Posted on Leave a comment

Pandangan 403

Pemandangan dari 403

Memandang lingkungan sekitar dari ketinggian memberikan pandangan berbeda. Memberikan sebuah gambaran yang berbeda dari yang biasa kita sangka. Saya katakan dengan “persangkaan” karena kita hanya mampu memandang “sebagian” dari sesuatu yang besar, sisanya kita hanya “menyangka” dari pandangan sebagian itu. Cara memandang dan menyimpulkan kita mungkin mirip dengan majas sinekdok pars pro toto (sebagian mewakili total keseluruhan).

Karena keterbatasan pandangan itu, kita dapat memandang dengan lebih luas dengan cara menaikkan sudut pandang, memandang dari sebuah sudut yang lebih tinggi, sehingga dapat berharap mendapat gambaran lebih baik, tapi tetap tidak akan bisa menyeluruh. Meski sampai memandang dari luar kotak (out of the box) selalu saja masih ada titik buta (blind spot) dari pandangan kita.

Atau kita bisa menggunakan jasa orang lain, yang kita percaya pandangannya, untuk melihat sisi atau bagian yang kita nilai kita tidak mampu memandangnya. Tapi tetap, sebagai individu, kita yang memutuskan apakah pandangan orang lain kita gunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan atau tidak.

Renungan di Ketinggian

Tinggal lebih dari sepekan di ketinggian gedung, di lantai 4 dengan nomor kamar 403, membongkar sebagian cara berpikir saya. Berpikir ulang tentang apa yang penting dalam hidup ini?! Apa yang penting dalam setiap fase kehidupan?! Apa yang sebenarnya penting dalam berkarir, bekerja, atau berkarya?!

Saya belum bisa menyimpulkan apa-apa, kecuali pada sebuah inti bahwa “Kita diciptakan Tuhan untuk beribadah kepada-Nya”.

Lamunan saya melaju pada, bentuk-bentuk ibadah, dan ibadah seperti apa yang dapat kita lakukan dalam kondisi tidak berdaya secara fisik. Bahkan, sangking lemahnya, berpikir saja seolah tak mampu. Oooh…. Alangkah lemahnya fisik dan tubuh yang fana ini. Alangkah indahnya kesabaran Nabi Ayyub yang ia berharap sakitnya tidak sampai pada hati dan lisannya.

Kehidupan –terlebih sebagai karyawan– terlalu sayang jika hanya dilewatkan di kantor, rumah, sedikit politik kantor, dibumbui sedikit gunjingan, bekerja rutinitas harian kantor 8 sampai 12 jam sehari. Setiap tanggal 25 terima gaji, sebulan berikutnya menghabiskan gaji itu. Ah, nampaknya terlalu sayang. Waktu 10, 20 atau 33 tahun dihabiskan hanya untuk itu. Mungkin ditambah dengan sedikit persiapan setelah pensiun.

Saya pikir, perlu sesuatu yang lebih berkemanfaatan, yang bernilai ibadah sebagai hamba Tuhan. Mungkin bisa dimulai dari meniatkan setiap kegiatan sebagai ibadah kepada Tuhan.

Semoga kita menjadi hamba Allah yang senantiasa meniatkan kegiatan untuk ibadah, meski hanya rebahan di ruang isolasi rumah sakit ataupun di kamar pribadi.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on 1 Comment

SWAB untuk Semua

SWAB Test (detik.com)

Jumlah penyitas Covid-19 di tingkat perusahaan semakin mengkhawatirkan. Muncul pandangan, bahwa sebenarnya banyak diantara kita yang terinfeksi tapi tidak menunjukkan gejala. Karena daya tahan tubuhnya yang bagus. Jika suatu saat daya tahan tubuh turun, maka “welcome to the club” menurut sebagian kelompok pasien dan pemerhati Covid-19.

Orang-orang yang tidak menunjukan gejala fisik  Covid-19, atau yang bergejala namun tidak teruji, tentu sulit dimasukkan dalam katagori “Kasus Konfirmasi”. Terlebih bagi yang tidak menunjukan gejala apapun, dan segar bugar, yang dulu disebut OTG (orang tanpa gejala).

Kasus Konfirmasi adalah seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium real time. Baik dengan gejala atau tanpa gejala (kompas.com).

Untuk melakukan konfirmasi perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Sebaiknya untuk semua anggota komunitas atau organisasi. Dengan diketahui hasil laboratorium masing-masing orang, akan lebih mudah dilakukan pencegahan dan tindak lanjut.

Perlukah konfirmasi untuk semua?

Rapid Test tidak menjadi pilihan saat ini. Paling tidak itu menurut pengalaman saya. Dalam rentang waktu 10 hari demam, saya melakukan dua kali rapid Test dengan hasil non reaktif. Namun setelah ke spesialis paru, dan dilakukan Swab hasilnya positif. Positif terinfeksi virus Covid-19. Menurut saya Swab (konfirmasi laboratorium) bagi seluruh anggota organisasi atau perusahaan adalah hal yang saat ini dibutuhkan.

Biaya Swab mandiri kurang lebih 1,6 juta rupiah. Untuk sekelas organisasi/perusahaan yang ingin mengkonfirmasi kondisi karyawannya secara menyeluruh, bisa dilakukan dengan sistem pool – Test yang sudah berhasil dijalankan di Padang oleh dr. Andani Eka Putra. Lebih murah. Sampel sekelompok orang (tiap orang diambil 2 sampel) di Test menjadi satu, jika ada virus, baru di uji sampelnya satu-satu. Untuk mengetahui siapa orang yang bervirus.

Universitas Andalas dengan bantuan Pemprov Sumbar mampu memberikan layanan Test secara percuma. Perusahaan dengan pendapatan triliunan rupiah per tahun tentu lebih mampu. Dibanding sekedar menunggu karyawan satu per satu masuk karantina secara bergantian.

(Wiyanto Sudarsono)