Posted on 2 Comments

Penjual yang Radikal

Radikal. Kata yang begitu populer beberapa hari ini. Karena sesuatu. Sebagian besar kita mungkin sudah tahu.

Tak ketinggalan. Acara talk show politik dan hukum-pun mendiskusikannya. ILC. Edisi 5 November 2019. Judulnya “Apa dan Siapa yang Radikal?”. 3 jam 17 menit 47 detik. Versi YouTube.

Saya tidak akan mengulas itu. Silakan tengok sendiri di kanal YouTube “Indonesia Lawyers Club”.

Saya ingin mendiskusikan radikal dalam dunia pemasaran. Dan penjualan.

Menunjuk ke KBBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Andalan saya saat diskusi “Provinsi vs Propinsi”. Makna radikal :
Ra.di.kal
1. Secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip) : perubahan yang radikal.
2. Amat keras menuntut perubahan(undang-undang, pemerintahan).
3. Maju dalam berfikir dan bertindak.

Di dunia pemasaran, penjualan, bisnis, dan organisasi-pun ada kegiatan dan program yang radikal. Dan harus radikal. Jika tidak radikal tidak berhasil.

Kegiatan dan program itulah TRANSFORMASI.

Transformasi bisnis dapat diartikan sebagai setiap perubahan RADIKAL dalam suatu organisasi perusahaan atau bisnis.

Demikian yang disampaikan salah satu majalah bisnis dalam edisinya tentang corporate transformation. Perubahan yang Radikal, mendasar.

Tak lepas dari itu. Penjual, salesperson, atau salesman pun harus radikal. Harus mendasar. Sampai kepada hal yang prinsip. Dalam pengetahuan penjualannya. Dalam upaya penjualannya.

Penjual-pun harus radikal. Sebagai makna yang ketiga. Maju dalam berfikir dan bertindak. Maju dalam berjualan.

Untuk maju dan radikal tadi dalam penjualan, harus mampu dan mau mendobrak kebuntuan. Karena itu saya tertarik dengan buku “Sales Breakthrough.”

Agar tidak buntu dalam berjualan. Agar bisa radikal. Maju untuk bertindak dalam penjualan.

Mari kita menjadi penjual yang radikal.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Pilar Kewarganegaraan (2) – Pengembangan Masyarakat

Seri ketujuhbelas, Serial Jualan dengan Karakter

Prinsip #17, Libatkan masyarakat sekitar Kita untuk meningkatkan kesejahteraan mereka

Industri, atau bisnis, apapun itu membutuhkan masyarakat. Tidak bisa berdiri sendiri. Sebagai sumber faktor produksi -misal tenaga kerja atau bahan baku- atau sebagai pasar.

Untuk kelangsungan bisnis yang berkesinambungan, hubungan dengan masyarakat harus baik. Harus berorientasi masa depan. Dan masyarakat sekitar kita juga harus sejahtera. Kita harus berpikir ke arah sana. Sebagaimana kita ingin sejahtera.

Pertanian, atau lebih luasnya agroindustri, sangat dekat dengan itu. Dengan masyarakat dan lingkungan. Karena itu, saya senang berada di lingkungan industri yang memiliki misi pengembangan masyarakat.

“Mengembangkan potensi usaha untuk mendukung industri kimia nasional dan berperan aktif dalam community Development”. Demikian bunyi dari misi ketiga sebuah perusahaan pupuk nasional.

Misi itu bukan sekedar tulisan. Dalam Praktiknya pun demikian. Dengan CSR jelas. Karena kewajiban. Namun, unit pemasaran perusahaan tersebut tampaknya juga sadar akan hal itu.

Karena itu, unit pemasaran mereka melaksanakan Pelatihan Anak Tani Remaja (Patra). Seingat saya sudah tiga kali. Setahun sekali. Dengan format yang berbeda.

Melatih anak tani (putra-putri petani) menjadi salah satu pengembangan masyarakat. Selain juga menjamin keberlangsungan keberadaan petani. Kegiatan ini juga menjamin ketersediaan pasar bagi produk perusahaan tersebut.

Pemilihan anak Petani remaja ini saya nilai tepat. Tepat sebagai sasaran program. Pertama, remaja, sebentar lagi dewasa. Sudah bisa mengambil keputusan. Dan dihargai pendapat dan keputusannya. Di dalam keluarga. Di desanya.

Kedua, para Petani sudah banyak yang tua. Mau tidak mau harus di delegasikan. Atau diwariskan.

Ketiga, ayahnya atau petaninya, sehari hari memiliki kesibukan dengan sawah, kebun, atau ternaknya.

Dan keempat, usia lebih mudah dinilai lebih mudah menerima inovasi dan mengadopsi teknologi.

Pelatihan bagi anak Tani remaja ini
seperti menyediakan pelari estafet bagi pasar produk. Pelatihan ini juga ibarat mempersiapkan pasar masa depan.

Berkontribusi untuk masyarakat sekaligus meningkatkan penjualan.

Secara lingkup kecil, tiap-tiap penjual, semestinya berfikir yang sama. Mengembangkan masyarakat. Mencerdaskan mereka. Menyejahterakan mereka. Sehingga penjual bisa lebih di cinta.

Kalau sudah cinta. Paite kopi rasane legi.

(Wiyanto Sudarsono).