Posted on Leave a comment

Bulan Pengasuhan

Kami, tepatnya saya sedang dan akan belajar ulang. Tentang sesuatu yang seharusnya kami miliki ilmunya paling tidak 9 atau 10 tahun lalu. Saya akan belajar lagi tentang Pengasuhan anak (parenting). Sebuah ilmu yang seharusnya dimiliki sebelum anak lahir. Bahkan, seharusnya sebelum menikah.

Sekarang belajar ulang lagi. Belajar melalui membaca. Ternyata, Saya telah memiliki 15 atau 16 buku pengasuhan anak. Lima diantaranya setebal 395 sampai 905 halaman, yah dapat digenapkan 400 sampai 1.000 halaman. Mulai dari terjemah buku yang ditulis ulama klasik (Ibnul Qayyim) hingga penulis terkini. Dan hanya satu buku kecil yang sudah saya baca dari awal hingga akhir. Sisanya baru baca di sana sini, sebagiannya lagi masih dibungkus plastik. Sedihnya… Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah.

Agar fokus, dan semoga bisa menyelesaikan membaca buku – buku itu, saya menetapkan Bulan Agustus sebagai Bulan Pengasuhan. Penetapan untuk saya pribadi. Mengapa bulan Agustus, tidak Maret, Mei atau November misalnya? Itu karena pada bulan Agustus ini, kami dikarunia dan diberi amanah oleh Allah berupa seorang anak untuk kali pertama.

Pada bulan ini, saya bertekad tidak akan membaca buku apapun selain tentang pengasuhan. Baca disway.id masih boleh lah, menulis artikel mungkin masih bisa, termasuk artikel ini, atau menyunting naskah yang telah saya tulis. Sebagai bentuk kekuatan tekad dan fokus, sebisa mungkin saya batasi informasi yang masuk: tentang pengasuhan.

Pengasuhan Anak = Seni?

Mendidik dan mengasuh anak berbeda dengan hal lain. Kalau Adler menyebutkan seni dasar kehidupan adalah kesehatan, pertanian dan pendidikan, mungkin pengasuhan ini masuk ke dalam Pendidikan. Atau mungkin seni tersendiri. Seni mendidik dan mengasuh anak. Karena seni, maka hasilnya penuh dengan misteri. Teori, konsep, dan perlakuannya bisa sama, tetapi hasilnya bisa berbeda.

Demikian (prinsip seni) pula yang bisa terjadi dalam pengasuhan anak. Kita bisa melakukan konsep terbaik, perlakuan (termasuk sekolah) yang terbaik, komunikasi yang terpilih, namun hasilnya, anak menjadi seperti apa, bisa jadi tidak akan sama. Allah yang menentukan, kemudian anak tersebut yang harus tumbuh, berkembang sendiri.

Saya mengambil pelajaran dari kisah Nabi Nuh alaihi salam, Sang Rasul Pertama. Saya tidak berani berpendapat Nabi Nuh tidak mendidik anak dengan baik. Ia sorang Nabi dan Rasul. Namun, anaknya ada yang menyimpang dari jalan Tuhan yang Ia dakwahkan.

Ada juga kisah Nabi Ibrahim alaihi salam dan Bapaknya. Bapaknya, seorang pembuat dan penyembah berhala. Anaknya seorang Nabi dan Rasul, bahkan Nabi Ibrahim bergelar khalilullah dan disebut sebagai Bapaknya Para Nabi.

Orang tua tentu mendidik anaknya sesuai dengan kepercayaan, nilai, dan norma yang diyakini. Namun, anak tidak selalu begitu. Tidak selalu sesuai dengan orang tuanya. Kepada Allah-lah kita memohon hidayah dan istikamah di jalan kebenaran.

Banyak Baca Banyak Praktik

Ilmu sebelum berkata dan berbuat/ beramal, adalah ungkapan yang bisa digunakan di semua hal. Karena itu, saya belajar ulang. Lebih baik terlambat tapi kemudian sadar dan memulai, dari pada terlambat dan terus terlambat.

Saya beberapa kali mengikuti seminar dan pelatihan terkait pengasuhan. Saat ini saya memilih belajar dengan membaca. Agar mendapat manfaat dari buku yang telah saya miliki. Sehingga tidak menjadi orang bodoh di tengah-tengah tumpukan buku. Atau agar tidak menjadi seperti keledai yang membawa kitab, tidak bisa memanfaatkannya. Baca,
praktik, baca praktik, sesuaikan dengan karakter anak. Saya harus benar-benar belajar, berubah, dan menyesuaikan, lagi.

Banyak Berdoa

Menurut salah satu pakar pengasuhan anak (parenting), saya lupa namanya, keistimewaan pengasuhan dalam islam (islamic parenting), parenting nabawi (Prophetic Parenting), atau sebagian menyebut positive Parenting, adalah DOA. Doa kepada Maha Memberi Petunjuk (Al-Hadi).

Selain mengaplikasikan ilmu, konsep, komunikasi yang telah dipelajari, juga banyak berdoa. Hati anak ada di genggaman Allah. Allah yang membolak balikan hati. Allah juga yang memberi petunjuk. Karena itu hanya kepadanya kita berdoa dan berserah diri, setelah memberikan usaha yang terbaik.

Saya berpemahaman bahwa, pengasuhan bukan soal anak itu sendiri, tapi soal kita sebagai orang tua. Bagaimana ilmu dan persiapan orang tua, bagaimana usaha kita, bagaimana kita memberi yang terbaik sesuai kemampuan kita. Anak menjadi seperti apa, mari kita berdoa agar anak menjadi saleh dan salehah, menjadi anak yang berbudi, bermanfaat bagi diri, orang tua, lingkungan, alam dan orang lain.

Semoga Allah memudahkan kami dan kita dalam mengasuh anak dengan sebaik baiknya.

(Wiyanto Sudarsono)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *