Oktober, hari pemuda, juga hari bahasa. Belakangan ini muncul banyak bahasa. Yang tidak semua orang mampu memahaminya.
Tengok tragedi di Malang. Stadion Kanjuruhan. Sebagian kalangan menilai disebabkan karena ketidakmampuan berbahasa. Bahasa dimana acara dihelat. Bahasa yang digunakan untuk lingkungan olahraga yang diselenggara: bahasa bola.
Ketidakmampuan berbahasa, menjadi tersangka atas terjadinya bahaya. Jangan sampai kegagapan berbahasa juga mendera pertanian kita.
Pertanian adalah penentu nasib bangsa. Penyangga tatanan negara Indonesia. Demikian nasihat Bapak pendiri bangsa. Hajat hidup -pangan- bangsa ada di pertanian. Kegagalan berbahasa atau kekeliruan membahasakan pertanian bisa menjadi bahaya.
Seperti, ketika menghendaki ketepatan sasaran penerima subsidi pertanian -baca: pupuk- hampir saja kita menggunakan bahasa yang belum tepat. Bahasa kartu. Menyusul kesuksesan kartu-kartu lainnya: kartu sehat, kartu kerja, kartu pintar.
Bahasa kartu, ditambah bahasa “pokoknya” menjadi bahaya. Petani bisa-bisa tidak mendapatkan pupuk. Produksi pertanian terancam dan seterusnya. Setelah hanya sembilan komoditas yang mendapatkan. Hampir saja, yang sembilan itu, sulit mendapatkan.
Kartu harus digunakan, sedangkan penerima/pembagian kartu belum merata. Infrastruktur penggunaan kartu belum tersedia. Data sudah “hampir” dialihkan. Pembelian tanpa kartu, tidak bisa.
Syukur, gejala kegagalan berbahasa ini mampu disadari segenap pihak. Pemerintah, Pupuk Indonesia, Bank, segera menyadari. Tidak sampai seminggu bisa kembali ke bahasa petani. Pupuk dapat tersalur dengan tetap seluruh pihak mendukung tergunakannya bahasa kartu. Dengan menyiapkan seluruh infrastrukturnya.
Selamat Bulan Bahasa.
(WS)