Posted on 1 Comment

Memahami dan Merasakan

Orang tua mengajar anak/id.theasianparent.com

Guru, digugu dan ditiru. Perkataannya didengarkan untuk diikuti, perilakunya ditiru dan dicontoh oleh murid-muridnya. Menjadi guru sebuah profesi yang berat, dan hebat, menurut saya. Dan jadi guru–yang baik– itu tidak mudah. Guru disini termasuk berbagai padanannya seperti Ustaz, Ustazah, kiai, ulama, buya, dosen, tutor, pendidik, dan sinonim lainnya.

Rasa “guru” memang terlihat sekali dalam jenjang pendidikan dasar. Guru yang mengajar, mendidik, anak murid SD, TK, dan PAUD. MasyaAllah, betul-betul mendidik. Nah, untuk guru lembaga pendidikan prasekolah dan sekolah dasar, tulisan ini didedikasikan.

Guru Paruh Waktu

Saat ini banyak sekali orang yang bertambah profesi, sebagai guru paruh waktu. Ya, mereka adalah para orang tua yang saat ini menjadi guru paruh waktu bagi anak-anaknya. Mengawasi, membimbing, mencontohkan, mengarahkan, mendampingi aktivitas pembelajaran. Selain kegiatan dan pekerjaan harian para orang tua, yang sebagian mungkin dilakukan dari rumah (Work from Home).

Anak-anak belajar di rumah, sekolah memandu dari jauh, orang tuanya yang mendampingi. Orang tua sebagai pengganti guru secara fisik. Materi tetap dari sekolah.

Bagi sekolah khusus, misal kelas program menghafal Alquran. Sekolah memberikan target hafalan harian. Orang tua yang sepenuhnya menjadi pendamping menghafal, dan mengulang. Orang tua dengan penuh kesabaran, bisa mentalaqi (membaca dan dikuti), atau menyimak hafalan anak, dan seterusnya. Tentu dengan segala keunikan masing-masing anak, anak para orang tua sendiri.

Orang tua sebagai guru paruh waktu, dituntut merasakan upaya membina anak, dengan arah yang dikehendaki orang tua yaitu bercita-cita menjadi orang tua dan memiliki anak penghafal Alquran. Cita-cita yang tidak kecil.

Sebagai orang tua yang juga guru paruh waktu, sebagian orang belajar ulang. Belajar parenting, komunikasi dengan anak, dan juga tentang home schooling (sekolah di rumah).

Orang tua merasakan bagaimana mendidik, mengajar, mengarahkan anak-anak mereka sendiri. Sehingga bagi saya, kita sebagai orang tua jadi tahu, betapa besar perjuangan para guru, Ustaz – Ustazah, dalam membimbing anak-anak kita. Dengan sebagai keunikan dan keistimewaan mereka.

Saya sampaikan Jazakumullahu khairan kepada pada guru, Ustaz – Ustazah, yang telah membimbing anak-anak kami selama ini. Mengarahkan mereka dan mendampingi mereka dalam berkembang secara intelektual, moral dan adab. Jazakumullahu khairan.

Tidak Bisa Instan

Mendidik adalah sebuah aktivitas yang perlahan dan pelan – pelan. Tidak bisa instan.
Memang mendidik dan mencetak generasi penghafal Al-Qur’an itu tidaklah mudah seperti membalikkan tangan.Perlu ekstra kesabaran dan usaha.” Pesan WA salah satu Ustaz sekolah anak kepada saya.

Perlu sabar dan istiqamah. Ini mungkin semangat yang dimiliki para guru, Ustaz -Ustazah di sekolah. Seharusnya sebagai orang tua, kita juga bersikap demikian. Lha yang kita didik anak-anak sendiri. Seharusnya upaya kita, kesabaran kita, keteguhan kita, sudah selayaknya lebih besar.

Terakhir, sekali lagi kami haturkan terima kepada para Guru, Ustaz dan Ustazah. Semoga Allah membalas dengan kebaikan. Perjuangan kalian sangat besar mendidik anak-anak. Jazakumullahu khairan jaza.

(Wiyanto Sudarsono)

1 thought on “Memahami dan Merasakan

  1. […] Menjadikan anak seorang hafiz, bukan semata-mata perjuangan anak itu sendiri. Terlebih di tengah pandemi. #dirumahsaja menjadikan orang tua menjadi pendamping, mitra, guru bagi anak (baca: Memahami dan Merasakan). […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *