Posted on Leave a comment

Maaf Jogja

Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna….. (Yogyakarta, Kla Project)

Mas Wi, makanan apa yang dirindukan di Jogja? Punya kenangan dimana?“. Pimpinan kami bertanya saat hendak mencari tempat nongkrong. Sebelum kami menuju Surabaya, meninggalkan Yogyakarta.

Tidak ada Pak. Saya tidak punya kenangan. Terkait tempat atau makanan di Jogja“. Timpal saya. Akhirnya kami berkunjung ke pelatih dan juri kontes burung. Dan ke Kafe Ling-Lung.

Kenangan di Jogja saya tidak punya. Kenangan untuk diulang. Atau kenangan untuk dinostalgiai. Tidak ada. Tapi tentu ada hal lain yang layak untuk diingat.

Kami, meski Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), kakek kami dari Kulon Progo, YK. Tepatnya Kalipetir, Kec. Pengasih. Artinya ada keturunan YK. Karena itu suara kami halus (kalau sedang tidur tanpa mendengkur).

Yogyakarta, ingatan kami tertuju pembelajaran hidup. Tentang keluarga, tentang Saudara, tentang pendidikan. Tentang kepercayaan, tentang menjaga nama baik, tentang kesabaran, tentang godaan dunia. Tentang daya tahan jiwa.

Di YK pula, saya mendapat hadiah terbesar dalam genapnya usia 34. Lulusnya Saudara laki-laki saya: jadi Sarjana. Setelah segala ujian, kesabaran, perjuangan bersama. Emosi, air mata. Setelah 7 tahun 1 bulan lamanya. Semoga Allah mencurahkan rahmat-NYA.

Sedang denganmu sendiri Jogja. Mohon maaf tidak banyak yang bisa kami kenang, dan ingin kami ulang. Namun, itu tadi, Terima kasih atas pembelajarannya.

Jika Kla Project ingin selalu pulang ke YK, sekali lagi Maaf Jogja. Kami mencintai kota, desa, rumah, dimana keluarga kami tinggal bersama. Meski saat ini Jogja, kamu bukan termasuk di antaranya.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

UNDANG-UNDANG

Bukan sebuah produk hukum. Bukan sebuah peraturan yang harus ditaati segenap warga.

Itu, –saya pikir– merupakan sebuah produk budaya. Produk sosial kemasyarakatan, khususnya Jawa. Daerah transmigran Jawa di Lampung. Kampung halaman saya.

Undang-undang, mengambil makna dari kata undang, mengundang: meminta seseorang datang ke suatu acara yang akan diselenggarakan.

Di desa saya, dulu, ketrampilan undang-undang merupakan sebuah tanda. Tanda bagi seorang anak laki-laki menginjak remaja. Demikian yang ada dibenak saya.

Pak, ajari aku undang-undang Pak“. Pinta saya. Saya ingin menunjukkan bahwa saya bisa berbicara dengan orang lain. Orang yang lebih dewasa. Agar tidak dianggap “gedebok” /batang pisang. Ada tapi tidak bicara.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Sugeng sonten Pak de. Angsal kulo mriki, sepindah silaturahim, kaping kalihipun, panjenengan diaturi Kunduren tenggene Bapak“. Kurang lebih begitu.
–tujuan saya kesini, pertama silaturahim, yang kedua mengungan Anda kenduri di rumah Bapak—.
Njeh insyaAllah“. Jawaban yang biasa terdengar.
Njeh mpun kulo pamit rumiyen. Assalamu’alaikum“. Setelah mendengar jawaban, sang remaja muda pamit.

Belajar Bicara

Sekali lagi diajari bicara. Setelah sebelumnya membunyikan kata. Saat balita. Hingga mampu memaknai: “kucing duduk di atas kursi”. Sebagai kucing di atas kursi bukan di bawahnya. Dalam kondisi duduk, bukan berdiri.

Kucing duduk di atas kursi (pxhere.com)

Menginjak remaja, diajari lagi bicara kepada orang lain. Untuk menyampaikan makna, dengan tujuan tertentu. Mengajak, memengaruhi, mengatakan maksud.

Sebuah pelajaran  berharga. Bahwa kita makhluk sosial. Berkomunikasi, berbicara. Yang menjadi pembuktian bahwa layak memasuki masa remaja dengan usia dan nalar jiwa.

Berikutnya akan banyak hal yang perlu kita untuk bicara. Menyampaikan hasil pembelajaran atau penelitian. Melamar anak gadis orang. Mengantar pengantin di acara akad nikah. Dan seterusnya… Berguna.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Si Pengecer Tua

SPDP dan Pengecer Senior

Saya agak kurang nyaman sebenarnya dengan sebutan “Si” untuk orang yang lebih tua. Dan juga dengan kata “Tua”, yang mengisyaratkan sejumlah  angka yang besar dari hari kelahiran. Tapi tak apa, anggap saja sebagai penarik Anda melanjutkan bacaan ini.

Ini tentang orang yang masuk katagori lansia. Enam puluh tahun lebih. Dengan semangat belajar membara. Sangking terpesonanya, saya sampai lupa namanya.

Ia dari Semarang, mantan sopir taksi. Merantau ke ujung Bengkulu, tepatnya Kabupaten Mukomuko.

Saat ini, mereka, ia dan istrinya, berprofesi sebagai pengecer, retailer pupuk bersubsidi. Hebatnya, seluruh administrasi dikerjakan sendiri. Termasuk bermain-main dengan MS Excel untuk membuat rekap penyaluran. Tentu saja saat ini dengan aplikasi T-Pubers. Waktu itu ia tengah bersiap menyambut era T-Pubers.

Ia begitu lincah menceritakan pengalamannya bermain dengan angka dan nama petani di depan laptop. Kebijakan pribadinya dalam melayani petani, begitu mengesankan untuk pengecer pupuk bersubsidi di usianya.

Ada juga pengecer di desa sebelah. Tak kalah tuanya. Tapi ia mengelola lebih banyak bisnis. Kios, sawah, dan kebun sawit. Ia memiliki asisten untuk melaksanakan tatan administrasi pupuk bersubsidi.

Demikian pula ada seorang ibu yang tidak juga muda. Ia delegasikan segala hal terkait komputer dan aplikasi pupuk bersubsidi. Asistennya adalah seorang laki-laki yang merupakan anak sulungnya.

Fakta yang saya saksikan di atas, membuyarkan segala alasan pembangunan SDM pengecer pupuk bersubsidi. Pengecer tidak bisa baca tulis. Usianya sudah tua. Dan segala alasan yang menunjukkan keengganan berubah.

“Si Pengecer Tua” mengajarkan: “saya yang setua ini bisa lho. Masa, yang lebih mudah tidak bisa.”
Seolah mereka mencemooh kitanyang suka beralasan dalam keterbatasan pengecer. “Cari pengecer itu seperti saya, biar tua tapi bisa. Jika tua sudah tidak bisa, mungkin saatnya mencari yang muda”.

Mencari yang tidak gaptek. Cari pengecer Yang kompeten, yang mau jadi pengecer banyak. Meski yang berencana mundur juga ada.

( Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Joran Lebih PG

Tidak salah jika Markplus mengganjar penghargaan dalam Editor Choice Award dalam Marketeers I-Club Surabaya dengan tajuk “NEAR SALES: Revenue Accelaration Through Innovation” pada 27 Agustus 2021. PG Mampu “Catch The “Near Fish” dalam istilah Eddy Prasetyo dari Suara Surabaya.

PG mampu menangkap “Ikan” dengan lebih banyak joran dan kail. Itu dibuktikan dengan masih mampunya PG melahirkan produk baru untuk menangkap pasar di masa pandemi.

Bukan hanya ekspor, melaut lebih jauh. Namun menambah kail dan umpan untuk menangkap dan memberi pilihan lebih banyak bagi pasar (baca: petani).

SP-26, Petro Niphos, Phonska Alam, di pasar nonsubsidi dan Phonska OCA di pasar subsidi. Ini capaian yang luar biasa.

Ini juga menunjukkan semangat transformasi dan inovasi masih terus membara dalam “DNA” insan PG. PG mampu mengatasi tantangan-tantangan bisnis pupuk dalam Negeri dan memanfaatkan peluang di pasar nonsubsidi.

Dengan melahirkan produk baru, PG menempatkan joran-joran baru. Untuk menangkap ikan -pasar- lebih besar atau lebih banyak.

Selamat untuk PT Petrokimia Gresik dan seluruh insan di dalamnya.

(Wiyanto Sudarsono)