Saya mendapat tanggapan menarik dari pembaca. Tanggapan atas catatan saya Kenangan Semangat (Sabtu, 2 Januari 2021).
Tanggapan yang sangat menarik. Bagi saya, inti tanggapan itu adalah sebuah harapan untuk perbaikan dalam sistem pembayaran/ kompensasi kepada petugas penjualan (sales person) agar semangat tetap terjaga.
Dan saya sepakat dengan harapan itu. Kami pernah berjuang untuk mewujudkan itu. Bagi saya tidak layak seorang penjual itu dibayar secara PGPS -maaf, pinter goblok penghasilan sama-. Baru sedikit berhasil.
Untuk menjaga motivasi penjual, harus ada sistem kompensasi berbasis kinerja. Selain tentunya sebuah pendapatan tetap untuk menghargai sebuah keberadaan orang (eksistensi fisik).
Jika penjual mencapai target atau berhasil melakukan penjualan, ia mendapatkan sebuah tambahan pendapatan. Pola dan jenisnya macam-macam. Semoga suatu saat dapat kita diskusikan.
Masing-masing individu penjual tentu punya target. Umumnya disebut KPI, key performance indicator. Jadi bukan hanya yang terbaik yang diberi, namun yang mencapai kriteria KPI tertentu diapresiasi, tentu dalam bentuk materi. Karena kita semua bekerja bukan berlomba.
Salah satu pemateri pelatihan yang pernah saya ikuti -kalau tidak salah: Sales Supervisor Development Program-, berkata: “tidak hanya bapak-bapak (level manajerial) yang pingin kaya. Para penjual juga pingin kaya“.
Dengan adanya sistem kompensasi yang pas, penjual akan termotivasi. Tidak menjadikan produk kita sebagai fixed income, tambahannya cari dari produk lain, bahkan jualan produk pesaing.
Saya betul-betul diingatkan sekaligus disentil atas tanggapan tersebut. Saya jadi teringat kembali, oh ternyata perjuangan itu belum usai. Perjuangan untuk memberikan sistem pembayaran yang “layak” bagi tim penjualan.
Sistem pembayaran yang memotivasi untuk bekerja dan menjual dengan lebih baik. Sebuah harapan dari penjual yang memiliki cita-cita untuk senantiasa berkembang dengan jalur yang benar.
(Wiyanto Sudarsono)