Bekerja, bertugas atau hanya sekedar perjalanan dinas di kampung sendiri selalu terasa istimewa. Berasa mudik, pulang ke kampung halaman; mudik, pulang ke udik.
Memerintahkan seorang tim atau staf untuk bertugas di kampungnya sendiri, sering disebut oleh senior-senior saya sebagai: nyangoni kere minggat. Memberi uang saku kepada orang yang papa untuk pergi.
Arti sebenarnya dari “nyangoni kere minggat” saya tidak tahu. Jadi saya perlu bertanya.
Alhamdulillah baru-baru ini saya ditambahkan ke dalam WA Grup “Trah Wongsonadi”. Wongsonadi adalah buyut saya dari garis ayah dari Yogyakarta.
Berikut jawaban dari Om saya atas pertanyaan tentang makna: “Nyangoni kere minggat”:
Nyangoni kere minggat meniko aslinipun tembung engkang salah kaprah. Saget kawastanen tembung engkang radi kasar, namung ngemu teges ekang lebet.
Tembung nyagoni saget dipun artekaken ngasih sesuatu niku mboten kedah sesuatu yang nyata, saget wewarah utawi pitutur.
Kere: saget dipun artekaken ndak punya apa-apa atau sudra.
Minggat: saget dipun arteaken pergi utawi ninggal aken sesuatu sae kanti pamit menopo mboten .
Dados, nyagoni kere minggat artos ipun mekaten “memberikan sesuatu itu harus ikhlas secara lahir dan batin; jangan terlalu berharap atas apa yg kita berikan kepada seseorang untuk mengabdikan dirinya pada sesuatu yang telah pergi dari kita.” Kalau mau dijabarkan disini terlalu banyak.
Saya akan kunci maknanya: tentang keikhlasan memberi. Seperti memberikan sesuatu kepada orang yang tak berpunya sebagai bekal untuk pergi, sehingga tidaklah dapat diharapkan sesuatu darinya. Harus IKHLAS.
Semoga kita dapat ikhlas. Melebihi keikhlasan perusahaan saya menugaskan saya ke Lampung, kampung halaman saya.
(Wiyanto Sudarsono)