Oleh: Wiyanto Sudarsono
Pagi –agak siang– bertanam singkong dan lengkuas. Tanaman kedua (lengkuas), di desa kami menyebutnya laos. Tanaman obat dan bumbu dapur.
Hingga menjelang dzuhur. Haus menerpa.
“Minum air degan enak ini mak“. Celetuk saya.
“Neng omahe Kang Edi ono wit kelopo ndek, –di rumah Kang Edi ada pohon kelapa yang pendek–“. Kata mamak saya memberi hadapan.
“Ya wes ayo rono“.
Pohon sangat pendek. Sekitar dua meter setengah saja. Sekali panjat, tangan saya sudah bisa meraih satu buah kelapa muda.
Setelah saya jatuhkan, saya buka sisi bawah kelapa muda itu. Saya minum sebagian airnya bersama mamak. Segaaar sekali. Haus seketika berkurang.
Saya panjat lagi. Empat buah saya turunkan. Saya angkut pakai angkong (gerobak sorong).
Berjalan bersisian dengan Mamak. Momen yang jarang terjadi. Sambil ngobrol kami kembali ke rumah. Sesekali saya memekik, “degan, degan, degan” seolah menawarkan dagangan. Iseng.
Saya buka keempat degan atau kelapa muda itu. Anak gadis mamak, yang tidak lain adik saya, ku minta siapkan air gula. Jadilah air kelapa muda. Nikmat hidup di desa.
Kelapa mengajarkan banyak hikmah bagi kita. Salah satu pohon yang kaya manfaat. Banyak yang tela menuliskannya.Semoga kita berkesempatan menuliskan hikmah dari pohon kelapa dari sudut pandang lain.
Goresan cerita sederhana
Untuk membangkitkan dan mempertahankan gairah merangkai kata
Tampak sepele, tapi semoga berguna
Paling tidak bagi saya
Jika berguna bagi pembaca
Itu adalah bonus sahaja
Bercerita hal sehari-hari
Berharap kenangan dapat diingati
Karena tampaknya masa itu terbatas
Dituliskan agar tak hilang dan berbekas
(Wiyanto Sudarsono)