Seri-17, Bertanya untuk Melayani
“Astaghfirullah, salah aku“. Kata kita dalam hati ketika pertanyaan kita -umumnya pertanyaan pembuka- tidak mampu mengarahkan narasumber bercerita yang kita inginkan. Ini adalah penghalang mendengarkan sehingga tidak mendapatkan informasi yang relevan.
Jelas ini bukan kesalahan pembicara. Yang bertanya yang salah. Baik karena kurangnya informasi mengenai karakter pembicara atau bertanya secara serampangan.
Salah tanya tidak hanya terjadi di depan. Bisa di tengah, bisa diakhir pembicaraan. Tidak hanya pertanyaan, respons dalam bentuk pernyataan pun bisa berdampak yang sama.
“Bagaimana perkiraan panen musim tanam ini Pak? Apa dulu benihnya?”Seorang penjual pestisida berbasa-basi. Inginnya merunut sistem budidaya petani.
“Kurang bagus karena benihnya nggak tepat. Saat beli bibit di toko sana benih baru datang. Ada sales benih yang menjelaskan tentang kehebatan benihnya. Saya terbujuk. Ternyata seperti ini. Sebenarnya benihnya...”. Tek terasa setengah jam berlalu, tanpa menyinggung pestisida. Pemicunya salah tanya.
Bertanya dapat langsung ke poin permasalahan. Termasuk bertanya yang baik adalah menunggu pembicara menyelesaikan pembicaraan atau jawaban sebelumnya.
Menyiapkan daftar pernyataan atau bertanya atas dasar catatan pembicaraan, akan lebih memudahkan. Lebih terstruktur. Dan mencegah dari pertanyaan yang jawabannya panjang/lebar.
Tidak ada masalah dengan bertanya. Yang masalah adalah ketika salah bertanya. Malu bertanya sesat di jalan. Salah tanya, terbuang percuma waktu di jalan.
(WS)