Oleh : Wiyanto Sudarsono
Sebagian orang mungkin, belum pernah ditilang. Atau jarang ditilang. Oleh Pak Polisi Lalu Lintas.
Bisa karena tertib sekali dalam berlalu lintas. Bisa karena beruntung. Atau karena memang tidak pernah berkendara di jalan yang ber-Polisi.
Pengguna jalan yang ditilang polisi tentu karena pelanggaran. Karena itu orang yang ditilang disebut pelanggar. Tilang : bukti pelanggaran.
Ditilang bukan sesuatu yang hina. Meski bukan pula sesuatu hal yang mulia. Meski sikap kita dalam menghadapi dan bertindak saat ditilang atau akan ditilang, itu yang menentukan.
Memutuskan untuk “ditilang” saja, artinya kita mengakui kesalahan, ditahan barang bukti (SIM atau STNK), dan mengambilnya di Kejaksaan Negeri setempat. Kota atau kabupaten terjadinya pelanggaran.
Ternyata cukup sederhana prosesnya.
Saya ditilang tanggal 12 November di Surabaya. Melanggar marka jalan. 500K IDR denda maksimal sesuai UU No. 22 tahun 2009. Demikian penjelasan Pak Polisi yang menindak saya. Sambil menunjukan matriks jenis pelanggaran, pasal, dan denda maksimalnya.
SIM saya di tahan. “Tilang saja Pak, nanti sidang saja Pak”. Demikian kata saya.
“Nanti ke Kejaksaan Negeri tanggal 22 (November) mas ya.” Pak Polisi menjelaskan.
“Baik Pak” jawab saya. “Setelah tanggal 22 boleh toh Pak.” Tanya saya, sambil mengingat bahwa di tanggal 22 ada dinas luar kota.
“Boleh”. Jawabnya singkat.
Tanggal 25 November saya ke kejaksaan Negeri Surabaya. “Ambil nomor dulu mas di pos depan”, kata petugas.
Saya pun ambil nomor. Satu bagian saya bawa, satu bagian di stapel di surat tilang.
Surat tilang dan satu bagian nomor antrean saya serahkan ke loket.
Saya duduk sebentar dan ada seruan : “sampai nomor 700 masuk”.
Masuklah kami, para pelanggar ke ruangan .
617,603, 626…. 6……625 Buat tiga barisan. Kami antre. Menyerahkan nomor antrean tadi. 625.
Petugas menyampaikan dendanya sejumlah 72.000 (rupiah). Saya bayar ke petugas, dan SIM saya terima kembali. Sambil men-staples bukti dan berkas, ia berkata : “di cek lagi kesesuaiannya Pak”.
“Terima kasih Pak”. Tutup saya.
“Jika kita belum bisa menjadi pengendara yang baik, Jadilah pelanggar yang baik“.
(Wiyanto Sudarsono)