Posted on Leave a comment

Pelanggan dan Kawan

Catatan Senin Bahagia

“Jika pelanggan salah dalam cara menggunakan produk, tentu kita ingatkan. Apalagi sahabat dan kawan, jika terdapat kesalahan, sikap, kata, tindakan,  dan keputusan, tentu kita bersedia mengingatkan bukan?”

“Jualah kepadaku pena ini?”. Kalimat pembuka dari seorang pembicara dan motivator penjualan yang ulung. Potongan terakhir dari adegan film Wolf of Wall Street (2013, R). Terinspirasi dari novel dengan judul yang sama. Tulisan Jordan Belfort (2009).

Jordan Belfort, seorang pialang saham yang jago. Ia begitu bersemangat mengejar kesuksesan. Dalam Penjualan. Dan kekayaan tentunya.

Fasih berbicara. Jago bernegosiasi. Tapi seolah yang ia kejar hanya duit, duit, dan duit. Kurang memanusiakan para pelanggannya. Dan karyawannya.

Pelanggan = Kawan

Friendly, Sahabat bagi siapa saja. Demikian salah satu tips dalam pendekatan kepada calon pelanggan.

Seorang penjual — pemasar– harus mampu menjadi sahabat, kawan, dan teman. Demikian pula sebaliknya. Pelanggan adalah sahabat bagi seorang penjual.

Hubungan persahabatannya begitu dekat, begitu hangat. Tidak hanya sekedar transaksional. Bukan setelah closing (transaksi), terus plencing (pergi).

Apakah tanpa masalah? Jelas tetap ada masalah. Sebagaimana hubungan persahabatan lainnya. Pasti pernah dan akan ada masalah.

Jika pelanggan yang bersalah. Terlambat datang pada pertemuan penjualan. Penandatanganan SPJB misalnya. Padahal sudah jelas di undangan. Pelanggan sudah minta maaf dan menjelaskan alasan. Sahabat yang baik akan memaafkan bukan?

Barang yang datang tidak sesuai dengan pesanan. Sebagaimana sering kita alami. Penjual meminta maaf, bisanya ditambah kompensasi. Diskon, atau produk baru yang lain. Gratis.

Menjadi sahabat bagi pelanggan, hadir tanpa topeng. Senyum dan sapaan yang tulus. Bersikap wajar, dalam bicara, gestur, hingga penawarkan produk secara halus.

Dengan begitu kita bisa menjadi manusia bagi pelanggan yang juga kawan, bukan serigala yang siap menerkamnya.

Kawan = Pelanggan

Agni S. Mayangsari, pembicara yang beberapa kali saya ikuti kelasnya. Bidangnya “Service Excelent”. Bukunya, Hearty Service, Service itu di sini (di hati).

Dia pernah berkata pada suatu waktu. “Kita harus memberikan service excelent, layanan prima, kepada pelanggan. Siapa pelanggan utama kita?” Dia bertanya kepada kelas. Macam-macam jawabannya. Dia melanjutkan : “Keluarga”.

Yang juga termasuk Pelanggan  adalah kawan, sahabat, teman, tetangga, atasan di kantor, tim kita. Itu semua juga adalah pelanggan. Pelanggan, tidak hanya pembeli produk kita. Tapi lebih luas dari itu.

Pelanggan adalah yang merasakan keberadaan kita. Yang menerima hasil kerja kita.

Dan kita mungkin bisa bersepakat, bahwa sahabat, tetangga, atasan, tim kita, adalah pelanggan utama. Selain bisa saja menjadi pembeli produk kita, tapi juga akan membantu kita.

Terdampak dengan kebaikan sikap kita, – – ataupun yang sebaliknya. Karena begitu seringnya interaksi dan pertemuan.

Gangguan persahabatan, bisa saja. Pasti ada. Yang teman hidup saja bisa ada gangguan.

Kalau tidak ingin ada gangguan, berarti tidak menginginkan adanya hubungan dan persahabatan.

Jika pelanggan salah dalam cara menggunakan produk, tentu kita ingatkan. Apalagi sahabat, jika terdapat kesalahan, sikap, kata, tindakan,  dan keputusan, tentu kita bersedia memaafkan dan mengingatkan bukan?

Tidak hanya mengingatkan. Tapi Memaafkan. Meluruskan kesalahan. Kadang hanya masalah pemahaman.

Bahkan, terkadang perlu ketegasan. Namun, bukan lantas mendiamkan, tidak memberi sapaan. Apalagi salam.

Kita bisa jadi tidak cocok dengan satu dua pemahaman, dan keputusannya. Namun, kita harus yakin lebih banyak kecocokannya.

(Wiyanto Sudarsono)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *