Posted on Leave a comment

Memahami Sawah

Sawah di Jawa Timur (foto : istimewa)

Menggambarkan sawah adalah hal yang tak mudah. Terlebih menggambarkan kepada orang yang belum pernah melihat sawah. Melihat gambar sawah sangat mudah. Hanya klik dan mengetik di google.

Saya menemukan gambaran – – dengan kata-kata– menarik. Tentang sawah. Oleh Penulis Amerika. Malcolm Gladwel. Saat menggambarkan sawah di Tiongkok, tepatnya di Tiongkok Selatan.

Malcolm Gladwell bukan ahli pertanian. Ia adalah penulis populer. Buku-bukunya bagus. Tipping Point, Blink, dan Outlier. Masih masuk daftar tunggu – – untuk saya baca– adalah David vs Goliath.

Berikut ini gambaran sawah yang ia berikan dalam bukunya Outlier :

Sawah “dibangun” bukan “dibuka” sebagaimana lahan gandum. – – atau lahan perkebunan kelapa sawit–. Kita tidak bisa menyingkirkan pepohonan, semak-semak, batu-batuan, dan kemudian membajak lahan kosong itu.

Sawah dibangun di sisi pegunungan, dalam serangkaian petak yang berjenjang. Atau dibangun dari tanah rawa dan dataran yang memiliki banyak sungai.

Sebuah sawah harus diirigasi. Sebuah sistem pematang yang rumit harus dibangun di sekeliling lahan tersebut. Selokan harus digali dari sumber air terdekat dan gerbang air dibangun menuju pematang, agar arus air bisa diatur sedemikian rupa untuk mengairi sawah seperlunya.

Sementara itu, sawah sendiri harus memiliki dasar dari tanah liat yang keras; bila tidak, air akan meresap ke dalam tanah. Tetapi, tentu saja, benih padi tidak bisa ditanam di atas tanah liat yang keras, jadi di atas tanah itu harus terdapat lapisan lumpur yang lembut dan tebal. Dan lapisan tanah itu, begitulah sebutannya, harus ditangani dengan cermat agar bisa mengering dengan tepat dan menahan tanaman agar terendam pada tingkat yang optimal.

Padi harus diberi pupuk berulang kali, dan hal ini merupakan seni tersendiri. Secara tradisional, para petani menggunakan “tanah malam” (kotoran manusia atau hewan), dan kombinasi kompos yang dibakar, lumpur sungai, sisa sayur, dan jerami. Mereka – petani- harus berhati-hati, karena terlalu banyak pupuk, atau jumlah yang tepat namun diberikan di waktu yang salah, sama buruknya dengan jumlah yang terlalu sedikit.

Saat musim tanam, petani Tiongkok memiliki ratusan varietas padi yang berbeda untuk dipilihnya. Masing-masing menawarkan kombinasi kelebihan dan kekurangan yang sedikit berbeda. Misalnya, hasil panen dan seberapa cepat pertumbuhannya, atau seberapa baik hasilnya pada saat kemarau, atau seberapa buruknya di tanah kering.

Seorang petani, mungkin akan menaman selusin atau lebih varietas pada saat yang bersamaan, menyesuaikan campurannya dari musim ke musim untuk menangani risiko gagal panen.

Sang petani atau istrinya (atau lebih tepatnya seluruh keluarga, karena bertanam padi adalah pekerjaan keluarga) akan menanam benih padi (menyamai) di lahan benih yang sudah disiapkan secara khusus sebelumnya.

Beberapa minggu kemudian, benih (yang telah menjadi bibit) akan di tanam ke dalamĀ  lahan. Dengan hati-hati ditempatkan pada barisan dengan jarak sekitar 20 cm, dan kemudian dirawat dan dipelihara.

Pencabutan rumput liar dilakukan dengan tangan. Dengan rajin dan tak henti-hentinya, karena tanaman padi bisa dengan mudah dikalahkan oleh tanaman lainnya. Kadang, tanaman padi akan diberi penutup dari potongan bambu untuk mencegah gangguan serangga.

Petani harus memeriksa ketinggian air berulang kali dan memastikan bahwa air tidak terlalu panas di bawah matahari musim panas. Atau tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit.

Pada saat padi mulai tua, petani mengumpulkan semua teman dan keluarganya, dalam koordinasi yang menakjubkan. Memanennya secepat mungkin, sehingga mereka bisa memanen dan menaman kembali sebelum musim dingin yang kering dimulai.

Beras – – atau mungkin gabah– dijual di pasar untuk membeli berbagai kebutuhan hidup lainnya. Beras adalah sarana untuk menilai kekayaan dan status seseorang. Beras atau padi menjadi panduan kehidupan mereka setiap harinya.

Selesai kutipan dari dalam buku, dengan sedikit penambahan dan penyesuaian.

Gambaran sawah di atas mungkin sedikit berbeda dengan sawah kita di Indonesia. Tapi pada prinsipnya sama. Sawah dibangun bukan di buka. Dan kehidupan masyarakat petani, sangat dipengaruhi oleh sawah. Termasuk cara berpikir mereka dan cara mereka menangani berbagai masalah kehidupan.

Silakan tinjau lebih lanjut pengaruh budaya “sawah” terhadap kehidupan individu dan masyarakat. Bahkan ketika mereka – – dan anak keturunan mereka– tak lagi bersawah dan jauh dari kampung halaman moyang mereka. Tentu di buku Outlier karya Malcolm Gladwell.

(Wiyanto Sudarsono)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *