Seri-19, Mendengarkan untuk Melayani
Tidak sedikit orang -bahkan terkadang muncul dalam diri saya- yang memiliki pandangan bahwa sikap diam dan mendengarkan itu tidak keren. Menjadi pendengar yang baik seolah memosisikan diri kita sebagai orang dungu dan bodoh dalam forum.
Tidak sedikit kita dapati orang berebut bicara. Di forum apapun. Di rapat besar atau kecil. Bahkan yang hanya sekadar obrolan dua atau tiga orang.
Kita tanpa sadar berkeyakinan bahwa, jika ada dua orang -yang salah satunya saya- sedang berbincang, maka saya yang harus berbicara dan didengarkan. Bahkan tidak jarang saling potong.
Diam dan mendengarkan seolah menjadikan kita sebagai orang yang tidak memiliki pengetahuan. Sementara yang berbicara adalah yang berpengetahuan dan menguasai topik.
Saya memiliki pengalaman, jika kita mendengarkan sedari awal, hanya mendengarkan, kita memiliki pengetahuan yang lebih luas. Setelah mendengar berbagai pendapat. Sehingga bisa mengambil pendapat sana sini, dan bisa memberikan tanggapan terbaik.
Saya pernah, dan belakangan memaksa diri untuk diam dan cukup mendengarkan dalam rapat. Saya berusaha tidak berbicara kecuali diminta dan disilakan oleh pimpinan rapat. Atau atas permintaan seorang peserta rapat lainnya. Menjadi tidak enak ketika diminta menjadi orang yang pertama berpendapat.
Saya harus melatih diri ketika pada forum dan obrolan non formal. Atau di saluran telepon. Masih sering terpancing. Bahkan memotong. Saya harus hilangkan keyakinan yang salah tentang berbicara dan mendengarkan. Yang tanpa sadar muncul.
Padahal keyakinan bahwa berbicara adalah lebih keren adalah salah besar. Dan ia adalah penghalang dari mendengarkan.
Sebaliknya, saya harus memunculkan sikap diam dan serius mendengarkan. Dengannya berharap dapat pengetahuan atau sudut pandang baru. Kalaupun tidak dapat, sikap diam sudah cukup sebagai pembelajaran.
(WS)