Posted on Leave a comment

Merah Rujak

Ada sekitar tiga pohon jambu air, di sekitar rumah. Dua putih, dan satu merah. Yang merah dari jenis dalhari, ditanam di pot besar. Buahnya tidak terlalu manis tapi menyegarkan.

Yang putih, ditanam di tanah langsung. Pohonnya besar dan rindang. Buahnya banyak dan manis. Sayangnya, selalu keduluan disuntik lalat buah.

Jambu air dalhari telah berbuah. Dan beberapa waktu lalu kami bungkus kresek. Agar tidak disuntik lalat.

Dan benar, alhamdulillah bisa panen. Berkali-kali kami bisa panen secara bertahap.

Karena tidak terlalu manis, cocok dibuat rujak buah. Dengan cabai yang cukup pedas. Segar sekali.

Pedasnya cukup untuk membuat bibir memerah. Merah meski tidak harus di kecup. Cukup dengan jambu yang dicolek sambal. Untuk mengobati rindu kampung halaman.

Posted on Leave a comment

Naget Cinta

Pisang (Musa Sp.) adalah buah yang unik. Sebagian besar jenisnya, dapat dinikmati langsung. Sebagiannya lagi dapat dinikmati dengan diolah menjadi masakan tertentu. Direbus atau digoreng, atau yang lainnya. Hanya sedikit (satu atau dua) yang secara rasa, harus diolah dulu.

Dahulu pada tahun 1999, saya pernah menanam pisang. Itu karena di sekolah SMP kami, terdapat pelajaran muatan lokal. Mata pelajaran tersebut disebut dengan Muatan Lokal: Pertanian. Kelas 1 tentang pertanian (budi daya tanaman): pisang. Kelas 2 tentang perikanan: patin. Kelas 3 tentang peternakan: ayam petelur, ayam arab.

Begitu lokal pelajaran itu. Karena sekolah kami di tengah lahan pertanian di tengah-tengah Provinsi Lampung. SMPN 3 Tulang Bawang Tengah.

Ups, ada muatan lokal yang tidak terlalu lokal. Namanya: English Coversation, percakapan bahasa Inggris. Mempelajari bagaimana bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, sedikit tentang tata bahasanya. Ini diluar mata pelajaran bahasa Inggris, yang kami kenal di jenjang SMP.

Kembali ke masalah pisang. Olahan pisang yang sederhana bisa dikukus, digoreng, pisang coklat, pisang keju, dan ada naget (nugget) pisang.

Naget pisang ini yang istimewa. Paling tidak bagi kami sekeluarga. Harumnya, rasanya maknyus. Apalagi ditaburi coklat.

Bagi saya, paling nikmat dimakan pada malam hari, selepas pulang kerja. Setelah mandi. Ditemani Dia. Iya si Dia.

Sambil duduk berdua, meski tidak harus di atas kursi cinta.

(Wiyanto Sudarsono)

Catatan: Foto oleh si Dia

Posted on Leave a comment

Enam atau Tujuh?

Episode 7. Sebuah Mini Seri

Gambar: aabeyondbelief.org

Jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu adalah enam hal yang menjadi fokus dalam pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi (Puber).

Karena Puber ada lima jenis pupuk, maka JENIS pupuk masing-masingnya harus tersedia dalam JUMLAH dan WAKTU yang tepat, sesuai dengan kebutuhan wilayah (TEMPAT) dan komoditas, pada posisi HARGA yang sesuai ketentuan (harga eceran tertinggi–HET–) dengan tetap menjaga MUTU yang sesuai persyaratan.

Keenam hal di atas, populer dengan sebutan prinsip enam tepat. Prinsip pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi.

Di antara enam hal di atas, empat diantaranya berkaitan langsung dengan aktivitas budi daya pertanian. Bahwa pupuk yang bermutu harus diberikan secara tepat dosisnya (jenis dan jumlah), diberikan pada waktu yang pas sesuai masa pertumbuhan tanaman.

Sedangkan dua lainnya, terkait dengan akses, atau keterjangkauan pupuk oleh Petani. Harga dan tempat. Harga yang terjangkau dan keberadaan pupuk di tempat yang relatif dekat dengan petani.

Tampaknya, dan mungkin telah disadari banyak pihak, saat ini perlu dikembangkan satu lagi tepat, yaitu TEPAT SASARAN. Puber adalah produk yang terbatas, karena itu harus pas.

Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) saat ini hanya mengatur KELOMPOK SASARAN, melalui persyaratan petani yang berhak mendapat Puber. Diatur dalam bab “Peruntukan Pupuk Bersubsidi” dalam Permentan tentang Alokasi dan HET Puber Sektor Pertanian.

Karena yang diatur hanya KELOMPOK SASARAN, maka diperlukan wasit yang menentukan, diantara kelompok tersebut,  petani siapa dapat pupuk apa dan berapa.

Siapa wasitnya? Wasitnya adalah PENGECER. Pengecer yang menjalankan fungai menentukan petani mana yang dapat, mana yang tidak, atau supaya dapat semua, masing-masing petani dapat pupuk apa saja dan berapa.

Fungsi ini dijalankan dengan berbagai cara. Diantaranya, jika Pengecernya telaten, dan petaninya peduli–tepatnya sangat membutuhkan–, atau hubungan pengecer-petani sangat baik, maka pupuk akan dibagi secara proporsional sesuai RDKK. Alokasi yang di bawah RDKK akan dibagi sesuai proporsi RDKK. Atau dengan cara yang paling mudah, siapa yang datang dan beli duluan akan dapat maksimal sesuai RDKK. Selama Pengecer memiliki stok. Poinnya, Pengecer yang menjalankan fungsi wasit. Itu jika pengecernya masih relatif tertib. Tidak awur-awuran.

Penetapan kriteria petani yang berhak, menghasilkan KELOMPOK SASARAN, ini dinilai sebagian pihak tidak efektif. Karena ada potensi tidak tepat sasaran. Atau ada petani di kelompok sasaran yang tidak dapat pupuk. Maka diperlukan prinsip Ketujuh yaitu TEPAT SASARAN.

Dengan prinsip TEPAT SASARAN, petani yang berhak membeli Puber ditentukan berdasarkan nama, alamat, komoditas yang ditanam, dan lain sebagainya. Hasilnya, ditetapkan bahwa Petani siapa, diperkenankan membeli pupuk apa saja, dalam maksimal sejumlah berapa.

Dengan prinsip ini, Petani dapat mengetahui ia akan dapat membeli Pupuk Bersubsidi berapa kg untuk usaha taninya. Kemudian ia dapat bersikap, apakah bersabar dengan kuota tersebut, atau masih mau ubet (berupaya) dapat lebih banyak dengan berbagai cara. Atau mau membeli pupuk nonsubsidi. Petani yang memutuskan.

Petani adalah pembuat keputusan pupuk yang digunakan kepada tanaman. Tanaman tidak bisa memilih pupuk yang diinginkan.

Meskipun pupuk digunakan pada tanaman, petani juga yang menentukan. Tanaman hanya terimo ing pandum (menerima pemberian dan keputusan petani)

(Wiyanto Sudarsono)