Masih tentang Biografi Abu Bakar Ash-Shidiq. Salah satu hal penting dalam kepemimpinan Abu Bakar dan keputusan hebatnya adalah melanjutkan pengiriman pasukan militer yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid.
Pasukan itu disiapkan oleh Rasulullah sebelum Beliau meninggal dunia. Untuk menggempur dan membebaskan sebagian wilayah Syam dari kekuasaan Kekaisaran Romawi.
Usamah bin Zaid waktu itu berusia 18 atau 20 tahun. Sedangkan, di dalam pasukannya ada Umar bin Al-Khaththab.
Sebagian besar sahabat, termasuk Usamah sendiri, meminta agar Abu Bakar membatalkan pemberangkatan pasukan. Juru bicara yang diutus Usamah adalah Umar bin Khaththab. Namun, Abu Bakar tetap pada keputusannya.
Para Sahabat menerima itu. Tapi sebagian meminta agar Panglima diganti dengan yang lebih senior. Umar diutus lagi sebagain juru bicara. Abu Bakar menjawab dengan tegas : “Celaka kamu Umar, Apakah Rasulullah yang mengangkat Usamah sebagai Panglima, sedangkan Abu Bakar yang mencopotnya?!”.
Saat mengantar pasukan, Abu Bakar memberikan wasiat. Dan berbicara kepada Usamah. Abu Bakar jalan kaki, menuntun kendaraan berupa hewan tunggangan. Sedang Usamah duduk di atas kendaraan tersebut. Salah satu pembicaraannya, Abu Bakar meminta izin kepada Usamah agar Umar tinggal di Madinah.
Seorang Penasehat
Demikianlah hakikat penasehat, sahabat, dan pemberi pertimbangan. Penasehat adalah orang yang memberikan nasihat kepada kebenaran menurut sudut pandangannya. Tentu berdasarkan sumber-sumber kebenaran dan pemahamannya.
Berkali-kali, pendapat Umar tidak sama dengan pendapat Abu Bakar. Tentang tawanan perang Badar, mereka berbeda. Tentang pemberangkatan dan kepemimpinan Usamah, mereka berbeda.
Penasehat bukan orang yang selalu membenarkan dan senantiasa mengiyakan pendapat dan pandangan kita. Lihatlah, Abu Bakar kepada Umar. Begitu berbeda pandangannya.
Penasihat juga harus berani menyampaikan sudut pandang lain. Itu kelebihan Umar dihadapan Abu Bakar. Bahkan, tanpa perlu ditanya, jika kebijakan dan keputusan yang diambil dinilai kurang pas, penasihat atau sahabat harus berani mengingatkan.
Lihatlah, bagaimana Umar menjadi juru bicara para sahabat. Sahabat yang lain mungkin segan, menyampaikan pandangan kepada Abu Bakar. Umar berani untuk itu. Dan itu perlu.
Ketulusan, kejujuran, berkehendak kepada kebenaran, dan keberanian adalah sifat yang perlu dimiliki oleh pemberi nasehat, sahabat, dan pemberi pertimbangan. Itu sekelumit hikmah yang saya tangkap dari permintaan Abu Bakar agar Umar tetap tinggal di Madinah.
Semoga kita dapat meneladani cara bersahabat pendahulu kita dari Muhajirin dan Anshar.
(Wiyanto Sudarsono)