Posted on 2 Comments

Hujan dan Jadah

Oleh Wiyanto Sudarsono

Alhamdulillah, hujan senantiasa turun. Di pagi, siang, sore atau malam hari. Seperti, Senin petang kemarin.

Dan dengan hujan itu selalu ada inspirasi. Apa lagi Di tengah situasi seperti ini. Meski inspirasi tidak selalu bisa langsung dieksekusi. Terkadang butuh sejak waktu untuk menggerakkan pikir dan hati. Juga jari. Untuk mengetik.

Hujan yang dingin selalu memberi rasa. Tak semata dengan dinginnya. Kali ini tentang nostalgia.

Begitu juga dengan perjalanan kami Sabtu lalu. Ada nostalgia tersendiri.

Selepas istirahat sejenak di area istirahat. Kami menikmati kudapan yang saat ini sudah jarang ditemukan. Apalagi dimakan.

Jadah. Atau tetel. Demikian kami menyebutnya.

Kudapan dari ketan, bercampur parutan kelapa. Digoreng. Alangkah nikmatnya.

Anak-anak kami sudah tidak mampu merasakan nikmatnya. Kalah dengan penyedap rasa di kudapan atau minuman dalam kemasan. Yang biasa mereka nikmati.

Menatap hujan. Di pinggir tangga darurat. Pikiran melayang, berandai tengah menikmati jadah atau tetel goreng. Nikmat.

Syukur kita ucapkan. Bukan karena khayalan yang melintas angan. Tapi karena masih sempurnanya nikmat indra yang Allah berikan.

Nikmat Tuhan mana yang kita hendak kita dustakan? Allah, jadikan kami hamba-Mu yang bersyukur. Aamiin.

(Wiyanto Sudarsono)

2 thoughts on “Hujan dan Jadah

  1. Makanan kesukaan saya dari kecil. Dulu orang tua saya sering membuat sendiri jadah goreng, hingga sampai skrg menjadi makanan favourite.

    1. Alhamdulillah, masih sering menemukan di zaman sekarang Pak. Bisa sering nostalgia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *