Antara Anak Laki-Laki dan Ayahnya
Tidak selalu dongeng menjadi pengantar tidur yang menarik. Membaca, berdiskusi, dan berdialog bisa jadi alternatif.
Mungkin bisa jadi yang terbaik dalam penanaman nilai dan merangsang nalar berpikir.
Malam tadi, terjadi dialog kecil. Antara seorang anak laki-laki (8 tahun), dengan ayahnya. Sebelum tidur malam.
Bagian 1
“Besok hari apa?”, tanya sang anak.
“Senin”.
“Tanggal berapa Yah?”
“1 Juni 2020”.
“Bagaimana bisa muncul tahun, sejak kapan?”
“Sejak lama. Ada hari dan ada bulan yang muncul duluan. Angka tahun menyusul belakangan. Bahkan disebagian bangsa angka tahun bisa berubah sesuai dengan penguasanya. Hari dapat dilihat dari tanda-tanda alam. Siang dan malam. Terbit dan terbenamnya matahari. Sedang bulan, juga ada tanda tanda alamnya. Terbit dan tenggelamnya, serta pergantian bentuk bulan. Bulan sabit, membesar, bulan purnama, mengecil, dan muncul bulan sabit lagi. Tahun yang tidak ada tanda alamnya (meski jika mengamati bintang akan terlihat, tapi cukup sulit). Karena itu perlu kesepakatan dan penerimaan di kalangan pengguna angka tahun. Karena itu Allah menetapkannya bahwa bilangan bulan (dalam setahun) di sisi Allah ada 12. Hikmahnya agar manusia tidak berselisih tentang jumlah bulan dalam setahun”.
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi,…” (QS. At-Taubah/9:36).
Bagian 2
“Yah, besok tanggal merah ya?”
“Iya”
“Hari lahir Pancasila, ya”
“Kalau besok hari lahir Pancasila, Siapa yang melahirkan Pancasila?”
“Siapa ya, Yah?”
“yang bisa melahirkan itu laki atau perempuan? Jantan atau betina?”
“Laki-laki, eh perempuan, betina”.
“Terus?”
“mungkin yang melahirkan Pancasila adalah burung Elang?! “. Hahahaha
“Bukan anakku,” Lahir”, tidak harus bermakna keluar dari kandungan. Lahir bisa bermakna muncul di dunia. Baik itu sesuatu yang nyata, bisa diraba, dilihat, dicium atau didengar. Ataupun tidak nyata, hanya bisa dirasa dan dipikir. Melahirkan tidak hanya bermakna mengeluarkan anak (dari kandungan). Tapi bisa bermakna mengeluarkan perasaan, pendapat, pikiran, dan lain sebagainya. Nah kata “Lahir” dalam “Hari Lahir Pancasila” adalah makna kedua tadi. Jadi bukan dari burung elang. Meski Pancasila sebagai lambang negara diambil dari Burung Garuda. Tapi makna lahir yang dimaksud adalah lahirnya pemikiran, gagasan, pendapat, para pendiri Negara Indonesia kita tercinta ini. Sebagai sebuah tatanan nilai bernegara Indonesia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, Berkemanusiaan yang adil dan Beradab, dalam bingkai Persatuan Indonesia, yang dilaksanakan dengan sistem kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu bentuk nilai-nilai Pancasila adalah gotong royong. Bekerja bersama-sama. Meski pekerjaan tidak harus sama. Sehingga dengan begitu kita bisa berkontribusi, ikut serta dalam memajukan Indonesia”. Penjelasan sang ayah begitu panjang.
“zzzzz……”
“Lho kok sudah tidur?!”
(Wiyanto Sudarsono)