Posted on Leave a comment

Jangan Takut Bahagia

Seri Pamungkas, Layanan

Saya ingin menutup bagian ini dengan artikel pendek dari buku yang sedang saya baca belakangan ini. Sebuah hal yang patut kita renungkan. Dan ini sangat berkaitan dengan kita yang bekerja di dunia penjualan dan layanan.

Ternyata kita sering lupa untuk bahagia, dalam waktu terpanjang dalam hari-hari kita: jam kerja.Padahal, kita tidak bisa melayani dengan baik, jika kita tidak bahagia. Seolah kita tidak bahagia dengan pekerjaan kita.

Kita tidak rela jika diri kita bersemangat tinggi, ceria, menginspirasi, dan tetap santai. Bangun pagi siap bekerja dengan senyuman merekah. Dengan kata lain: BAHAGIA, terutama ketika sedang bekerja.

Seolah kita takut jika terkesan bahagia dihadapan orang lain. Seolah bahagia itu tercela. Seolah bahagia itu dosa. Seolah bahagia dalam bekerja itu salah. Atau ada pandangan bahwa: “orang yang bekerja dengan senang,  bahagia, santai, pasti bukan pekerja keras”. Apakah orang yang bahagia berarti kurang motivasi? Apakah orang yang kelihatan bahagia tidak sanggup bertahan di dunia yang serba kompetitif?

Orang yang bahagia dalam bekerja,  adalah orang yang mencintai pekerjaannya. Mustahil bahagia tanpa cinta. Bahagia dalam bekerja, artinya bekerja dengan cinta sebagai motivasi puncak.

Sebaliknya, orang yang tidak berbahagia dalam bekerja akan terhambat oleh ketidakbahagiaan atau stresnya sendiri. Menjadi tidak kreatif, murung, misuh (mengumpat) meski dalam hati, menjadi robot dan akhirnya: kartu mati.

Saya juga meyakini bahwa tidak ada yang keliru jika kita bahagia, ramah, sabar, tenang, santai dan pemaaf dalam bekerja. Saya sedang dan terus belajar untuk itu. Dengan harapan akan mendapat kebaikan yang besar, secara pribadi (ketenangan) maupun secara profesional (memberikan layanan lebih baik).

Dengan berbahagia, kita juga berharap dapat menjadi orang yang menginspirasi orang lain, kreatif, dan lebih bergairah untuk berkontribusi. Kemudian lebih tangguh menghadapi tantangan, dan pulih dengan cepat. Bahkan di “war zone” sekalipun.

Jangan takut bahagia. Jangan takut bahagia dengan pekerjaan kita. Jika tidak bahagia, toh kita jalani juga. Lebih baik menjalani dengan bahagia bukan?!

(WS)
Bacaan: Jangan Membuat Masalah Kecil di Tempat Kerja Jadi Masalah Besar. Richard Carlson, Phd. GPU: 2022.

Posted on Leave a comment

Bijaksana dengan SOP

Seri-19, Layanan

Sistem kerja yang baik akan membekali pekerjaannya dengan SOP (Standard Operating Procedure – Prosedur Operasi Standar atau Tata Cara Kerja Baku). Kita patut mempertanyakan sistem kerja organisasi, jika tidak memiliki SOP yang jelas dalam suatu pekerjaan.

Dalam kaitannya dengan sistem pemberian layanan, SOP berfungsi sebagai pedoman pelayanan. Seluruh staf dilatih untuk mengikuti keseluruhan tahapan dalam prosedur. Bilang terlupa, bingung, masih baru, maka lihatlah prosedur.

SOP juga digunakan untuk menilai kinerja. Jangan sampai layanan di bawah standar. Pelayanan di atas standar tentu menjadi harapan. Namun, SOP juga tidak jarang menjadi penjara. Yang hanya karena ingin memenuhinya, kita tidak dapat -atau takut- melakukan langkah-langkah lain yang mungkin diperlukan.

Bijaksana terhadap SOP

Mohon maaf Kak, kami hanya mengikuti prosedur“. “Maaf Pak, SOP kami tidak memperbolehkan begitu“. Mungkin kita pernah mendapat jawaban semacam itu. Ketika kita mengharapkan ada kebijaksanaan dari petugas yang melayani kita. Bukan kebijaksanaan yang didapat, namun kekakuan dengan tameng SOP.

Parahnya lagi, tidak jarang SOP menjadi biang perseteruan antar unit. Satunya bwviti kaku dengan SOP tanpa pandang detail permasalahan. Satunya dinilai tidak paham SOP. Bahkan, tidak jarang SOP jadi sumber ketakutan untuk bertindak dan berinovasi dalam layanan. Korbannya adalah pelanggan: internal maupun eksternal.

Kebijaksanaan dalam layanan merupakan pengambilan keputusan ketika diharapkan pada situasi dan kondisi tertentu. Umumnya tidak normal. Biasanya belum ada pakem/paduan yang jelas untuk penanganannya.

Pernah suatu ketika, perusahaan melakukan perubahan di sistem utama /ERP (Enterprise Resourse Planning). Perubahan ini mengubah sistem layanan pengambilan barang. SOP yang berlaku dan diketahuai pelanggan masih SOP lama.

Pelanggan/Distributor hendak melakukan pengambilan barang, format dokumen yang digunakan tidak sesuai. Truk tidak bisa masuk. Tidak bisa ambil barang, normalnya harus pulang.

Mendengar itu, saya langsung berkoordinasi dengan penanggung jawab pintu masuk, jembatan timbang, dan pihak distribusi. Saya tanyakan apa yang dibutuhkan agar truk dapat dilayani, selain kembali. Bersyujurnya, tim layanan distribusi punya kebijaksanaan. Harus ada pengantar dari unit penjualan. Saat itu, saya langsung buatan surat, menjelaskan dan meminta persetujuan ke atasan dan menyampaikan surat pengantar. Truk dapat dilayani.

Itu adalah kebijaksanaan. Bayangkan, betapa akan mengecewakannya jika truk harus pulang. Berapa biaya yang harus dikeluarkan pelanggan.

Tentu kebijaksanaan ada batasnya. Ada ketentuan yang tidak boleh dilanggar, terutama terkait keamanan atau regulasi Pemerintah. Jika ragu atau sulit mengambil keputusan, segera konsultasikan kepada pimpinan. Kita sebaiknya mulai mengamati, mana yang bisa kita ambil tindakan langsung, mana hang perlu arahan.

Dalam memberikan layanan, saya sepakat dengan opini: “lebih baik berani mengambil inisiatif dalam melayani pelanggan, meski terkadang salah. Dari pada takut salah, sehingga menghindar dan tidak peduli keadaan pelanggan.”. Jika belum ada aturan yang jelas, maka ini saat kita membuat aturan sesuai kondisi yang kita hadapi.

(WS)
Bacaan:
Grow Your Sales WOW Your Service!. Hermawan Kartajaya, Edwin Hardi. GPU. 2016.

Posted on Leave a comment

Komunikasi Konflik

Seri-18, Layanan

Gambar oleh SevenStorm JUHASZIMRUS (pexels.com)

Konflik adalah hal yang mungkin saja terjadi. Bahkan tidak bisa dihindari, seberapa keras kita telah berusaha. Besar atau kecil, sengaja atau tidak, konflik dapat terjadi. Dengan atasan, dengan tim, dengan rekan, bahkan dengan pelanggan. Karena hampir pasti terjadi, kita harus dapat menghadapi.

Konflik itu sendiri, bukan masalah sebenarnya. Cara konflik itu ditangani, itu yang meski dipikirkan secara hati-hati. Penyelesaian konflik dapat menjadi penyatu. Penanganan yang tidak tepat dapat membuat semakin jauh.

Ketrampilan komunikasi yang tidak baik, dapat memperparah konflik, bahkan biasanya itu yang memicu konflik. Sebaliknya, komunikasi yang baik dalam berkonflik akan menjadi lem perekat hubungan.

Komunikasi yang dimaksud disini tidak semata-mata apa yang diucapkan (voice, suara, intonasi dll). Namun juga meliputi bahasa tubuh (malah ini yang terbesar) dan verbal (termasuk pilihan kata).

Ketiga aspek komunikasi di atas, tetap dalam sebuah kotak yang saya sebut: niat, kemauan untuk berkomunikasi. Dalam hal penanganan konflik, ada kemauan untuk mengomunikasikan dan niatan untuk menyelesaikan, minimal membuat kondisi lebih baik.

Belum lama ini saya dan tim mendapatkan hal menarik. Perubahan di salah satu tim penjualan kami, memicu konflik dan ketidaknyamanan.

Kami memperhatikan, komunikasi tidak berjalan baik. Bertemu saja jarang, bagaimana mau berkomunikasi dengan nyaman. Bertemu yang saya maksud adalah Bertemu fisik maupun online dalam zoom ataupun aplikasi lainnya.

Bahkan, saya mendapati soal diskusi pekerjaan, delegasi yang sifatnya formal, tidak berjalan mulus. Lebih lagi komunikasi informal.

Kami menilai, komunikasi yang tidak berjalan baik akan menimbulkan prasangka. Ketika berprasangka akan menimbulkan perasaan dan dugaan yNg berkecamuk hingga menimbulkan ketidaknyamanan. Itu berbahaya.

Kami menyarankan untuk membuka komunikasi. Menunjukkan niat memperbaiki. Harus mau membuka diri. Itu kami sarankan dengan pihak yang berdiskusi dengan kami.

(WS)

Posted on Leave a comment

Sehat Pikiran

Seri-17, Layanan

Para penjual -sebagaimana manusia seharusnya- harus tumbuh. Menjadi lebih baik. Lebih positif. Lebih dewasa. Karena itu, selain nutrisi untuk badan, kita membutuhkan nutrisi untuk pikiran: pengetahuan.

Nutrisi yang paling murah adalah bahan bacaan. Silakan membaca apapun dengan media yang tersedia. Membaca dengan tujuan tertentu. Yakni pengembangan diri, pengetahuan, pemahaman, dan  Ketrampilan.

Hati-hati dengan membaca yang mengaburkan tujuan perkembangan. Ini peringatan bagi saya juga. Membaca gosip di media masa, atau media sosial, atau membaca pesan yang tak berkaitan dengan kerjaan atau tujuan di aplikasi pesan singkat terlalu lama.

Membaca adalah belajar yang sangat aktif. Selain mata, pikiran harus senantiasa terjaga. Sedikit berbeda dalam usaha dengan sumber lainnya: audio atau video.

Belajar lewat pelatihan memang cepat dan masih diperlukan. Namun, pelatihan sangat terbatas dalam jangkauan. Terlebih mengingat sumber daya yang diperlukan: waktu, tenaga, dana.

Membaca lebih utama karena lebih murah, lebih fleksibel tanpa batas waktu. Kemauan adalah kunci utama untuk belajar dari membaca.

Variasi bacaan juga diperlukan. Terutama terkait pengambangan diri dan pemahaman. Ini akan membuat kita menjadi bijak dan berpikiran positif. Untuk ketrampilan, saya lebih senang memilih satu sumber terpercaya, untuk tiap ketrampilan yang ada.

Saya memiliki beberapa rekomendasi buku pengembangan diri dan beberapa ketrampilan penjualan. Baik yang sudah maupun yang sedang saya baca, saya dapat sebutkan beberapa di antaranya:

1. Buku mendengarkan yang menjadi inspirasi dari Side A (serial sebelumnya) buku ini.
2. Buku”Jangan Membuat Masalah Kecil Menjadi Masalah Besar” karya Richard Carlson, termasuk serialnya “ditempat kerja”, “dalam hubungan cinta”, “dalam mengasuh anak”.
4. Buku buku ketrampilan penjualan dari Makplus (Hermawan Kartajaya, dkk) sangat saya rekomendasikan. Misal, Grow Your Sales, WOW Your Service.
5. Buku karya Malcom Gladwel menjadi buku favorit saya.
6. How to ready A book, buku ketrampilan membaca yang menarik.

Bacalah. Menjadi kata perintah yang sakral, Juga menjadi perintah istimewa di dalam Alquran. Membaca memiliki posisi istimewa. Karena itu, mari kita bertumbuh dan positif dengan membaca.

(WS)

Posted on Leave a comment

Sehat dan Bugar

Seri-16, Layanan

Ilustrasi Pemantauan Kesehatan

Bapak saya seorang yang visioner. Dengan profesinya sebagai seorang Sopir dan sekaligus menjalankan bisnis keluarga, mungkin membuatnya berpandangan jauh ke depan.

Nasihat yang sering diulang-ulangnya -saat kami dulu masih sekolah- adalah soal kesehatan. “Tidak peduli setinggi apapun pendidikanmu, sepandai apapun dirimu, jika kesehatanmu rusak, semua itu percuma”. Perkataannya serius, ketika menasihati kami perihal kesehatan.

Saat ini, nasihat itu masih sesekali kami dengar. Dengan intonasi yang lebih lembut. Mungkin, karena kami sudah dewasa. Terutama saat dilihatnya kami -anak atau cucunya- ada yang melakukan diet terlalu ekstrem. Atau terlalu gemuk. Atau ada kejadian luar biasa terjadi terkait kesehatan dilingkungan kami.

Tidak ada kata terlambat memperbaiki kondisi kesehatan. Atau sekaligus meningkatkan kebugaran badan.

Untuk memberikan layanan yang prima kepada pelanggan, tentu kita harus memberikan layanan terbaik untuk diri kita sendiri. Kesehatan dan kebugaran harus kita jaga. Badan ini karunia Tuhan, yang harus kita pertahankan kondisinya.

Kita seringkali mengeluhkan tak punya waktu berolah raga. Padahal, menscroll smartphone berjam-jam kita meluangkannya. Saat ini saya berani berkata demikian. Sudah lebih 18 bulan saya konsisten jalan kaki minimal 2,5 KM setiap hari. Dengan frekuensi rata-rata tidak kurang dari 20 kali setiap bulan.

Bolehlah kita sedikit hitung-hitungan matematis. Soal waktu. Total waktu berolah raga yang kita lakukan, bisa jadi lebih sedikit dibandingkan waktu yang tidak optimal, jika sakit karena kesehatan dan kebugaran kita menurun. Misal kita menginap di rumah sakit 3 hari. Setara 72 jam kita tidak dapat berbuat apa-apa. Itu sama dengan 148 hari kita berolah raga setengah jam setiap hari.

Saat ini, Alhamdulillah, menurut dokter Gizi, tubuh saya sudah masuk katagori sehat. Kalau sekadar sehat. Meski masih di atas normal di level bawah. Sedikit lagi normal. Saya masih terus berjuang menurut ideal.

Tentu perubahan kebiasaan membutuhkan daya dan usaha lebih. Butuh motif. Carilah motif itu. Paling tidak, motif terendah yang bisa diungkapkan adalah: untuk mencapai target-target dan cita-cita kita harus sehat.

Bahkan kadang perlu paksaan. Bersyukurlah jika perusahaan Anda memiliki program peningkatan kesehatan pegawainya.

Sebagian orang berpendapat butuh 21 hari atau kali untuk dapat konsisten -membiasakan diri-. Butuh 10.000 jam untuk menjadi ahli. Itulah mengapa.ada iklan tantangan 21 hari untuk menjaga kebersihan gigi.

Kesehatan dan Kebugaran penting. Batuk, pilek, meriang akan sangat mengganggu. Kita jadi tidak produktif. Kita bisa melayani lebih baik, lebih banyak pelanggan, jika kita menjaga kesehatan dan kebugaran kita dengan baik.

Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan usia dan kesehatan untuk kita semua.

(WS)