Posted on Leave a comment

Kau Biarkan atau Kau Rawat?

oleh Dian Lusiyanti P

Budeee, aku nemu anak burung” teriak si mbarep kepada budenya di jam bobo siang adeknya.
Sontak saja adek yang sudah mau merem, beranjak dari setengah sadarnya.
“Mau kemana dik?”
“Lihat burung, mas bawa burung”

Lalu acara bobo siang pada hari itu gagal.
Dan mereka kembali akur dalam satu misi bersama, yaitu merawat burung.
Maknya, gagal me time juga.

“Dapat dari mana mas burungnya?”
“Jatuh bun, di simpang jalan sana”
“Kasihan mas, lepasin aja. Masih kecil dia, nanti dicari induknya” jawab sang Bunda.

“Jangan, mau aku rawat kok”

Sejenak saya berfikir, tiga ekor burung ini akan menjadi pelajaran baru buat anak-anak. Meski saya tak yakin akan bertahan berapa hari di tangan mereka. Setidaknya saya sadar, pilihan untuk membawa pulang anak burung tersebut adalah yang terbaik.
“Engkau biarkan di sana maka akan dimakan kucing, engkau bawa pulang maka tak bisa lepas dari tangan Akhtar”

Anak kedua kami, Akhtar, pemberani. Berani sama hewan. Tanpa jijik. Tanpa takut. Dipeganglah, dimasuk dan keluarkan dari kandang, atau dimainkan sayapnya. Lima menit akur dengan rayuan si mas: “Adek lihat aja ya mas, ga pegang lho ya“. Sisanya? Penuh dengan teriakan sang kakak yang tak rela burungnya diewer-ewer.

Disitu mas Ahnaf belajar, bagaimana memberi makan burung, memberi tempat hangat dengan meletakkan sangkarnya di teras dalam, dan melindunginya dari cengkraman tangan adiknya.

Tak bertahan lama, hari ketiga setelah saya beri sarapan burung itu, si adik datang. Buka tutup pintu kandang. Lalu burung loncat pas ketika pintu dilepas. Krek. Tepat di kepalanya.

Beberapa menit kemudian, di atas tangan saya, burung pertama mati, setelah dia mengepak-ngepakkan sayapnya. Sedih.
Dan masnya mulai menangis.

“Mas, tolong yang mati dirawat sama kayak burung gagak dalam kisah Qabil dan Habil” suruh saya.
“Dikubur ta bun?” tanyanya.
Yaa.”

(Dian Lusiyanti P)

Posted on Leave a comment

Peritel Pupuk

Episode 5. Sebuah Mini Seri

Peritel (retailer –pengecer–) adalah ujung tombak, bagi setiap perusahaan yang menjadikannya sebagai saluran penjualan. Ujung tombak bagi perusahaan yang menjadikan pasar ritel menjadi tempat pemasaran dan penjualan produk. Produk tersebut, tentu untuk digunakan oleh pengguna akhir yang bersifat pribadi, perorangan, bukan badan usaha. Bisa untuk diri pengguna sendiri bersama keluarga, bisa untuk hewan peliharaannya, atau bisa untuk tanamannya.

Perusahaan pupuk pun demikian. Untuk pasar ritel, masih banyak bertumpu pada penggunaan peritel sebagai saluran penjualan.  Meski Sebagian perusahaan pupuk sudah mulai menggunakan jasa pasar daring (market place, online).

Pupuk bersubsidi sepenuhnya masih menggunakan peritel, yang disebut dengan pengecer (bedakan dengan penyebutan “kios”). Pengecer bertanggung jawab dalam penyaluran Puber yang diterima dari Distributor kepada kelompok tani (Poktan)/Petani.

Pengecer hanya diperkenankan menyalurkan kepada petani. Petaninya harus bergabung dalam Poktan. Poktannya harus menyusun e-RDKK.

Petani di e-RDKK hanya yang melakukan usaha tani. Usaha tani di tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan peternakan. Maksimal luas lahan dua hektare. Atau petani ikan/udang maksimal satu hektare.

Peritel Berilmu

Menjadi pengecer pupuk juga ada ilmunya. Asosiasi Industri Pupuk Internasional (IFA) dan Organisasi Pertanian dan Pangan PBB (FAO) telah menerbitkan panduan menjadi pengecer pupuk sejak 1990, diperbaharui pada 2002. Fertilizer Retailing Guide. Kita patut bersyukur, yang berbahasa Indonesia sudah ada. Paling tidak yang mirip dengan itu, karena sebagian panduan diadopsi dari Guide dari IFA. Panduan Pengecer Pupuk Bersubsidi. Disusun oleh salah satu produsen pelaksana Puber.

Barusan saya mendengarkan, Guru Pemasaran dari Indonesia (Hermawan Kartajaya) dalam webinar pada hari terakhir Pekan UKM 2020 di materi CI-EL (Creativity – Innovation-Entrepreneurahip – Leadership), bahwa sebagai pelaku UKM, harus terus belajar. Tidak harus selalu mengejar gelar dan sertifikat, itu tidak salah, tapi belajar terkait hal-hal yang kita berkecimpung di dalamnya.

Itulah perlunya kita mengilmui yang kita lakukan. Termasuk terkait kepengeceran pupuk bersubsidi, terutama bagi Pengecer, Distributor, dan bagi petugas yang memiliki tanggung jawab dalam Puber.

(Wiyanto Sudarsono)