. Obat penurun asam urat. Sakit sendi itu saya duga asam urat, karena pada Minggu sebelumnya, saya banyak mengonsumsi makanan pemicu asam urat.
Hari-hari berikutnya beberapa gejala menyusul. Setelah Demam (suhu tubuh mencapai 38,8°C) yang merupakan gejala utama, muncul nyeri otot (sebelumnya saya duga asam urat), mudah lelah (inginnya tidur), kemudian hilangnya kemampuan mengecap rasa.
Makanan apa pun yang masuk dalam mulut terasa hambar. Termasuk mi instan goreng yang saya hafal betul kuat micinnya, pun rasanya hambar.
Semua gejala muncul sebelum saya di rawat. Akan tetapi, saat bertemu dokter, gejala yang muncul dan saya ceritakan adalah demam dan nyeri sendi. Sisanya muncul sebelum saya masuk rumah sakit untuk isolasi, setelah bertemu dokter Spesialis Paru.
Berikut kronologi pemeriksaan saya berdasarkan urutan waktu adalah sebagai berikut:
- 1 Juli 2020, UGD, Cek Darah Lengkap, Rapid Test (NON REAKTIF), Foto Thorax.
- 6 Juli 2020, UGD, Dirujuk ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Sp. PD), di Dokter Sp. PD, diminta Cek Darah Lengkap, Rapid Test. Dikonsultasikan 7 Juli 2012
- 7 Juli 2020, Dokter Sp. PD, Rapid Test NON REAKTIF, dirujuk ke Spesialis Paru (Sp.P)
- 8 Juli 2020, Dokter Sp. P, diminta swab test.
- 9 Juli 2020, swab test dan foto thorax.
- 11 Juli 2020, malam, hasil swab test keluar, POSITIF. Dan mulai isolasi dan perawatan di RSPG, Kamar 403A. Keluhan utama adalah demam, napas pendek, tidak sesak, tapi tidak dapat mengambil napas panjang. Gejala lainnya adalah hilangnya kemampuan mengecap rasa. Badan terasa lemah.
- 11 – 22 Juli 2020, perawatan, infus, bantuan oksigen, makanan bergizi, obat dan vitamin.
- Foto Thorax pada 12, 15, 18 dan 21 Juli 2020.
- Swab test pada 13, 17, dan 21 Juli 2020.
- 22 Juli malam, saya diizinkan pulang.
- 23 Juli pukul 08.50 saya meninggalkan rumah sakit.
Gejala dan Kondisi Kejiwaan
Saya mengalami panas tinggi, berulang-ulang setiap enam sampai delapan jam. Setiap delapan jam saya minum obat Paracetamol 500 mg. Meski saat itu rapid saya Non Reaktif, saya memiliki dugaan kuat ke arah Covid-19. Saya pun bertekad, jika sampai hari tertentu (seingat saya Kamis, 9 Juli) belum di swab, saya akan ke RS di Surabaya. Alhamdulillah tanggal 9 pagi di swab dan cukup di RSPG.
Sejak tanggal 1 Juli, sepulang dari UGD, saya sudah meminta istri saya menyiapkan satu kamar khusus di rumah untuk saya tempati. Saya sudah mengisolasi mandiri. Di kamar tanpa AC, kamar mandi di dalam, dan kamar relatif terpisah dari rumah utama.
Demam tinggi membuat badan tidak nyaman. Badan panas yang benar-benar di rasakan panas, bukan badan panas tapi tubuh menggigil kedinginan.
Pikiran kacau. Dipuncak panas dan gejala, di ingatan dan hati hanya ada “diriku, diriku”. Pikiran dan kejiwaan sedikit tergoncang. Ada ketakutan, bukan pada risiko terbesar orang hidup, yaitu mati. Tapi yang ada pada pikiran saya: apakah dosaku sudah diampuni oleh Allah? Apakah dosa menggunjing akan diampuni dan tidak akan membuat saya rugi, atau…..? Apakah nanti malaikat yang datang berwajah rupawan ataukah menyeramkan?
Saya panggil istri saya. Saya bilang “ambil pulpen dan kertas, tulis”. Dia saya minta menulis wasiat, meliputi seluruh kewajiban yang belum saya tunaikan, amanah yang saya pegang, termasuk folder di komputer kantor tempat saya menyimpan pencatatan – pencatatan terkait itu. Dia menulis sambil menangis. Mungkin hatinyi sudah tidak berbentuk.
Saya masih ingat ada persoalan yang masih mengganjal. Waktu itu tengah malam. Saya duga Istri saya sudah tidur, setelah seharian merawat saya dan anak-anak.
Semalaman saya tidak dapat tidur. Menjelang subuh saya telepon adik perempuan saya. Saya minta Dia ambil kertas dan pulpen. “Tulis!” saya bilang. Beberapa persoalan yang mungkin muncul, langkah yang saya harapkan seperti apa, kewajiban-kewajiban saya, termasuk terkait penghidupan istri dan anak-anak setelah saya. Saya minta dia menulis. Pecah juga tangisnyi.
Saya pikir wasiat ini penting. Istri dan keluarga saya tidak atau belum tentu tahu semua kewajiban, dan amanah yang saya pegang. Karena itu, jika kondisi kritis atau hendak safar/perjalanan jauh saya berwasiat. Kondisi saat itu begitu kritis, paling tidak itu yang saya rasakan. Dan saya ingat berwasiat adalah sunnah Rasulullah.
Salah satu kondisi psikologi yang muncul adalah merana hina. Kok bisa saya terkena infeksi virus SARS-CoV-2? Apakah tidak menerapkan protokol? Apakah saya seceroboh itu? Bagaimana nanti pandangan tetangga, kawan, kolega? Perasaan itu segera saya tepis. Karena saya pikir itu hanya akan menghancurkan semangat. Jika semangat hancur, daya tahan tubuh juga hancur, dan covid akan menghancurkan diri saya. Pesan ini berkali-kali disampaikan istri saya juga.
Setelah kondisi badan membaik, baru perasaan sedikit demi sedikit pulih. Anak-anak mulai hadir di hati dan pikiran. Semakin membaik lagi, kerinduan kepada keluarga mulai muncul. Semakin membaik, kebosanan di ruang isolasi mulai menghampiri. Keinginan untuk segera pulang semakin membuncah.
Saat kebosanan mulai melanda, saya membutuhkan dukungan dan sedikit hiburan. Keluarga, sahabat, kolega, dan bertelepon dengan orang lain bisa menjadi pelipur kebosanan. Kadang saya yang menelepon mereka. Panggilan video (video call) tepatnya, bahkan terkadang dalam grup. Hal itu membuat saya lebih baik.
Keberadaan bahan bacaan sangat penting bagi saya. Saya membawa dan membaca tiga buku berbeda. Sepuluh Genap karya saya sendiri, The Tipping Point karya Malcolm Gladwell, Matinya Seorang Penulis Besar oleh Mario Vargas Llosa. Tidak ada yang selesai saya baca. Kecuali buku saya sendiri, yang tentu telah berulang kali saya baca, saat menulis, menyunting, dan finalisasi. Tapi itu memberi penghiburan, paling tidak pengalih perhatian dari rasa bosan, suntuk, dan ketidak nyamanan perasaan.
Membaca, selain mengusir kebosanan, juga memberi nutrisi bagi pikiran. Itu perlu, untuk menumbuhkan optimisme. Paling tidak saya ada semangat optimisme yang muncul: “ayo berjuang, dengan izin Allah, saya masih perlu untuk berkarya lebih banyak, saya masih ingin menebar manfaat”. Kita membutuhkan semangat untuk berjuang melawan covid. Bisa bermacam-macam alasan untuk menyemangati diri agar berjuang, tidak menyerah, dan tidak berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Saya memastikan tidak kurang dari 20GB paket data saya. Saya tidak tahu di RS ada free wifi (bukan wife) atau tidak. Saya tidak bertanya. Dengan paket internet, saya bisa mengakses youtube, facebook, WA, IG, dan tentu saja saya bisa membagi artikel-artikel pendek yang saya tulis dari ruang isolasi. Tentu saya mulai menulis ketika kondisi sudah mulai membaik. Tanggal 18 Juli tulisan saya pertama (Judul: Pandangan 403), yang dilanjutkan pada hari-hari berikutnya dengan tulisan lain terkait covid yang saya alami. Eh, tanggal 12 saya menulis ternyata (Judul: Kesadaran), tapi lebih pada perenungan selama sakit. Dan tanggal 16 Juli saya menyunting dan mengunggah tulisan istri saya.
Perawatan
Bakda Magrib 11 Juli, saya diantar istri saya menuju Rumah Sakit, saya yang mengendarai kendaraan. Tak jauh dari rumah kami, berada dalam kompleks perumahan yang berjarak kurang dari satu KM. Begitu masuk pada 11 Juli malam, saya mendapat kamar yang telah dihuni anggota Tim Auditor Internal SMAP (Sistem Manajemen Anti Penyuapan) yang saya ketuai waktu itu. 403 itu nomor kamar kami. Sejak itu kami menjadi teman berbagi cerita dan berjuang bersama menuju kesembuhan, insya Allah.
Malam pertama, saya lupa dapat obat apa. Esok paginya saya dapat 5 jenis obat kalau tidak salah, dengan total tujuh keping (tablet atau kapsul). Ada vitamin, anti virus, dan lain-lain.
Tanggal 12 pagi atau siangnya, saya minta diinfus. Badan terasa lemas sekali. Hal lainnya, berdasarkan pemeriksaan kadar oksigen, saya butuh bantuan tambahan oksigen. Dengan minimal nilai kadar oksigen yaitu 95, saya berada dinilai 90. Maka saya diberi bantuan selang oksigen di hidung. Saat panggilan video dengan orang tua di Lampung, selang tidak saya pasang, agar tidak bertambah khawatir.
Hari-hari perawatan saya jalani. Mulai 11 Juli, atau efektif mulai 12 Juli hingga 22 Juli 2020. Perawatan mulai bangun tidur, hingga tidur lagi sesuai yang saya ingat meliputi:
- Pemeriksaan tekanan darah jam 5 pagi, tekanan darah, suhu, dan kadar oksigen.
- Sarapan dan obat pagi.
- Pengambilan sampel darah, seingat saya 2 hari sekali dan jika diperlukan.
- Foto Thorax 3 hari sekali.
- Pengambilan sampel mukus untuk swab 4 hari sekali.
- Makan siang dan obat.
- Suntikan vitamin atau obat via infus jika diperlukan.
- Cek tekanan darah, seperti pada pagi hari.
- Makan malam dan obat.
- Cek tekanan darah seperti pagi dan siang hari.
- Di sela-sela itu ada kunjungan dokter jaga, atau dokter penanggung jawab pasien/ DPJP (Sp. P)
Dukungan Perusahaan, Keluarga, Sahabat, Kolega, Tetangga, dan Ustaz
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang menganugerahi kami keluarga, tempat bekerja, tetangga, sahabat, kolega, teman grup WA, dan ustaz yang perhatian dan mendukung kepada kami. Dan saya pikir dukungan seperti ini yang dibutuhkan pasien covid dan keluarganya.
Ketika saya positif covid dan isolasi di rumah sakit, otomatis keluarga dan yang tinggal serumah dengan saya wajib isolasi mandiri di rumah. Alhamdulillah, hasil swab istri saya Negatif, rapid test anak-anak dan pengasuh anak-anak kami Non Reaktif. Segala puji hanya untuk Allah atas penjagaan terbaik-Nya.
Tiga kali sehari Departemen Pelayanan Umum dari perusahaan mengirim katering sejumlah empat porsi ke rumah. Untuk anak-anak, istri, pengasuh. Bantuan perawatan kesehatan dan uji atau test kesehatan juga diberikan. Walhamdulillah. Semoga Allah menjaga perusahaan kami.
Perhatian dari keluarga (Bapak, Mamak, Adik-Adik, Mas dan Mbak, Paman dan Bibi) juga besar. Video call beberapa kali sehari, menjadi penghibur di kala isolasi. Insya Allah doa dari mereka senantiasa mengalir. Tawaran dana jika membutuhkan pun mereka berikan. “insya Allah masih ada” jawab saya atas tawaran mereka.
Kiriman makanan, bahan makanan, buah, kudapan, probiotik, vitamin, hand sanitizer, masker, desinfektan, dan lainnya, deras mengalir dari tetangga, sahabat dan kolega. Bantuan pengiriman barang, bahkan membelikan kebutuhan saya ketika di rumah sakit pun dilakukan oleh sahabat kami. Pintu pagar depan dan samping rumah menjadi saksi bisu paket cinta mereka. “Mbak, cek pagar ya” begitulah cara mereka menggantungkan paket cintanya. MasyaAllah. Hanya Allah sebaik – baik pemberi balasan kebaikan.
Perhatian, dukungan dan doa dari kolega dan Ustaz juga mengalir. Menanyakan kondisi terkini, melalui WA, beberapa melakukan panggilan video untuk mengobrol, menyemangati, dan mengurangi kebosanan. Beberapa kali saya menelepon mereka. Bahkan sahabat dan kolega sesama Coviders (coviders = nama keren yang kami sematkan untuk sesama penyitas Covid-19) saling menguatkan, saling menyemangati. Sisa grup WA coviders saja yang belum dibuat.
Jazakumullahu kahairan katsiran, terima kasih kepada keluarga, PT Petrokimia Gresik, sahabat, kolega, tentangga, Ustaz, dan tenaga kesehatan RSPG yang telah mendukung kami. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan kebaikan yang berlipat.
Kepulangan
Setelah dirawat 11 hari (efektif 12 s.d. 22 Juli 2020), saya diperkenankan pulang. Informasi diberikan 22 Juli malam, pukul 21.05 WIB. Terlalu larut jika saya pulang malam itu juga. Ruang isolasi di rumah belum disiapkan lebih lanjut. Saya minta izin pulang tanggal 23 Juli sekitar pukul 09.00.
Pagi 23 Juli saya masih mendapatkan sarapan dan vitamin, Alhamdulillah. Saya dibantu perawat membawa turun barang-barang. Saya meninggalkan RSPG sekitar pukul 08.50.
Saya kutipkan bagian utama surat keterangan kepulangan saya:
“(Tn. Wiyanto, SE) telah menjalani isolasi di RS Petrokimia Gresik, secara klinis dan radiologis dinyatakan sembuh dan dapat bekerja dan beraktivitas kembali dengan tetap wajib menjalankan protokol kesehatan per tanggal 30 Juli 2020”. Terkait kepulangan ini saya telah menulis artikel dengan judul: “Syukur Kembali Pulang”.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
‘[Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush shalihat]’, Segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Saya pulang dengan bobot tubuh 76,6 kg. Sebelum sakit, bobot saya 82-83 kg. Saya bertekad, untuk bobot tubuh tidak kembali ke kepala 8. Saya berselancar mencari olah raga yang tepat untuk menurunkan berat badan. Semoga bisa istikamah, sehingga berat badan bisa paling tidak di angka 70 kg, sebagaimana nasihat dokter dua tahun lalu.
Isolasi Mandiri
Dari surat keterangan tertanggal 23 Juli 2020, tersirat bahwa saya harus melakukan isolasi mandiri selama tujuh hari. Yakni mulai 23 sampai 29 Juli. Sebelum tanggal 30-nya saya dapat kembali bekerja dan beraktivitas kembali. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), di bagian pemulangan pasien halaman 105.
Di rumah, saya sudah disediakan kamar. Kamar yang telah saya gunakan untuk isolasi sebelum saya dirawat di RSPG. Kamar itu telah dibersihkan ulang, dirapikan, dan didisinfektan. Tanpa AC, dengan tambahan kipas angin kecil. Cukup nyaman, tentu karena kondisi tubuh telah jauh lebih baik.
Kamar isolasi saya buat senyaman mungkin. Kasur, meja kecil, meja & kursi, komputer jinjing (laptop), sound system, aroma diffuser (aroma terapi), dan buku-buku.
Isolasi mandiri di rumah tentu ada tantangan. Anak-anak ingin ikut dan ingin masuk kamar. Penjelasan dan pengertian telah diberikan.
Isolasi di rumah bagi saya, tidak berarti tidak keluar rumah atau kamar, saya melakukan beberapa kegiatan di antaranya, bercocok tanam. Saat ini sedang menunggu kecambah dari kangkung dan bayam merah yang saya tanam di halaman rumah. Semoga bisa sampai panen.
Selain itu, saya membersihkan sekeliling rumah. Sebagian sudah berhasil dibersihkan. Saya juga berjemur dan berolah raga ringan. Matras Yoga yang saya beli beberapa bulan lalu saya keluarkan. Untuk berolah raga ringan, agar sehat dan berat badan tidak naik dan semoga bisa turun ke angka yang ideal. Bismillah.
Saya berkeringat dengan mencuci mobil, mulai memvacum, mencuci, dan mendisinfektan kabin mobil. Saya juga memperbaiki beberapa bagian rumah yang tidak tepat. Kunci pintu kamar yang rusak karena sering dibanting anak, kunci pintu yang menjadi tidak pas karena kayunya memuai. Kegiatan isolasi yang bermanfaat, selain tentunya membaca dan menulis artikel.
Perubahan Kecil
Sebagai tindak lanjut protokol kesehatan dan karena telah mengetahui bahwa kena covid tidak enak, saya memesan secara daring: dua set hand sanitizer beserta tatakan (bracket) dinding dan satu set handsanitizer beserta tatakan (bracket) ranjang. Dua isinya saya ganti dengan sabun. Satu untuk di kran samping, satu di kran depan, dan satu hand sanitizer di sebelah pintu kamar isolasi saya. Semoga usaha ini bisa membuat kami lebih sehat dan terhindar dari covid.
Garda terdepan menghadapi Covid-19 adalah diri kita sendiri, dengan menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, serta melakukan protokol kesehatan dengan disiplin dan tertib. Hal ini akan membantu pencegahan, dan mengurangi laju penyebaran Covid-19, bi idznillah.
Jika qadarullah kena covid, jangan panik. “Isolasi” sering kami (coviders) istilahkan dengan “umrah lokal,” karena lamanya mirip dengan paket umrah. Atau anggap rekreasi, tidur hotel dengan pemantauan kesehatan setiap waktu. Tetap optimis, dan jangan lelah berharap kesembuhan dari Allah.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesehatan, perlindungan, dan penjagaan dari penyakit Covid-19 ini dan penyakit lain yang mengerikan.
Salam sehat dan bugar.
(Wiyanto Sudarsono; Editor: Dian Lusiyanti)
Alhamdulillah…
Ust. Wiyanto sdh sehat kembali. Allahu Akbar.
Tulisan yang bagus mamgaat. runtut plus enak dibaca .
Ijin aaya shrarekan ke WAG lain ya..
Alhamdulillah. Silakan Pak Jauhar, semoga dapat bermanfaat untuk lebih banyak orang.
Assalamualaikum wrwb,
Alhamdulillah syech….Allah ta’alla pulihkan kesehatan antum.
Haru baca tulisannya dan kagum atas semangatnya.
Tak terasa sdh beberapa waktu kita tidak sholat jama’ah bersama di Mushola lt.7 , baca taklim Riyadus Shalihin dan canda2 bersama.
Semoga Allah swt melindungi antum dan kawan2 semua beserta keluarganya.
Wasalamualaikum wrwb.
Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh. MasyaAllah, terima kasih. Semoga bermanfaat. Aamiin. Semoga Allah menjaga kita dengan sebaik baik penjagaan.
Alhamdulillah pak Wiyanto Sudarsono sudah sehat dan ada semangat untuk normal kembali. Terimakasih pengalaman yang sudah bapak tulis sangat inspiratf sekali dan bisa dipakai untuk pemberi semangat bagi yang sedang sakit karena covid.
Mudah2an bapak dan keluarga tetap semangat percaya bahwa ini semua karena Allah SWT.
Kita tidak bisa menyalahkan siapa2 apapun yang terjadi bukan karena siapa2 tapi Allah SWT yang telah menggerakan.
Salam untuk semuanya.
Alhamdulillah. Silakan dibagikan Pak. Semoga memberi manfaat lebih luas. Semoga Allah menjaga kita.
Alhamdulillah wa syukrulillah, mas Wiyanto telah pulih dan dapat beraktifitas normal kembali. Terima kasih mas atas sharing pengalamannya yang sangat berharga dan akan menjadi inspirasi banyak orang utk tetap berjuang dan optimis melawan virus Covid 19. Semoga kita semua selalu dlm perlindungan Allah SWT…aamiin YRA
Alhamdulillah, semoga bermanfaat, silakan di bagikan kenyang lain. Aamiin
Alkhad sekarang sudh diberi kesembuhan sama Alloh
Memang betul semua Qodar Alloh manusia hanya bisa berdoa dan berusaha dab Alloh yang akan memberikan hasil akhirnya
Sebagai bentuk usaha kita dengan mengikuti anjuran pemerintah yaitu melaksnakan porotokol kesehatan
Terimakasih mas Wiyanyo tulisannya semoga pengalaman mas Wiyanto menjadi ibafah dan pelajaran kita semua
Alhamdulillah, aamiin. Pak Kris jaga kesehatan dan kondisi tubuh. Semoga Allah menjaga kita dengan sebaik baik penjagaan.
Assalamualaykum Wr Wb,
Syukur alhamdulillah mas wiyanto sudah sehat dan kembali berkumpul dng keluarga, semoga kita semua selalu dapat lindungan dari Allah SWT…..salam untuk keluarga…
Aamiin Rabbal ‘Alamiin. Semoga Pak Pak budi juga juga diberkahi Allah dengan sehat dan bahagia.
Inspiratif pak,tks sharing knowledge nya
Sama-sama dengan senang hati Pak Djat.
Syukur alhamdulillah Mas Wiyanto sudah sembuh, sehat, dan pulih kembali.
Pengalaman yg ditulis Mas Wiyanto yg disajikan dgn sangat bagus ini akan sangat bermanfaat untuk banyak orang.
Terimakasih Mas Wi saya dikirimi buku sepuluh genap. Semoga Allah membalas dengan pahala yg berlipat, kita semua selalu dikaruniai kesehatan, dijauhkan dari segala penyakit dan marabahaya.
Aamiin.
Alhamdulillah jika dapat bermanfaat untuk banyak seorang, semoga menjadi jariah.
Sama sama dengan senang hati Pak. Aamiin…
Syukur Alhamdulillah, sudah ngantor lagi ya mas Wi, sudah pulih, sehat, bregas, waras…Alhamdulillah…
tulisannya bagus banget mas ijin share ya mas Wi…🙏🙏👍🏻👍🏻🥰🥰
Alhamdulillah. Sudah Ngantor. InsyaAllah. Silakan di-share. semoga lebih banyak yang dapat mengambil manfaat.