Posted on 1 Comment

Siap Ditunda?

Seri ke-13, Sebuah Mini Seri Pupuk Bersubsidi

Oleh: Wiyanto Sudarsono

(Freepik)

‘Wajib kartu tani buat tebus pupuk bakal diundur tahun depan’, demikian tajuk salah satu berita di detik.com.

“Masalah kewajiban ini, kita tinggal lakukan relaksasi karena ini juga permintaan dari KPK. Saya akan melakukan tahapan supaya kalau bisa tahun depan realisasinya,” Demikian, pernyataan Pak Menteri SYL. Pernyataan di berikan selepas Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI.

Dengan penundaan implementasi kartu tani ini, semua pihak dapat lebih bersiap. Seperti, peningkatan akurasi data petani (yang sudah 94%), peningkatan jumlah petani penerima kartu, mekanisme penyaluran, pembentukan tim layanan kartu tani di berbagai pihak..

Penundaan paling tidak 4 bulan ini, harus digunakan sebaiknya untuk persiapan. Sehingga semakin siap seluruh pihak untuk implementasi.

Surat-Surat

Sebelumnya muncul surat dari KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) tentang Penagihan Penebusan Pupuk Bersubsidi Menggunakan Dashboard Bank Tahun Anggaran 2020. (baca: Kartu Pengejut). Surat tertanggal 19 Agustus 2020.

Sebagai tindak lanjut keputusan KPA, Pelaksanaan Subsidi yakni PIHC, mengeluarkan surat. Surat tertanggal 28 Agustus 2020, ditujukan kepada Direktur Utama (semuanya baru) produsen pupuk.

Isinya empat poin:
1. Seluruh pengecer Wajib KPL di seluruh wilayah implementasi kartu tani. Serta Wajib KPL untuk seluruh Indonesia pada akhir September 2020.
2. Wajib dipastikan penyaluran hanya menggunakan kartu tani di wilayah yang ditetapkan KPA.
3. Produsen agar aktif dalam sosialisasi, edukasi dan Menjelaskan kepada distributor dan pengecer apabila terdapat permasalahan agar dapat berkoordinasi dengan stakeholder terkait (Dinas Pertanian maupun Bank penanggung jawab kartu tani di wilayah tersebut)
4. Tetap memperhatikan dan melaksanakan ketentuan serta peraturan yang berlaku.

Upaya Dukungan

Saat saya membagikan seri-12 (baca: Takut Kartu), 27 Agustus lalu, sahabat saya di salah satu bagian Perencanaan dan Pengendalian Usaha, bertanya:

Langkah proaktif suportif apa yang bisa dilakukan PI group saat ini?”.

Sosialisasi dan Edukasi, segera samakan kios untuk Anper. Membentuk Kartu Tani Care,dll“. Jawab saya via aplikasi WA.

Permasalahannya, sumbangsih PI group apa yang bisa win-win solution ke semua pihak?” kejarnya lagi.

Agak grogi saya dibuatnya. Alhamdulillah bertanya lewat WA. Kalau langsung bisa pucat saya.

Selain yang sudah kusebutkan, ada satu hal di Kartu Tani yang hanya PI Grup yang bisa: me-link-kan stok dengan data kartu tani. Sistem di PI seharusnya yang bisa adalah SIAGA. Tapi saat ini itu yang belum“. Jawab saya agak lega. Infonya rumah atau slot di SIAGA sudah disiapkan.

Sebenarnya win win di capai jika penyaluran tepat sasaran, valid, semua pihak aman secara audit“. lanjut saya.

Perlu diketahui, Bank melalui investasi kartu, EDC, dan sistem tentu berharap dapat sesuatu dari situ. Paling tidak nasabah, putaran uang.

PIHC tentu berharap dengan sistem itu, penyaluran tepat sasaran, tidak ada keluhan kelangkaan, penagihan lebih mudah dan cepat. Dengan itu, PIHC dapat berharap menjadi satu-satunya Mitra atau pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi.

Kementan, sebagai Pemerintah tentu berharap ketepatan sasaran kebijakan, kemudahan pengawasan, dan keamanan dalam proses audit.

Dengan surat di atas, meski diksinya bukan “Proaktif dan Supporrif”, saya pikir kata “aktif” untuk sosialisasiĀ  dan edukasi, dapat menjadikan implementasi lebih baik.

Saya tetap menganjurkan untuk dibentuk semacam tim ad hocĀ  (dengan tujuan khusus) kartu tani di PIHC dan produsen pupuk bersubsidi. Jadi tidak melepas Distributor dan pengecer langsung ke Dinas dan Bank, minimal produsen mengetahui dan dapat melakukan langkah koordinasi dan komunikasi. Jangan sampai timbul pandangan seolah pelaksana subsidi tidak mau tahu.

Pupuk bersubsidi adalah soal kepercayaan.

(Wiyanto Sudarsono)

Attribution: Hand photo created by freepik – www.freepik.com

Posted on Leave a comment

Risiko: Angka vs Jiwa

Oleh: Wiyanto Sudarsono

(freepik)

Sahabat saya kembali ada yang positif. Covid-19. Padahal ia betul-betul hanya karyawan RK. Rumah kantor-rumah kantor, tidak kemana-mana.

Selainnya, ada dua orang lagi yang positif di tempat kerjanya. Berarti patut diduga sumbernya ada di tempat kerja.

Ia menyatakan bahwa sempat muncul gejala dan dites rapid dua kali, nonreaktif. Sama seperti saya awal Juli lalu.

Ia sempat mengajukan swab test, tapi ditolak. Kemudian ia mengajukan lewat pimpinan tempatnya bekerja. Berhasil, positif, dan isolasi.

Berharap

Ia dan dua orang lainnya tadi, semua hasil rapid test-nya nonreaktif. Kami menduga, sebenarnya masih banyak yang terinfeksi. Tapi fisiknya kuat-kuat. Ada yang pelari, pendaki gunung, apalagi sekarang, banyak yang dadakan menjadi pesepeda.

Risikonya, jika infeksi itu ditularkan kepada orang dengan komorbiditas atau kondisi tubuh kurang fit. Karena yang kuat tadi bertemu dengan orang risiko tinggi. Kuat akan bertahan, lemah akan kualahan dan butuh bantuan. Protokol harus terus jalan.

Ada cerita. Istri salah seorang anggota timnya bekerja di perusahaan FMCG ( fast-moving consumer goods ), perusahaan multinasional. Karyawannya tentu tidak sedikit. Ketika ada tiga karyawannya positif, maka seluruh karyawan di swab langsung.

Itu membuat kami berharap: kapan ya, seluruh karyawan di perusahaan kami di swab?

Gosip

Film pendek ‘Tilik’ begitu viral. Itu gambaran masyarakat kita. Termasuk di organisasi, atau perusahaan. Gosip, selalu sip untuk digosok dan dibicarakan.

Termasuk gosip: “‘swab test dapat membuat laju angka kenaikan kasus Covid-19 menjadi melonjak. Membuyarkan kinerja pengendalian Covid-19 yang bisa dibilang ‘sukses’.”

Karena itu cukup rapid test saja, yang katanya sudah pakai double apa gitu. Hasilnya lebib akurat. Itu hanya gosip yang kami dengar. Entahlah.

Tentang Siapa?

Saya pikir Covid-19 ini tidak hanya sekadar tentang angka. Bukan seperti klasemen sepak bola. Berapa infeksi, berapa positif, berapa telah dites, berapa sembuh, berapa meninggal. Skor akhir berapa, untuk menunjukkan kinerja.

Allah subhanahu wa ta’ala melalui Covid-19 mengajarkan kita peduli. Tidak hanya pada kondisi sendiri, tapi orang lain, komunitas, masyarakat. Pengajaran itu harus diterima, dipahami, dan laksanakan akan seluruh individu.

Ada satu yang mbleset, bisa menggagalkan upaya kepedulian. Tidak hanya soal kinerja angka, lebih pada kepedulian yang tumbuh dari hati ke hati, jiwa ke jiwa.

(Wiyanto Sudarsono)

Attribution : Data vector created by stories – www.freepik.com