Posted on Leave a comment

Transformasi EO

Sebuah Opini Pagi

Oleh Wiyanto Sudarsono

Ada sebuah fenomena menarik. Dalam pengelolaan sebuah even atau perhelatan acara. Saya banyak menjumpai di perkotaan. Di perdesaan sudah mulai ada juga. Mungkin sudah lama, tapi dalam bentuk lain.

Di dunia perusahaan dan bisnis. Hampir semua acara menggunakannya.

Event Organizers atau EO. Penyelenggara acara. Sebuah Tim yang disewa oleh shahibul hajat.

Gambar : loket.com

Pekerjaan EO

EO bekerja untuk pemilik acara. Mulai ikut merencanakan, mengusulkan atau mendiskusikan tema, mengatur jalannya acara, keamanan, dan tentu saja semaksimal mungkin mengakomodir keinginan shahibul hajat. Sebagai pelanggannya.

EO mengurus banyak hal. Sampai hal-hal teknis, detail, dan yah, mungkin “receh”, di tangani oleh EO. Shahibul hajat, adalah tokoh utama dalam acara. Karena mereka membayar EO agar pekerjaan mereka ringan. Termasuk memberikan pelayanan maksimal kepada tamu shahibul hajat.

Shahibul hajat fokus pada inti acara. Bahkan sebagian mereka adalah menjadi “person atau hal” yang dipanggungkan. Termasuk hal yang tidak mungkin dilakukan oleh EO, yaitu kebijakan dan materi yang akan disampaikan.

Pembayaran

Pembayaran dari shahibul hajat kepada EO-pun bermacam-macam. Tergantung kesepakatan tentunya.

Setahu saya, umumnya shahibul hajat memberikan uang muka atau DP sebagai bentuk komitmen. Sisanya setelah acara selesai. Termasuk, mungkin kompensasi jika ada hal yang dinilai tidak sesuai perjanjian atau persyaratan.

Ada juga yang tanpa uang muka. Artinya seluruh biaya di awal penyelenggaraan, menjadi beban EO. Setelah acara selesai baru dibayar dengan term tertentu.

Ini EO-nya harus punya modal yang lebih besar. Apalagi jika melayani pembayaran kredit. Ingat, EO adalah Penjual. Produk yang dijual adalah Jasa. Jadi term of payment-nya dapat mengikuti syarat pembayaran penjualan pada umumnya.

Transformasi EO

Namun, ada lagi EO yang saya nilai cukup “Outlier”. Tidak seperti biasa. Biasanya karena kemauan shahibul hajat. Entah apa alasannya. Atau memenang proses bisnis EO-nya demikian. Entahlah. Tapi ada.

EO memberikan biaya penyelenggaraan kepada shahibul hajat.

Misal untuk acara pernikahan seorang anak Petani. EO memberikan biaya penyelenggaraan kepada keluarga pengantin untuk pesta. Nanti di bayar plus keuntungan atau margin bagi EO saat sudah panen.

Tapi, seluruh kegiatan atau sebagian besar kegiatan diselenggarakan oleh keluarga petani selaku shahibul hajat.

EO-nya seolah hanya menjadi penyokong dana.

Menurut saya, karena ini opini, EO yang hanya sebagai penyokong dana ini, harus bertransformasi menjadi lembaga keuangan. Atau lembaga sosial. Mau berbasis konvensional atau syariah, itu pilihan.

Sebagai pelanggan EO, dan jika memang Pak Petani tadi memang ingin menyewa EO, Pak Petani sebisa mungkin melibatkan EO pada banyak kegiatan ke-EO-an. Misal penentuan lokasi, keamanan, penjadwalan, penjemputan tamu dan banyak lagi.

Beda lagi jika dari awal niatnya Pak Petani hanya ingin pinjam uang. Sambil nunggu panen.

Semoga bermanfaat dan ada pelajaran yang didapatkan.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Catatan Seorang Penjual

Mukadimah – Prolog

Foto : imdb.com

Tahukah atau masih ingatkah kita dengan Bill Porter (1932 – 2013)? Penjual yang kisah hidupnya diangkat menjadi film. Judulnya Door to Door (2002).

Bill Porter, lahir sebagai penyitas Cerebral Palsy. Lumpuh otak. Kelainan bawaan pada gerakan dan otot. Disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal. Sering kali sebelum lahir.

Ia adalah Penjual dengan penghargaan Salesman of The Year. Katagori Personal Sales in Region tahun 1988 dan 1989. Dari perusahaan tempatnya bekerja, Watkins Incorporated.

Foto : oregonlive.com

Gigih dan sabar, kunci sukses Bill Porter. Itu sangat diperlukan. Untuk menjadi Penjual yang baik. Tapi tidak hanya itu.

Perlu ketrampilan yang mencukupi, sedikit sentuhan seni komunikasi, dan sedikit intuisi. Ketiganya bisa dilatih.

Ada juga kisah Joe Girard, penjual mobil sukses. Enam mobil per hari. Ada juga Bob Sadino. Dll.

Mereka memiliki semangat, keuletan, dan daya tahan yang luar biasa. Perlu kita teladani. Tapi sekali lagi, itu saja belum cukup. Mereka juga memiliki strategi dan pengetahuan yang memadai.

Strategi dan pengetahuan ini terus berkembang. Sesuai zaman dan pelanggan. Inilah seninya penjualan.

Kita beruntung dapat menjumpai era sekarang. Teknologi memberikan banyak sekali alat untuk memudahkan kita dalam menjalankan tugas penjualan. Melalui gawai. Yang setiap hari kita bawa. Kemanapun, kapanpun. Lebih lekat dari celana dalam. Mungkin. Dari sisi emosional.

Di sisi lain, kemauan dan keinginan konsumen juga semakin kompleks. Kita harus kreatif, dalam melakukan aktivitas penjualan. Kita tidak boleh monoton dalam cara kita menjual. Itu-itu saja cara yang dipakai. Dan Itu-itu saja pelanggan yang didatangi.

Kita, sebagai penjual, alangkah baiknya mengetahui, di lingkungan bisnis seperti apa kita berada.

Perubahan apa yang terjadi, pelanggan seperti apa yang dihadapi, Pesaing sedang melakukan apa, serta perusahaan kita saat ini punya dan bisa apa. Ini yang pertama.

Kedua, tahapan penjualan serta berbagai tipsnya. Serta beberapa tambahan taktik dan informasi. Yang dapat kita membantu kita melakukan aktivitas penjualan dengan baik.

Kenali Lingkungan Bisnis
Penjual harus tahu yang terjadi di luar kita. Minimal di area penjualan kita.

Ada empat hal yaitu Perubahan (teknologi, pasar, sosial budaya, politik dan hukum, dan ekonomi), Pesaing, Pelanggan, dan Perusahaan kita sendiri.

Misal : teknologi apa yang banyak dipakai oleh kios atau Petani di area kita. Sudahkah mereka pada gawai berbasis Android? Atau siapa yang punya platform/Android tersebut di satu rumah pelanggan kita. Anaknya atau istrinya.

Berapa jumlah kios pertanian di wilayah kita? Kios pupuk bersubsidi berapa, Kios pertanian lainnya berapa.

Pertumbuhan jumlah penduduk juga perlu tahu, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Untuk melihat petani kita akan lebih mampu beli produk kita atau tidak.

Pesaing, punya program apa mereka. Produk baru, program baru. Adakah kita bisa melakukan sesuatu. Masih punya kekuatan kah kita melawan mereka itu.

Pelanggan, Petani. Apa yang akan mereka tanam. Respon mereka terhadap musim seperti apa.

Sekilas saja. Lebih baik jika memiliki catatan. Per kecamatan mungkin. Per kiosnya mungkin. Apalagi kalau dibukukan dalam profil wilayah, akan sangat bagus.

Selanjutnya, adalah ketrampilan Penjualan. Mulai dari mencari calon pelanggan (prospecting) sampai penutupan penjualan (closing). Serta teknik dan tips di dalamnya. Bagian kedua ini yang insyaAllah akan banyak kita ubek-ubek.

Agar aktivitas penjualan kita mangkus sangkil. Efektif dan efisien.

Agar tidak perlu ada ungkapan :

meskipun mau jungkir balik kegiatan penjualannya, kalau target tidak mencapai ya percuma. Dan, meskipun hanya tidur-tiduran, tapi target tercapai, berarti tidak dibutuhkan penjual di area itu“.

Berkegiatan penjualan untuk tercapaianya target penjualan.

Semangat Siang.

(Wiyanto Sudarsono)