Saya menyukai serial televisi Upin dan Ipin episode Mainan Baru (2018) dan film Thailand Friend Zone (2019). Alasannya sederhana. Mengingatkan saya pada kampung halaman.
Ada adegan komoditas pertanian kampung halaman saya. Karet.
Tanaman perkebunan warisan zaman kolonial Belanda.
Tanaman kayu yang menghasilkan getah. Dipanen saat usia 5-6 tahun untuk bibit dari jenis okulasi, menempel. Tergantung klon. Semacam varietas kalau di tanaman padi.
Karet menghasilkan getah dari bidang sadap (luka di batang). Melalui getah itu, Allah memberikan rezeki kepada petani karet. Kepada saluran tataniaganya. Dari karet kita dapat belajar banyak.
Rezeki dari atas, ditampung di bawah. Jika mau mendapat rezeki, hendaknya merendah dihadapan Ar-Razaq, Yang Maha Pemberi Rezeki.
Petani karet harus disiplin. Setelah subuh berangkat ke kebun. Siang sedikit tidak maksimal. Getah cepat mengering, beku.
Tawakal. Kita bisa memiliki klon karet terbaik, memalukan dengan baik. Tapi banyaknya karet Allah yang tentukan dan kemudian karet itu sendiri yang harus mengeluarkan getah. Kemarau seperti ini, getah surut. Musim hujan, getah banyak. Tapi bidang sadap basah.
Tataniganya pun demikian. Seperti Karet yang kita kenal. Dapat melar panjang. Harga benar-benar bisa naik turun dalam hitungan hari, atau jam.
Karet, program yang menjadi alasan transmigrasi di tahun 1974. Kakek saya termasuk salah satu pesertanya.
(Wiyanto Sudarsono)