Setiap ujian yang istimewa akan memunculkan orang, komunitas, ataupun karakter pribadi yang istimewa pula. Sering dijadikan analogi adalah pedang atau pisau, atau perkakas serupa.
Pisau dan pedang terbaik tentu adalah baja damaskus. Untuk memperoleh kekuatan, keelastisitasan, dan ketajaman istimewa, maka baja damaskus harus dipanaskan, ditempa, dilipat, dipanaskan, ditempa, dilipat lagi, berulang hingga baja memiliki 480 lapisan. Sungguh berat ujian bagi baja itu. Namun hasilnya, pedang atau pisau yang tajam, kuat, lentur, dan memiliki pamor yang indah. Soal ketajaman, pedang atau pisau ini bisa membelah (memanjang, bukan memotong) sehelai rambut menjadi dua.
Itu ilustrasi dan analogi bahwa ujian berat atau memunculkan karakter hebat.
Ujian Covid-19
Selama diisolasi (karena terinfeksi virus Covid-19) di RSPG berapa waktu lalu, tentu saya tidak boleh dijenguk oleh keluarga, apalagi ditemani. Biasanya kalau sakit, ada keluarga yang menemani di ruang perawatan.
Meski tidak dijenguk, tetapi masih boleh terima kiriman. Barang kebutuhan, makanan, minuman, masih boleh dikirimkan dari luar rumah sakit.
Pengirimannya via kurir, selain terkadang ada sahabat yang mengantar. Masuk untuk mengantar barang juga begitu dibatasi. Masuk lift khusus pengunjung (dulunya), lift non pasien. Begitu sampai lantai yang dituju (misal lantai 4 untuk kirim ke saya), pintu lift terbuka dan sudah langsung ada semacam loket/counter penerimaan barang. Tertutup. Orang tidak bisa melintas. Barang cukup diletakkan di meja yang disediakan. Nanti akan ada perawat ber-APD lengkap yang akan mengambil dan menyampaikannya ke pasien yang dituju.
Kali ini saya berterima kasih sepenuhnya kepada teman hidup saya, istri saya. Yang begitu bersemangat, telaten, dalam mengusahakan keperluan saya di RS. Disiapkan dari rumah. Karena dia juga harus isolasi mandiri di rumah. Karena saya positif Covid-19. Sehingga seisi rumah harus karantina atau isolasi mandiri, di rumah. Berbagai kebutuhan dan prasarana selama isolasi di RS, disiapkan dan tentunya dikirimkan.
Paling senang karena selalu ada Pesan cinta di setiap kiriman. Membuat bergelora hati ini, terutama saat menjelang kepulangan.
Selama saya diisolasi di kamar 403 RSPG pun, kami (saya dan istri) berbincang lebih sering, via panggilan video. Mungkin frekuensi dan intensitas obrolan kami lebih besar dibanding sebelum dirawat. Biasanya obrolan selesai karena anak-anak sudah mulai ribut. Mungkin sebelum dirawat, beralasan kesibukan, beneran sibuk atau sok sibuk, sehingga jarang ngobrol lama.
Saat saya sudah diperkenankan pulang, dan isolasi di rumah, Sang Istri sering menemani saya. Dia duduk di pintu masuk kamar isolasi mandiri, pakai masker, dan saya di dalam kamar. Ngobrol lama. Ditemani berbagai masakan, dan kudapan istimewa darinyi.
Ujian Covid-19 ini telah menempamu wahai istriku, sehingga terlihat pamor indah, kuat, dan istimewa darimu. You Are The Bestest.
Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan yang banyak. Terima kasihku padamu begitu besar. Kata-kata di artikel ini tidak cukup menggambarkan rasa syukurku kepada Allah atas dirimu. Barakallahu fiik.
(Wiyanto Sudarsono)