Posted on Leave a comment

Kartu Tani: Memupuk Asa Pertanian Rakyat

Oleh: Wiyanto Sudarsono

Kartu Tani tepat jika disebut terobosan besar dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Transformasi dalam kebijakan subsidi pupuk. Begitu Radikal, begitu mendasar.

Bukan hanya untuk pupuk bersubsidi tapi untuk Pertanian Indonesia. Melalui Kartu tani, bantuan sosial pertanian bisa masuk, KUR (Kredit Usaha Rakyat), termasuk digunakan dalam penjualan hasil pertanian dan lain lagi. Besar sekali cita-cita kartu tani ini.

Saya memberikan sedikit tanggapan atas tulisan Abah Dahlan Iskan “Kartu Pupuk” yang terbit di disway.id. Terbit juga di Harian Disway (22 Oktober 2020, Hal.18).

Kartu tani menjadi jawaban untuk beberapa persoalan pupuk bersubsidi. Penerima pupuk bersubsidi akan dipastikan tepat. Selama penentuan penerima kartu tani juga tepat.

Harga beli petani juga akan tepat, tidak dimahal-mahalkan. Kecuali ada biaya bayangan. Seperti petani tidak punya uang, sehingga harus pinjam dulu ke Pengecer. Tentu bisa tidak bebas biaya.

Sebagaimana kebijakan umumnya, perlu tahapan dan persiapan matang dalam implementasinya. Saat ini, kartu tani masih berproses menuju implementasi secara menyeluruh.

Harapannya tanpa keributan. Tidak perlu petani ikut-ikutan turun ke jalan. Mereka turunnya ke sawah. Petani adalah entrepreneur, pengusaha.

Menilai Kartu Tani pada fase saat ini sebagai prestasi, bisa jadi terlalu dini. Bisa menyakiti petani yang terkendala kartu tani.

Dari sisi gagasan, benar ini adalah terobosan dan baik. Namun masih ada beberapa perbaikan yang harus dilakukan. Kegagalan dalam melakukan perbaikan, prestasi melalui kartu tani hanya isapan jempol.

Belum semua petani menerima kartu tani. Padahal sudah terdaftar. Juga, tidak semua kartu tani yang diterima petani dapat berfungsi. Yang berfungsi pun, belum tentu dapat digunakan. Alat gesek kartu (EDC) belum tersedia, rusak, atau ditarik Bank dan belum kembali.

Mulai 01 September 2020, seluruh Jawa, Madura, Sumbawa, Sumbawa Barat, Pinrang, beberapa kecamatan di Dairi, Bengkulu, dan Jambi, sudah wajib diberlakukan Kartu Tani. Namun, karena permasalahan di atas, dilakukan pengecualian.

Petani yang masih bermasalah kartu taninya, diperkenankan melakukan pembelian secara manual. Dengan melampirkan rekomendasi dari PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan). Permasalahan ini juga terjadi karena infrastruktur, sinyal. Seperti pulau-pulau di Kabupaten Sumenep.

Tidak ada salahnya dilakukan pengecualian wilayah yang permasalahannya sangat ekstrem. Lebih baik 80% telah jalan, dari pada tidak jalan sama sekali.

Siapa Berhak

Untuk mendapatkan kartu tani, Data pribadi petani dimasukkan ke dalam sistem Rencana Definitif kebutuhan Kelompok tani (RDKK) elektronik (e-RDKK). PPL yang memasukkannya.

Datanya mulai nama, NIK, tanggal lahir, nama, ibu kandung, sampai kebutuhan pupuknya. Termasuk di kios pengecer mana petani membeli pupuk bersubsidi. Total data yang harus diinput PPL ada 34 data untuk seorang petani.

Salah satu syarat untuk dapat masuk ke dalam e-RDKK adalah petani melakukan usaha tani dengan luasan paling luas 2 ha, kecuali perikanan, paling luas 1 ha (Permentan 01 tahun 2020 dan perubahannya). Sehingga dapat dimaknai bahwa jika petani melakukan usaha tani seluas 5 ha, tidak berhak mendapat pupuk bersubsidi sama sekali.

Maksud dari “melakukan usaha tani” perlu diartikan dengan jelas oleh Kementerian Pertanian. Apakah pemilik lahan, penyewa lahan, penggarap, atau apa?

Tampak betapa strategisnya peran PPL. Mereka harus paham petaninya siapa, luas lahannya berapa, dan terpenting: harus jujur.

Harga

Harga Urea Bersubsidi yang tepat adalah Rp 1.800,-/kg. Sedang harga non subsidi di tingkat petani bisa mencapai Rp 5.300,- per kg. ZA bersubsidi Rp 1.400,-/kg, Non sunsidinya bisa sampai Rp 3.000,-/kg. SP-36 bersubsidi Rp 2.000,-/kg, Non subsidinya mencapai Rp 6.000,- /kg, NPK bersubsidi Rp 2.300,-/kg, Non subsidinya bisa Rp 7.000,- /kg.

Begitu besar disparitas/selisih harga subsidi dan non subsidi. Begitu menarik hasrat sebagian orang. Karena itu masih perlu diwarnai. Toh, saat ini sudah terlanjur diwarnai, pupuk Urea (pink) dan ZA (Orange).

Layanan

Kunci sukses implementasi kartu tani ini adalah kecepatan pelayanan dan tindak lanjut permasalahan. Mungkin semua program juga ini kuncinya. Kartu tani dan pupuk berkaitan dengan tanaman. Jika telat memupuk bisa tidak panen, atau panennya rendah.

Misal, petani belum punya kartu tani, padahal ia berhak. Cukup dengan PPL memasukkan data di sistem. Petani membawa data hasil inputan itu ke bank cabang setempat, bank mencetak kartu taninya, beres. Jika cetak kartu tani harus di Kanwil atau dikirim dari Jakarta, bisa lama sekali.

Pengurusan dan pembagian kartu tani juga perlu melibatkan kelembagaan petani: Kelompok tani. Jika pihak Bank harus membagi langsung ke petani satu per satu, akan lama prosesnya.

Hubungan sosial ekonomi perdesaan masih begitu terasa. Asas kepercayaan dalam hubungan ekonomi. Namun, untuk menghindari potensi penyelewengan dan penyalahgunaan kartu tani, Dinas Pertanian Jawa Timur melarang kios menyimpan kartu tani milik Petani.

Kartu tani ini tahun ini belum mampu mengukur efektivitas serapan anggaran subsidi pupuk secara riil. Karena petani masih ada tiga pilihan: pakai kartu tani (dengan potensi kendala), tanpa kartu tani (dengan rekomendasi), atau memampukan diri membeli pupuk nonsubsidi.

Kesuksesan implementasi kartu tani membutuhkan kerja sama segenap pihak. Kementerian Pertanian hingga PPL, Bank, Pabrik Pupuk (Pupuk Indonesia Grup), Distributor dan Pengecer, dan tentu saja petani dan kelompok tani sendiri. Kartu tani bisa menjadi pupuk dan siraman hujan bagi pertanian rakyat. Tapi jangan sampai berubah menjadi banjir.

(Wiyanto Sudarsono)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *