Posted on Leave a comment

Pilar Keenam – Kepatuhan Sebagai Warga Negara

Seri ke-16, Serial Jualan dengan Karakter

Saya agak kesulitan menerjemahkan pilar keenam ini. Agar pas dengan lingkup penjualan. Citizenship. Demikian sebutan pilar keenam ini. Kewarganegaraan, terjemahan kamusnya. Bagaimana seorang penjual tetap menjadi warga negara yang baik.

Pilar ini – citizenship-, dengan tiga prinsip di dalamnya, terkait dengan etika bisnis. Etika dan kepedulian terhadap lingkungan bisnis. Karena itu saya terjemahkan dengan Kepatuhan sebagai warga negara. Dalam berjualan. Dalam menjalankan bisnis.

Prinsip #16, Produknya Legal, Dijual dengan Cara yang Benar

Becik ketitik ala ketara. Filosofi yang menarik. Yang baik akan nampak, yang buruk akan kelihatan.

Baik dalam menjual adalah menjual barang yang baik. Sesuai dengan hukum yang berlaku. Bukan palsu, bukan oplosan. Tidak kedaluwarsa.

Termasuk atribut yang melekat di produk. Tugas penjual juga sebenarnya, memastikan barang yang dijual itu layak. Secara fisik dan ketentuan. Meski sudah ada quality control dalam prosesnya. Karena penjual-lah yang berhubungan dengan pelanggan.

Baik dalam menjual, juga bermakna menjual dengan cara yang baik dan benar.

Salah satu tutor saya di suatu pelatihan pernah menceritakan. Ia pernah bekerja sebagai vice president atau tepatnya saya lupa. Di perusahaan multinasional. Bidang pelumas kendaraan dan mesin.

Suatu ketika ia bekerjasama dengan salah satu agensi periklanan. Untuk memasang iklan. Setelah kontrak ditanda tangani, dan pekerjaan selesai. Tiba-tiba tutor saya tadi mendapat kiriman. Mobil. Belanja iklannya cukup besar.

Pesan yang disampaikan pengirimnya : “mobil dari Pak A untuk Bapak.” Pak A adalah bos dari agen iklan tadi. Ditolaklah mobil ini. Padahal zaman itu, mobil ini seharga 80 jutaan.

Esok harinya, tutor saya memerintahkan agar pembayaran dan invoice ke agensi periklanan ini dipotong 80 juta.

Ditegurlah tutor saya tadi oleh direkturnya. Ia menjelaskan bahwa, karena vendor ini berani mencoba memberi “gratifikasi”, senilai 80 juta, berarti paling tidak, harga yang kita berikan terlalu mahal. Minimal terlalu mahal 80 juta.

Masalah etika begitu penting untuk kita pegang bersama. Sebagai penjual. Dan sebagai Warga Negara.

Ada cerita lain yang mirip. Tapi ternyata, bos vendor dari suatu proyek, pernah menjadi senior dari atasan si karyawan yang mencoba untuk diberi Gratifikasi. Mungkin, vendor ini ngetes. Menguji karyawan tadi.

Apa jadinya jika karyawan tadi tergiur pada tawaran itu. Habislah dia.

Berpegang pada “cara jualan yang lurus”, kadang dianggap sulit dilakukan. Memang jika kita hanya ingin hasil instan, cara apapun bisa dilakukan. Namun jika kita ingin yang berkelanjutan, “cara lurus” adalah jalan terbaik.

Saya ingat pesan, di salah satu cerita tentang etika penjualan, “Ingatlah, sekali coba melakukan penjualan tidak etis, kita akan tergoda untuk mengulanginya lagi. 99% bersih itu susah! 100% bersih itu lebih mudah!”

Semoga kebaikan selalu menyertai kita semua.

(Wiyanto Sudarsono)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *