Posted on 1 Comment

Catatan Seorang Penjual

Sebuah Pengantar

Penjualan adalah sebuah dunia yang mampu dimasuki oleh siapapun orangnya. Apapun latar belakang pendidikannya. Demikian kata sebagian orang.

Bahkan sebagiannya lagi, yang sudah menjadi penjual sekalipun, berpandangan bahwa penjualan itu tidak perlu teori, tidak perlu konsep.

Lakukan saja. Mulai saja, jualannya.

Tidak ada yang salah dengan “belajar lewat melakukan” . Learning by doing. Tapi bagi saya, melakukan atau praktik dengan memiliki landasan pemahaman yang memadai, bukan suatu kekurangan atau kesalahan. Bahkan ini dapat menjadi nilai plus bagi kita. Apalagi yang sudah kadung jadi penjual.

Kita dapat melakukan percepatan dengan pengetahuan dan konsep yang kita miliki. Seharusnya. Dan juga bisa dari pengalaman orang lain. Yang bisa kita dapatkan dari sumber bacaan. Atau pelatihan. Atau Diskusi. Sambil ngopi. Atau ngeteh.

Apalagi bagi kita yang baru memasuki dunia Penjualan. Akan sangat baik jika kita mulai dari pemahaman terhadap konsep dan ketrampilan penjualan. Sehingga kita tidak bingung harus mulai dari mana.

Termasuk penjual yang sudah berpengalaman. Termasuk juga yang berpengalaman dalam kegagalan mencapai target penjualan. Melihat kembali konsep penjualan akan sangat baik. Agar bisa melakukan perbaikan. Mungkin dalam prospecting, atau approaching, atau dalam closing.

Sebagaimana kalimat yang sering saya sebutkan :

Teori tanpa praktik, itu bullshit, Praktik tanpa landasan teori atau pengetahuan-lah, itu stupid.

Kalimat di atas saya angankan saat flight SUB-CGK menggunakan GA 305 pada 21.08.2019

InsyaAllah, beberapa hari ke depan, di hari kerja, kita akan berbagi catatan tentang penjualan.

Ini adalah sebuah catatan serial, yang sebagian mungkin pernah saya bagikan dengan judul yang sama, ke tim saya, dulu. Catatan Seorang Penjual. Demikian tajuknya.

Saya belum tahu ini akan menjadi berapa seri. Tapi saya akan usahakan setiap serinya cukup pendek untuk kita baca sambil pakai sepatu, atau jalan ke parkir (hati-hati), atau sambil – – mohon maaf– BAB.

Serial ini akan terbit pertama kali di blog saya wiyantosudarsono.id. Saya usahakan pagi. Dan kemudian saya bagikan ke beberapa grup WA yang saya diperkenan berbagi di dalamnya.

Saya akan banyak mengambil manfaat, mengutip, menyadur dari beberapa buku, diantaranya :
1. Sales Breakthrough, Dimas Soetomo dan Ardhi Ridwansyah, terbitan GPU, 2019.
2. WOW to WIN, Sigit Kurniawan dkk., terbitan GPU, 2017.
3. Sale Operation, The Official MIM Academy Coursebook, Markplus Institut of Marketing, terbitan ESENSI, 2010
4. Majalah Marketeers Edisi September 2019.

Bismillah. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Transformasi Kaki Kecil

Oleh Wiyanto Sudarsono

Gambar : Bestbuy.com

Pernahkah pembaca melihat film Smallfoot (2018)? Film yang menurut saya menarik.

Menceritakan tentang masyarakat di desa kaum Yeti. Di puncak pegunungan Himalaya. Yang terisolasi. Hidup dalam dunianya sendiri, yang memercayai catatan di batu.

Catatan dibuat untuk melindungi Kaum Yeti dari rasa “penasaran”. Terhadap dunia Luar. Dunia di bawah awan. Terutama dunia manusia. Atau mereka menyebutnya smallfoot.

Rasa Ingin Tahu
Sekelompok pemuda mereka penasaran dengan dunia di bawah awan. Karena mereka beberapa kali melihat makhluk lain. Smallfoot, mendekati wilayah awan mereka. Yang oksigennya sedikit, yang begitu dingin.

Salah satu Pemuda (Migo), yang dianggap gila, karena berpandangan berbeda, akhirnya menerobos awan untuk jatuh ke dunia bawah, pulang membawa smallfoot. Manusia.

Tantangan Perubahan
Perubahan baru, apalagi yang begitu mendasar, atau radikal (lihat KBBI untuk makna radikal), banyak yang antipati, menentang. Minimal enggan, atau tidak suka. (Baca Penjual yang Radikal).

Kepala suku, atau pemimpin desa kaum Yeti, tidak suka dengan temuan ini. Ia memanggil Migo. Menunjukkan sejarah kaum Yeti dengan manusia. Yang kelam.

Migo pun, mengingkari temuannya sendiri. Itu yang ia sampaikan kepada penduduk desa. Bahkan mengingkari teman – temannya. Yang semula satu keyakinan dan visi. Kepala Desa, berhasil memengaruhi Migo, untuk memusnahkan smallfoot temuannya, karena ancaman.

Temannya atau girlfriend-nya, Meechee, yang menyelamatkan smallfoot, dan mengantarnya ke dunia bawah. Sekaligus menjawab rasa “penasaran” akan dunia di bawah awan.

Akhirnya, Migo sadar. Ia menyusul Meechee, menjalin komunikasi dengan smallfoot lain dan menjalin perdamaian dengan dunia bawah.

Gambar : shiftindonesia.com

Transformasi
Kita, kaum manusia, si kaki kecil pun mengalami transformasi. Di dunia bisnis misalnya.

Seperti sudah menjadi kepastian. Transformasi pasti ada yang membenci. Tidak disukai. Minimal nyinyir. Oleh mereka yang telah nyaman diposisi saat ini. Yang mungkin, menganggap telah menjadi yang terbaik. Dalam cara, maupun hasil.

Keteguhan mengusung ide, mengekspresikan dan menjalankan ide, menjadi kunci sukses transformasi. Tidak hanya satu orang, harus beberapa orang. Tim.

Kalau mengacu pada si mbah Vilfredo Pareto dengan Prinsip Pareto nya, minimal 20%-lah. 20% orang yang sevisi dalam Transformasi kan bisa mentransformasi seluruh organisasi. 20% di berbagai level.

Itu pelajaran yang saya ambil dari menonton film Smallfoot.

Bismillah. Yuk, bertransformasi. Menjadi lebih baik.

(Wiyanto Sudarsono)