Penilaian kita atas diri sendiri, sesuatu yang menurut kita ideal, preferensi atau kecenderungan kita terkait suatu hal, bisa diukur. Secara kuantitatif dalam bentuk angka-angka. Tentu saja angka-angka bisa langsung angka 1 sampai 10 atau di simbolkan dengan kata-kata: sangat setuju (10), setuju sekali (9), setuju (8), agak setuju (6),ragu-ragu (6), dan seterusnya.
Itulah yang disebut dengan pengukuran menggunakan skala Likert. Suatu skala psikometri yang umumnya digunakan dalam survei. Skala Likert diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya.
Hari ini, kami banyak melakukan pengukuran dengan metode-metode ini. Dalam kegiatan yang disebut asesmen/penilaian tentang diri pribadi. Atau kita membayangkan bagaimana penilaian orang terhadap kita.
Kesantunan
Dari beberapa pertanyaan atau pernyataan yang harus dinilai, tampak sekali penilaian tentang kesantunan. Yaitu hal yang berkaitan dengan kehalusan dan kebaikan budi bahasa, tingkah laku; sabar dan tenang; sopan; penuh rasa belas kasihan; suka menolong. Saya sangat sangat perlu belajar tentang hal ini. Tentang kesantunan. Dan praktiknya, tentu saja.
Kesantunan tampak dari bahasa dan tingkah laku. Kesantunan ini diperlukan dalam mengemukakan pendapat dan kebenaran. Karena pendapat atau kebenaran bisa jadi ditolak bukan karena buruknya pendapat, tapi karena kurang santunnya penyampaian. Kebenaran ditolak bukan karena kebenaran itu sendiri, tapi karena penyampaiannya yang tidak baik, tidak santun.
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik….“
– QS. An-Nahl [16]:125
Dan kesantunan dalam bentuk kelembutan adalah kebaikan. Ini ditegaskan oleh Rasulullah:
“Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan memperkeruhnya”(HR. Abu Dawud)
Sebuah nasihat untuk diri saya dan para pembaca.
(Wiyanto Sudarsono)