“Menulis sebagai satu proyek untuk memperbaiki diri, proyek mengoptimalisasi diri, proyek menjadi manusi yang maksimum.” -Radhar Panca Dahana
Membaca dan menulis adalah sebuah laku intelektual dasar. Tentu membaca dan menulis level dasar. Dipelajari sejak batita. Mungkin ada satu lagi yang lebih awal, mendengar, melihat, menghafal, berbicara. Ternyata tidak satu, tapi empat.
Dalam membaca, kita mengenali gambar atau simbol terlebih dahulu, dibanding huruf dan angka. Demikian dalam sejarah tulisan. Huruf dan angka menyusul kemudian.
Mendengar, melihat, menghafal, membaca adalah laku intelektual menerima atau mendapatkan informasi, atau pemahaman. Sedangkan berbicara dan menulis, adalah laku untuk menyampaikan informasi atau pemahaman baik atas dorongan sendiri atau sebagai respon atas pemahaman yang diterima sebelumnya. Ada satu lagi, berisyarat, mungkin termasuk menggambar.
Menulis adalah menggabungkan huruf-huruf sehingga membentuk kata dan kalimat bermakna. Menulis tujuan utamanya adalah untuk dibaca. Oh ada, menulis untuk mengungkapkan rasa, melegakan jiwa, dan menyembuhkan luka batin. Demikian salah satu tulisan mentor saya (@cahyadi_takariawan) di blog ruangmenulis.id.
Menulis bacaan tentu berbeda dengan menulis untuk penyembuhan ataupun katarsis (kelegaan emosional). Menulis bacaan berarti menulis sesuatu yang dapat dipahami orang lain, untuk dibaca orang lain, atau untuk memahamkan orang lain. Selain tentu saja juga hendaknya bermanfaat bagi diri sendiri.
Tulisan ini termasuk yang mana? Keduanya. Tulisan ini termasuk menulis untuk penyembuhan. Dari apa? Dari kemalasan dan ketidakkonsistenan dalam menulis. Sekaligus, menulis sebagai bacaan. Siapa tahu di antara pembaca ada yang sedang malas menulis, atau malah malas dalam hal yang bermanfaat apapun. Tapi jangan sampai kita malas untuk hidup.
(Wiyanto Sudarsono)