Posted on Leave a comment

Pilar Keadilan Penjual (2) – Jangan Angin-Anginan

Seri Kesebelas, Serial Jualan dengan Karakter

Prinsip #11, Perlakukan pelanggan dengan baik di segala kondisi.

Banyak hal yang menyusun diri kita. Sehingga kita dapat disebut sebagai manusia. Seutuhnya. Fisik, pikiran, perasaan, emosi, dll. Penyusun itu juga memengaruhi sikap kita, terhadap orang lain. Dan sebaliknya. Orang lain kepada kita.

Sebagai penjualpun demikian. Perasaan juga memengaruhi sikap dan karakter kita.

Tentang perasaan misalnya. Jika kita termasuk pemilik perasaan yang angin – anginan, atau bahasa lainnya moody (dari kata dasar mood yang artinya suasana hati), kita harus hati-hati. Lebih hati-hati.

Jangan sampai, saat kita senang, kita bisa memberikan layanan yang WOW. Namun saat hati tidak enak, atau bad mood, pelanggan kita “paksa” ikut merasakannya.

Mungkin kita pernah mendapati. Saat belanja di minimarket, pramuniaganya cemberut. Menyambut dengan kata-kata saja. Sekadar kata-kata manis. Sesuai prosedur. Tanpa disertai muka yang manis. Mungkin kita hanya bisa membatin dalam hati, mungkin habis diputuskan pacarnya.

Kita seolah diajak merasakan suasana hati penjual. Yang sedang tidak enak.

Sebagai penjual yang baik dan berkarakter baik, perasaan atau sikap moody ini haruslah diubah. Berikan perlakuan yang baik kepada pelanggan disetiap situasi.

Perlakuan yang baik, meski untuk mencapai terbaik akan sulit sekali. Jangan sampai pelanggan merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan dari kita. Baik ucapan, perbuatan, bahwa tubuh atau cara komunikasi kita.

Konsistenkan kebaikan kita dalam bersikap kepada pelanggan. Artinya selalu baik di segala situasi. Tidak hanya suasana hati, tapi baik disetiap tahapan penjualan.

Jangan sampai, kita baik dan rajin komunikasi saat pendekatan. Setelah berhasil bertransaksi jual beli, selesai sudah. Tak ada kabarnya lagi.

Sebenarnya sih, prinsip ini hanya memanusiakan pelanggan. Menganggap pelanggan sebagai orang. Makhluk sosial. Tidak sekadar transaksional. Lebih sebagai teman. Sehingga kita akan selalu baik dengan pelanggan.

Sudahkah hari ini kita mengontak pelanggan hari ini? Orang yang dulu pernah menjadi pelanggan kita? Sekadar kirim SMS atau WA. Saya sudah, setelah membaca materi ini. Pak Pauyan namanya. Pengecer dan Ketua Gabungan Kelompok Tani di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Keramahan dan Kamuflase Harga

Saya masih terus terpesona dengan orang-orang yang terlibat di bisnis keramah-tamahan. Hospitality. Salah satu dari sekian bisnis bidang Jasa. Services.

Suatu pagi di bulan September, saya ke BNI, KCU Kediri. Satpamnya menyambut ramah, teller-nya pun begitu. Senyumnya seolah standar. Sepenuh hati. Paling tidak yang saya rasakan. Terlepas telah terjadi prahara apa mereka di pagi hari. Perang bratayudha sebelum anak berangkat sekolah, demikian biasanya seminar parenting menggambarkan, tidak terlihat dalam keramahan mereka, yang di tempat lain akan mudah kelihatan.

Keramahan ini harusnya ada di semua lini bisnis, yang berhadapan dengan dengan pelanggan. Internal maupun pelanggan eksternal.

Oh ya, diantara dari bisnis keramah tamahan yang saya ketahui diantaranya, hotel, pariwisata dan rumah sakit. Semua di sektor jasa. Sebagian ahli, menyatakan bahwa di sektor barang, juga tidak dapat dilepaskan dari jasa, pelayanan. Keduanya, barang dan jasa melekat. Karena itu, di dunia Pemasaran ada kompetensi Sales Operation, Brand Operation dan Service Operation.

Ada yang menarik di dalam materi LDP, Leadership Development Program. Bahwa service, pelayanan, itu dapat mengaburkan harga. Mengkamuflase harga. Demikian kata pemateri pertama kami.

Ia mencontohkan, pelayanan rumah sakit. Bagaimana kita diberikan pelayanan yang WOW, tapi semuanya dihitung. Meski kita menilai tidak membutuhkan.

Didorong di kursi roda, padahal segar bugar, seperti yang pernah saya terima sebelum operasi hemoroid. Prosedurnya memang begitu. Tapi itu di bebankan sebagai biaya, bagi pasien atau pelanggan. Sehingga pasien, atau pelanggan, akan berkata “pantas mahal, pelayanan benar-benar memuaskan”.

Dengan pelayanan, pelanggan akan memaklumi harga yang dikenakan. Demikian juga di penerbangan, tiket paling mahal selalu habis. Dengan pelayanan terbaik dikelasnya.

Berbeda dengan bisnis yang pelayanannya buruk, meski murah akan ditinggalkan. Kasus penerbangan mungkin bisa dikecualikan. Terpaksa, karena murahnya, dulu.

Karena itu, jika kita tidak bisa berbuat banyak di sisi harga, mari kita perbaiki pelayanan kita. Mudah mudahan pelanggan akan menerima produk kita dengan tambahan nilai yang kita berikan melalui pelayanan yang WOW.

WOW your Service lalu Grow Your Sales. Itu salah satu judul buku, yang ternyata belum selesai saya baca.

(Wiyanto Sudarsono)