Kami atau mungkin kita sangat suka dengan cahaya. Terutama saat malam. Hal ini terlihat dengan selalu menyalanya lampu rumah, kamar, halaman ketika hari telah gelap.
Dengan cahaya itu, interaksi penghuni rumah terjadi. Ibadah bersama, belajar bersama, bermain bersama, makan minum bersama, sampai bercanda dan kadang terlewat. Bercanda sampai ada, adik atau kakak yang menangis.
Itu cahaya dalam arti sebenarnya. Meski saya tidak tahu cahaya itu termasuk kelompok zat apa. Padat jelas bukan, cair bukan, gas juga nggak. Cahaya tidak sesuai dengan sifat tiga zat (padat,cair, dan gas) yang dihafal anak SD kelas 2. Mungkin cahaya termasuk plasma dalam makna fisika.
Ada pula cahaya dalam arti maknawi. Sesuatu yang menerangi rumah dan penghuninya. Menerangi hati segenap penghuninya sehingga rumah terasa terang, lapang, cerah. Tentu yang merasakan adalah penghuninya juga.
Salah satu cahaya dalam rumah dengan Al-Quran. Bahkan sampai ke langit serupa bintang, cahayanya kuat sekali.
Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya rumah yang dibacakan di dalamnya al-Qur’an, maka rumah tersebut akan terlihat oleh para penduduk langit sebagaimana terlihatnya bintang-bintang oleh penduduk bumi”.
(HR. Ahmad, Ash-Shahihah No 3112).
Sebuah tempat yang biasanya gelap adalah kuburan. Gelap, tanpa penerangan. Karena itu jangan sampai rumah kita seperti kuburan. Sepi, gelap.
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian pekuburan, sesungguhnya syetan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah”.
(Rasulullah, HR. Muslim 780)
Semoga Allah membimbing kita untuk menjadikan rumah kita rumah bercahaya. Paling tidak secara maknawi. Amin.
(Wiyanto Sudarsono).