Saat kita tidak tahu ingin menulis apa. Elbow menyarankan untuk menulis sesuatu yang menjelaskan bahwa kita sedang tidak bisa menulis apapun. Saya perlu sesekali –mungkin bisa sering– menulis seperti ini. Menulis disaat sedang buntu.
Saya mengistrospeksi diri saya, saat tidak bisa menulis adalah sebuah periode dimana pikiran tidak ada masukan. Tidak ada masukkan bagaimana bisa ada keluaran.
Masukkan tidak harus sesuatu yang baru, pengulangan juga sudah cukup. Pengulangan mampu membangkitkan ingatan dan pemahaman lama. Atau memberikan sebuah sudut pandang baru terhadap sesuatu yang lama.
Tampaknya saya harus mengubah rute jalan saya berangkat dan pulang kantor. Agar dapat pemandangan baru. Semoga bisa membangkitkan pikiran-pikiran yang sedang dorman.
Kebuntuan juga karena kurang masukan berupa makanan bagi nalar: bacaan. Bagaimana bisa menulis jika bacaanmu cuma segitu? Demikian tulis kawan saya di status Facebook-nya beberapa waktu lalu.
Benar! Kurang membaca. Saya perlu mulai melahap lagi buku-buku yang terjejer rapi di lemari metal di ruang tamu. Ada juga sedikit di lemari kamar. Oh ada juga sebagian di laci meja kantor. Baca, baca, baca.
Paling tidak saya bisa menceritakan ulang hasil bacaan saya. Siapa tahu bermanfaat bagi pembaca. Atau mungkin saya perlu membuat kelas menulis tanpa guru, entahlah?!
(Wiyanto Sudarsono)
Bahan bacaan:
Peter Elbow. Writing without Teacher: Merdeka dalam Menulis. 2010. Indonesia Publishing.