Pesawat terbang adalah moda transportasi umum teraman saat ini. Dalam arti, menelan korban paling sedikit. Dibandingkan dengan jumlah penumpang yang menggunakan moda transportasi lain.
Kemungkinan atau risiko kematian menggunakan moda tranportasi pesawat terbang adalah 1:8.000. Risiko menggunakan mobil adalah 1:112, pejalan kaki 1:700, sepeda motor 1:900. Demikian menurut laman tirto.id.
Meski jika terjadi kecelakaan pesawat terbang…. Ah tak kuasa saya membayangkannya. Apalagi menuliskannya. Terlebih lagi saat tulisan ini saya konsep kemarin. Saat terbang dari Jakarta ke Surabaya.
Penumpang pesawat adalah sekumpulan orang yang optimis. Atau sebenarnya kita semua dibekali naluri optimis.
Saat boarding penumpang pesawat optimis, memiliki keyakinan. Akan selamat. Tidak terjadi kecelakaan. Jika sebaliknya, pesimis atau optimis bakal terjadi kecelakaan, seharusnya ia atau dia tidak akan terbang.
Dan pengambil risiko. Kita semua. Setiap melakukan kegiatan adalah pengambil risiko.
Terbang atau melakukan penerbangan. Meski sebagai penumpang. Saya anggap sebagainya kata aktif. Berbuat.
Untuk dapat berbuat, perlu keyakinan. Optimisme.
Pun sebaliknya. Jika tidak punya optimisme, jangan berbuat. Jangan terbang. Jangan pergi menggunakan moda pesawat terbang.
Dan, penumpang pesawat adalah orang yang bertawakal. Dan tentu saja percaya kepada orang lain.
Bertawakal, sesudah yakin dan sudah berusaha.
Percaya, dengan pilot dan kopilotnya. Meski tidak kenal. Yakin saja, percaya.
Demikian halnya dalam berbuat kebaikan. Beramal dan berusaha. Untuk hal yang bermanfaat. Urusan dunia maupun akhirat.
“Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ikatlah kemudian bertawakkallah”. (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban)
Pertama, yakin. Optimis. Bahwa dengan diikat tak bakal Lepas. Keyakinannya demikian. Optimisnya demikian.
Sebagian teman berstatus, di medsosnya dengan kalimat “yakin usaha sampai.” Yakusa. Ini keyakinan. Ini optimisme. Bagus sekali.
Kedua, berbuat. Keyakinan saja tidak berguna dalam amal. Karena amal adalah konsekuensi dari keyakinan. Kecuali amalnya tersebut adalah amalan batin. Atau pikiran.
Beramal sesuai dengan optimisme. Jika onta di tali tidak akan lepas. Itu Keyakinannya. Maka, amalnya, ditali sekuat mungkin.
Jika ingin berbuat dalam hal pertanian. Menanam, misalnya. Yakin dan Optimis lah, bahwa jika ditanam, dirawat, dipupuk, insyaAllah panen.
Amalnya, ya pilih bibit yang baik. Air yang cukup. Pupuk yang tepat. Demikian juga serupa dengan saat kita memulai dan menjalankan bisnis.
Setelah itu, tawakkal. Karena juga yakin, bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya.
Jika demikian, saya pikir hidup akan ringan. Dan mudah dalam menjalaninya. InsyaAllah…..
Saya pun masih belajar dalam bab ini.
(Wiyanto Sudarsono)
[…] apakah tidak apa-apa? “. Oh tidak apa-apa, jawab saya. Baris paling aman, saya pikir (baca : optimis-terbang-tawakal). Dan saya, hanya ingin membaca atau […]