Posted on Leave a comment

Puber Lagi

Episode 4. Sebuah Mini Seri

Gambar: bms.co.in

Saya mendapat tanggapan cukup asik dari salah satu pembaca mini seri ini. Ia bertekad, mungkin setengah bersumpah, (tepatnya meminta maaf sih) bahwa tidak akan mengomentari catatan tentang Puber (pupuk bersubsidi). Kalau produk komersial mungkin ia akan bersedia berdiskusi dengan seseru-serunya. Tapi semoga diskusinya tidak selalu menyoal kiper vs straiker.

Tanggapan tersebut memotivasi saya, untuk melanjutkan catatan ini. Mengingat bagi salah satu produsen pelaksana, Puber berkontribusi sebesar 75% dari pendapatan perusahaan selama setahun. Nilai subsidinya –dari Pemerintah– mengambil proporsi 52% dari total pendapatan perusahaan. Sangat weh bukan?!

Artinya, keringat terkucur bisa jadi sama, antara mengelola Puber dan produk komersial, tapi nilai rupiahnya berbeda. Parahnya, jika Puber ini dikelola secara tidak tepat (salah asuhan), bisa ambyaaar itu bisnis. Bisa “ajur” itu produsen pelaksana jika Puber tiba-tiba hilang. Tapi tampaknya Puber masih akan ada. Paling tidak saat ini masih ada.

Dari sisi penjual, apalagi penjual yang bertugas dan bersinggungan dengan Puber, jangan sampai tidak memahami seluk beluk Puber. Bisa salah rencana, salah kelola, dan salah pergaulan.

Misal, ada berapa S di dalam Pupuk ZA? Berapa S dalam SP-36? Berapa S dalam Pupuk Phonska? Jika pertanyaan mendasar tentang Puber tidak diketahui bisa runyam dunia persilatan.

Distributor dan Pengecer Puber

Distributor ditunjuk oleh produsen dan hubungan kerjanya diatur dengan SPJB (Surat Perjanjian Jual Beli).

Distributor ditunjuk untuk melakukan pembelian, PENYIMPANAN, penyaluran dan penjualan Puber dalam partai BESAR di wilayah tanggung jawabnya. Poin penting dan sedikit permasalahannya, diberi huruf kapital.

Distributor dalam kondisi normal tidak diperkenankan menjual langsung ke petani. Harus melalui pengecer.

Pengecer ditunjuk sebagai pelaksana penyaluran di tingkat kecamatan atau desa tertentu. Pengecer berkegiatan pokok melakukan penjualan dan penyaluran Puber LANGSUNG HANYA kepada kelompok tani (Poktan) atau petani.

Pengecer yang ditunjuk harus memenuhi persyaratan dan mendapat persetujuan produsen. Disini harus hati-hati, ada godaan, bagi produsen, tepatnya petugas dan personel produsen.

Distributor wajib melakukan pembinaan, pengawasan, dan penilaian terhadap kinerja pengecernya.

Tugas PI, produsen, distributor, dan pengecer, secara gabungan adalah (1) MENYEDIAKAN dan MENJAMIN ketersediaan stok diberbagai lini atau di setiap saluran penjualan; (2) bertanggung jawab dalam pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai wilayah tanggung jawabnya; (3) menyalurkan pupuk hanya dari dan kepada para pihak yang berhak yakni yang menunjuk/ditunjuk; (4) melaksanakan sendiri kegiatan pembelian dan penyaluran pupuk bersubsidi. Mungkin maksudnya tidak boleh pakai makelar, blantik, perantara, atau dropshipper; (5) bersama – sama melakukan penyuluhan dan promosi, untuk mengedukasi pihak yang berkaitan dan petani tentunya; (6) menjual sesuai dengan harga yang telah ditetapkan.

Nah, semoga semua pihak dan pelaksana penyaluran Puber memahami tugas utamanya. Memprioritaskan dan melaksanakannya. Jika abai, tidak mengutamakan, padahal struktur pendapatan perusahaan seperti di atas,  entahlah.

Jangankan berjuang di pasar nonsubsidi ritel murni, yang mendapat subsidi saja setengah hati. Mungkin nonsubsidi akan nebeng subsidi, lagi. Tapi jika yang ditebengi tidak ada, mau bagaimana coba?

(Wiyanto Sudarsono)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *